Rabu, 30 Mei 2012

Strategi Pembelajaran Menyimak

  
A.    Strategi dalam Pembelajaran Menyimak
Salah satu prinsip linguistik menyatakan bahwa bahasa itu pertama-tama adalah ujaran, yakni bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan dan bisa didengar. Atas dasar itulah beberapa ahli pengajaran bahasa menetapkan satu prinsip bahwa pengajaran bahasa harus dimulai dengan mengajarkan aspek-aspek pendengaran dan pengucapan sebelum membaca dan menulis.
Dengan demikian, menyimak merupakan satu pengalaman belajar yang amat penting bagi para siswa dan seyogyanya mendapat perhatian sungguh-sungguh dari pengajar.
Implikasinya dalam pelaksanaan pengajaran ialah bahwa guru hendaknya memulai pelajarannya dengan memperdengarkan (sebaiknya secara spontan, tidak dengan membaca) ujaran-ujaran bahasa Indonesia baik berupa kata-kata maupun kalimat, setidak-tidaknya ketika guru memperkenalkan kata-kata baru, ungkapan-ungkapan baru, atau pola kalimat baru. Manfaat dan aktifitas ini ialah untuk membiasakan murid mendengar ujaran dan mengenal dengan baik tata bunyi bahasa Indonesia, disamping dapat menciptakan kondisi belajar penuh gairah dan menumbuhkan motivasi dalam diri murid. Hal ini agar pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru bahasa Indonesia tak monoton dengan membaca buku teks. Secara umum tujuan latihan menyimak adalah agar siswa dapat memahami ujaran dalam bahasa Indonesia, baik bahasa sahari-hari maupun bahasa yang digunakan dalam forum resmi.
            Pada dasarnya, pembelajaran menyimak yang ingin dicapai dalam kurikulum, antara lain dapat diurutkan sebagai berikut;
1.      Pengenalan bunyi;
2.      Pengucapan bunyi;
3.      Penguasaan tekanan kata;
4.      Penguasaan lagu kalimat.
Keempat bagian tersebut diatas akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:
1.      Pengenalan dan Pengucapan Bunyi Bahasa Indonesia
Hal yang paling pertama yang harus dikuasai oleh seorang murid yang ingin belajar bahasa Indonesia yaitu, menegenal bunyi dan pengucapan bahasa Indonesia. Pengenalan bunyi bahasa Indonesia berlansung secara berkelanjutan mulai dari ketika seorang anak pertama mendengar Bahasa Indonesia sampai pada batas tak tentu.
            Meski pemerolehan bahasa berlansung secara alami, begitupun dengan pengenalan dan pengucapan bahasa Indonesia, tetapi hal tersebut tak membatasi seorang guru untuk menggunakan metode yang inovatif serta kreatif untuk mempercepat proses pengenalan bunyi ini pada siswa. Pengucapan bahasa Indonesia dalam hal ini bukan hanya pada kemampuan seorang siswa untuk berbahasa Indonesia, tapi lebih dari itu seorang siswa dituntut agar mampu mengucapkan kata atau kalimat dalam bahasa Indonesia dengan benar.
            Penggunaan metode serta strategi pengajaran khususnya pada kompetensi menyimaka harus memenuhi kriteria berikut:
a.       Relevan dengan tujuan pembelajaran
b.      Menantang dan merangsang siswa untuk belajar
c.       Mengembangkan kreativitas siswa secara individual ataupun kelompok.
d.      Memudahkan siswa memahami materi pelajaran
e.       Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
f.       Mudah diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit.
g.      Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Ada beberapa cara melatih siswa menyimak bunyi secara tepat, misalanya menggunakan strategi:
a.      Pasangan mirip (minimal pairs)
Guru mengucapakan kata yang mengandung bunyi yang akan dilatihkan, kemudian siswa diminta menjawab samakalau mereka menyimak bunyi seperti sama, dan dapat menjawab berbeda jika berdasarkan simakannya berbeda. contohnya dengan guru mengucapakan kata-kata Bang dan kata Bank, maka siswa yang mengatakan berbeda adalah siswa yang benar jawabannya.
b.      Simak – Kerjakan
Model ucapan guru berisi kalimat perintah. Siswa mereaksi atas perintah guru. Reaksi siswa itu berbentuk perbuatan.
c.        Simak – Terka
Guru mempersiapkan deskripsi sesuatu benda tanpa menyebut nama bendanya. Deskripsi itu disampaikan secara lisan kepada siswa. Kemudian siswa diminta menerka nama benda itu.
d.       Simak –Berantai
Guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa. Siswa tersebut membisikkan pesan itu kepada siswa kedua. Siswa kedua membisikkan pesan itu kepada siswa ketiga. Begir\tu seterusnya. Siswa trerakhir menyebuitkan pesan itu dengan suara jelas di depan kelas. Guru memeriksa apakah pesan itu benar-benar sampai pada siswa terakhir atau tidak.
Penggunaan metode tersebut memang sangat efektif, tapi apabila seorang guru ingin berhasil maka seorang guru haruslah menjad conoh atau model yang baik bagi siswanya dalam mengucapkan kosa kata dalam bahasa Indonesia.
2.      Tekanan Kata
Pemenggalan kata menurut sukunya
Dalam bahasa Indonesia ada kata yang bersuku satu, bersuku dua, tiga, empat atau lebih baik berupa kata dasar maupun berbentuk kata berimbuhan. Apabila kata itu dipenggal secara tertulis maka yang harus diperhatikan adalah sukunya atau berupa ejaaannya, tapi kalau kata itu dipenggal secara lisan maka yang harus diperhatikan adalah tekanannya.
Ada beberapa teknik yang dapat dipakai melatih siswamenyimak tekanan kata, antara lain sebagai berikut:
a)      Guru membacakan atau memutarkan dari rekaman atau bahan yang telah dipersiapkan kata-kata sesuai/ tidak sesuai dengan tekanannya. Kemudian siswa disuruh menilai benar salahnya.
b)      Siswa diminta member tanda pada suku kata yang ditekan. Tanda-tanda dapat berupa angka atau garis-garis. Caranya yaitu; guru memberikan kalimat-kalimat yang telah diketik atau ditulis di papan tulis dan siswa-siswa disuruh menyalinnya. Kemudian guru membacakan kalimat demi kalimat dan siswa disuruh mambari tanda pada setiap suku kata yang ditekan. Setelah itu maka siswa disuruh untuk menulis hasilnya di papan tulis, apabila ada yang salah maka guru menjelaskan kesalahan tersebut.
3.      Lagu atau Intonasi Kalimat
Intonasi berwujud rangkaian nada dan jeda dalam mengucapkan suatu kalimat. Ada berbagai cara untuk menandai intonasi suatu kalimat. Cara pertama menggunakan garis. Cara kedua dan ketiga menggunakan angka dengan skala yang berbeda.
Cara mengajarkannya:
a)      Intonasi Kalimat berita
Intonasi kalimta berita yaitu normal yaitu jarang sekali mengandung nada yang sangat tinggi. Lagu kalimat berita bervariasi pula, bergantung pada nada dan jedanya. Perubahan nada dan jeda itu mengakibatkan pula perubahan makna kalimat.
b)     Lagu kalimat Tanya
Intonasi kalimat Tanya berupa lagu Tanya pada bagian kahir sebuah kalimat.
c)      Lagu Kalimat Perintah
Lagu kalimat perintah bergantung ada keras atau lemahnya perintah tersebut.
d)     Lagu Kalimat Inverse
Kalimat inverse adalah kalimat berita yang predikatnya mendahukui subjek. Yang tentu intonasinnya berbeda dengan kalimat dengan susunan normal.
B.     Strategi Menyimak untuk Tujuan yang Lebih Umum
Ada beberapa strrategi dalam pembelajaran menyimak yaitu sebagai berikut:
1.      Strategi Menyimak dan Berpikir Langsung MBL / DLTA (Direct Listening Thinking Activities)

Ø  Pra Simak
Persiapan Menyimak :
a.       Pada tahap ini guru memberitahukan judul cerita yang akan disimak, misalnya “Saat Sendirian di Rumah”.
b.      Berdasarkan judul teresbut guru menanyakan kepada siswa misalnya: “Bagaimana seandainya malam hari sendirian di rumah?”
c.       Untuk membangkitkan imajinasi siswa guru bisa menunjukkan gambar rumah yang gelap.
d.      Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan Apa kira-kira isi cerita yang akan dibacakan, apa yang kira-kira menarik dari cerita itu, bagaimana seandainya peristiwa itu terjadi pada kalian? Dan sebagainya.
Ø  Saat Simak
Guru Membaca Nyaring
a.       Guru membacakan cerita dengan suara nyaring secara menarik dan hidup
b.      Pada bagian tertentu yang dianggap memiliki hubungan dengan prediksi dan tujuan pembelajaran, guru menghentikan pembacaan dan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Misalnya : “Apa kesimpulan yang kalian peroleh, apa yang terjadi kemudian, apa yang terjadi selanjutnya dsb.”
c.       Setelah tanya jawab dianggap cukup, guru melanjutkan membacakan lagi. Dan mengulangi langkah di poin kedua sampai cerita selesai.

Ø  Pasca Simak
Refleksi :
a.       Guru mengakhiri pembacaan cerita
b.      selanjutnya guru meminta siswa untuk mengemukakan kembali isi cerita dan guru meminta pendapat siswa tentang unsur-unsur cerita, misalnya tentang watak tokoh, tentang alur, seting dan sebagainya secara lisan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan menunjuk siswa maju ke depan untuk menceritakan kembali cerita yang telah dibacakan guru secara bergantian
2. Strategi Pertanyaan Jawaban (PJ)
Ø  Pra Simak
a.       Guru mengemukakan judul bahan simakan
b.      Guru mengajukan pertanyaan berkenaan dengan isi simakan yang akan dibicarakan
Ø  Saat Simak
Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung
Ø  Pasca Simak
a.       Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung
b.      Setelah materi simakan selesai dibacakan guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
c.       Guru mengadakan tanya-jawab dengan siswa.
d.      Siswa mengemukakan kembali informasi yang telah diperoleh, (bisa secara tertulis atau lisan).
3. Strategi Kegiatan Menyimak Secara Langsung/KML ATAU DLA (Direct Listening Activities)
Ø  Pra Simak
Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks simakan, bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul bahan simakan sebagai upaya untuk pembangkitan skemata siswa. Selanjutnya guru mengemukakan hal-hal pokok yang perlu dipahami siswa dalam menyimak
Ø  Saat Simak
 Guru meminta siswa mendengarkan materi simakan yang dibacakan oleh guru.
Ø  Pasca Simak
a.       Guru melakukan tanya jawab tentang isi simakan. Pertanyaan tidak selalu harus diikat oleh pertanyaan yang terdapat dalam buku. Guru hendaknya menambahkan pertanyaan yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa atau masalah lain yang aktual.
b.      Guru memberikan latihan/tugas/kegiatan lain yang berfungsi untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menyimak.
Ada beberapa tujuan-tujuan menyimak yang hendaknya diajarkan untuk membentuk kemampuan, dan keterampilan-keterampilan yang umum dibutuhkan di dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
a.       Mengingat item-item yang khusus
b.      Memperbaiki kosa kata
c.       Mengikuti alur buah pikiran/ide-ide dan petunjuk-petunjuk lisan
d.      Menentukan ide utama
e.       Menangkap hubungan dalam konteks lisan
f.       Membedakan ide utama dengan ide penunjang
g.      Memperkirakan kesimpulan-kesimpulan dan mengenali pola pengoraganisasian ide
Teknik-teknik pemebelajaran tersebut inti utamanya berporos pada tujuan pemebelajaran itu sendiri, yaitu apa yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran.
C.    Teknik Teknik Pembelajaran Menyimak
1.      Simak ulang ucap
metode simak ulang biasanya digunakan dalam memperkenalkan bunyi bahasa dengan cara mengucapkannya. Guru sebagai model mengucapkan atau memutar rekaman bunyi bahasa tertentu seperti fonem, kata, kalimat, ungkapan, semboyan, kata-kata mutiara dengan pelan-pelan, jelas dan intonasi yang tepat. Siswa meniru ucapan guru.
2.      Identifikasi Kata Kunci
Kalimat yang panjang dapat dicari kalimat intinya. Kalimat inti dibangun oleh beberapa kata kunci yang terdapat dalam kalimat tersebut. Misalnya; guru menyiapkan kalimat panjang, struktur dan pilihan katanya harus sesuai dengan kemampuan siswa. Bahan harus disampaikan secara lisan. Setelah siswa menyimak, siswa harus menentukan beberapa kata kunci yang mewakili pengertian kalimat.
3.      Parafrase
Guru menyiapkan sebuah puisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Langkah selanjutnya adalah guru membacakan atau memperdengarkan puisi, siswa menyimak. Setelah selesai menyimak, siswa menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri.
4.      Merangkum
guru menyiapkan bahan simakan yang cukup panjang, materi atau bahan serta bahasa yang disampaikan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Bahan yang telah dipersiapkan tadi disampaikan secara lisan kepada siswa dan siswa menyimak, setelah itu siswa disuruh untuk merangkum.
5.      Pemberian Petunjuk
Teknik pemberian petunjuk ini dilakukan dengan cara guru memberikan sevuah petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat yang memerlukan sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Pemberi petunjuk ini dapat dilakukan oleh guru kepada murid atau sesama murid.
6.       Bermain Peran
Bermain peran adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan. Tujuannya adalah (1) melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, (2) melatih praktik berbahasa lisan secara intensif, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai.
7.       Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan
8.      Bisik Berantai
Guru membisikkan suatu kalimat kepada siswa pertama. Selanjutnya siswa tersebut membisikkan pada siswa berikutnya, demikian samapi terakhir. Tiba pada siswa terakhir, siswa tersebut harus menyebutkan kata yang dibisikkan tadi dengan suara nyaring. Tugas guru adalah melihat apakah kata tersebut sesuai dengan kata yang dibisikkan sebelumnya.

Daftar Pustaka
Daeng, Kembong, dkk. 2010. Pembelajaran Keterampilan Menyimak. Makassar. Tidak diterbitkan.
Hanston. 2010. Metode Pengajaran Bahasa. http://www.google.com. . Diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
Fatoni.2009. Pengertian Strategi Pembelajaran Menyimak—Berbicarahttp://www.google.com. . Diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
Nuruddin, Muhammad. 2010. Pengertian Strategi Pembelajaran  SD Menyimak—Berbicara.http://www.google.com. . Diakses pada tanggal 7 Desember 2010.

Catatan untuk Mengingat Masa-masa di bangku kuliah dan terus bergelut dengan tugas yang tak ada habisnya> Entah mengapa aku juga merindukannya sekarang.

Filososofi Nikah Bugis (Jilid Tiga)


Acara selanjutnya yang dilaksanakan setelah acara mappaci adalaha sirih pinang, dan akad nikah. Kegiatan akad nikah dilaksanakan di rumah kediaman mempelai wanita yang sebelumnya telah ditata sedemikian rupa dan telah berubah 180 derajat atau disulap menyerupai sebuah istana. Tak mungkin kan sebuah peristiwa yang sangat bersejarah dilaksanakan di tempat yang kumuh.
sumber google
"Dalam menyambut acara akad pernikahan tersebut ada beberapa persiapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga, yaitu:

1.      Keluarga calon mempelai wanita
a.       Dua pasang sesepuh untuk menjemput calon mempelai pria dan memegang Lola menuntun calon mempelai pria memasuki rumah calon mempelai wanita.
b.      Seorang ibu yang bertugas menaburkan Bente (benno) ke calon mempelai pria saat memasuki gerbang kediaman calon mempelai wanita.
c.       Penerima erang-erang atau seserahan.
d.      Penerima tamu.
2.      Keluarga calon mempelai pria
a.       Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
1)      Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjangyang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories calon mempelai wanita.
2)      Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandankelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
b.      Perangkat adat, yang terdiri dari:
1)      Seorang laki-laki pembawa tombak.
2)      Anak-anak kecil pembawa ceret 3 orang.
3)      Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
4)      Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
5)      Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
6)      Calon mempelai Pria
7)      Rombongan orang tua
8)      Rombangan saudara kandung
9)      Rombongan sanak keluarga
10)  Rombongan undangan.

Setelah calon mempelai pria beserta rombongan tiba di sekitar kediaman calon mempelai pria, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika calon mempelai pria telah siap di bawa lellu sesepuh dari pihak calon mempelai wanita datang menjemput dengan mengapit calon mempelai pria dan menggunakan lola menuntun calon mempelai pria menuju gerbang kediaman calon mempelai wanita. Saat tiba di gerbang halaman, calon mempelai pria disiram dengan bente/benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga calon mempelai wanita. kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. setelah itu calon mempelai pria beserta rombongan memasuki kediaman calon mempelai wanita untuk dinikahkan. kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas kua dan permohonan ijin calon mempelai wanitakepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi ijab dan qobul.

Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa." (Awshar, 2011)

Disadur dari tulisan Awshar (http://awshar.blogspot.com/2011/12/adat-perkawinan-bugis-makassar.html) dengan perubahan seperlunya

Selasa, 29 Mei 2012

Filosofi Nikah Bugis (Jilid Dua)



  • Kemarin saya telah menulis prosesi pernikahan suku Bugis samapi pada proses Madduta Mallino, proses tersebut belum selesai dan akan saya lanjutkan sampai pada proses selanjutnya.

    Patenre ada 
    atau Mappasiarekkeng

    Patenre ada 
    atau biasa disebut juga tanra esso atau mita esso adalah bagian dari prosesi mappasiarekkeng. Mappasiarekkeng sendiri merupakan sebuah prosesi pernikahan yang bearti mengikat dengan kuat. Prosesi yang sering juga disebutmappetuada ini adalah prosesi yang bermaksud untuk mengikat janji yang kuat atas pembicaraan yang pernah dirintis sebelumnya oleh kedua belah pihak.

    Selain dari maksud tersebut di atas, prosesi ini juga bermaksud untuk membahas segala sesuatu yang bertalian dengan upacara perkawinan yang terdiri atas: tanra esso (menandai hari), Balanca atau doi panaik (Uang panaik) dan Sompa (emas kawin).

    Acara mappetu ada biasanya dihadiri oleh keluarga calon mempelai wanita dan keluarga dari calon mempelai laki-laki. Keluarga calon mempelai laki-laki kan disuguhkan kue-kue khas bugis yang umumnya manis-manis yang mempunyai makna filosofis agar calon pengantin nantinya dapat hidup dengan manis dan penuh rasa bahagia.

    Dalam prosesi mappasiarekkeng terdapat kegiatan-kegiatan yang lebih rinci, kegiatan-kegiatan tersebut meliputi upacara sebelum akad pernikahan dan upacara setelah akad pernikahan, secara lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:

    Upacara Sebelum Akad Pernikahan; Upacara sebelum akad pernikahan mulai diselenggarakan setelah proses madduta malino selesai, jika lamaran pihak laki-laki diterima, maka ke dua mempelai sudah disibukkan dengan kegiatan-kegiatan dalam upaya menyiapkan pesta pernikahan. Persiapan-persiapan itu misalnya penyebaran undangan atau lebih sering disebut dengan mappadaMappada biasanya ditujukan kepada keluarga-keluarga dekat dengan menggunakan baju adat (baju bodo).
    • Sebelum proses mengundang maka dilaksankanlah kegiatan manre baje atau balanca, dalam proses ini keluarga calon mempelai laki-laki datang ke keluarga calon mempelai perempuan dengan membawa uang belanja untuk pesta nantinya. Dalam prosesi ini keluarga calon mempelai perempuan menjamu keluarga dari pihak laki-laki dengan kue-kue khas bugis dan baje (kue dari beras ketan , gulla dan kelapa dan memiliki bentuk kenyal dan susah dipisahkan yang rasanya manis). Istilah manre baje tak hanya menjadi nama saja, tetapi ada makna filosofis di dalamnya, baje dianggap dapat mewakili harapan dari sebuah ikatan pernikahan. Segi rasa yang manis memiliki makna filosofis kita berharap calon pengantin nantinya dapat mengarungi bahtera rumah tangganya dengan manis dan damai, segi bentuk yang menyatu dan sulit dipisahkan mengandung makna bahwa calon pengantin diharapakan dapat bersatu padu dan sulit untuk dipisahkan oleh apapun.
    • Proses selanjutnya adalah cemme mappipaccing (mandi menyucikan) yang memiliki arti untuk membersihkan dengan maksud memohon kepada Allah Swt agar calon kedua mempelai dihindarkan dari segala macam bahaya. Prosesi ini dilakukan di tempat yang telah dipersipakan sebelumnya berupa gubuk siraman dan biasanya diletakkan di depan pintu rumah. Hal tersebut dimaksudkan dengan maksud yang bersifat filosofis yaitu agar kiranya bencana atau bala yang berasal dari luar dapat keluar dan bencana dari dalam dapat keluar.
    Ada beberapa perlengkapan yang mesti dipersiapkan dalam proses cemme mappipacing yaitu berupa Gentong yang berisi air, Gayung, Bunga piturrupa (bunga tujuh jenis), wangi-wangian, Ja'jakkang (terdiri dari segantang beras diletakkan pada sebuah bakul), kanjoli (lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang, tunas kelapa, gula merah, tempat dupa, dan leko passili.  (Makassar terkini, 2011).

    "Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang. 
    Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung masing - masing tiga kali, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian
    Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju Bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta aksesories lainnya untuk mengikuti prosesi acara A’bubbu (macceko) yaitu dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis." (Makassar Terkini, 2012).
    • Upacara selanjutnya adalah acara mappacci, sebelum acara mappacci maka Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin . biasanya tiga malam berturut-turt sebelum hari pernikahan calon pengantin Mappasau  (mandi uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari beras ketan yang digoreng samapai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan jeruk nipis. Setelah acara Mappasau, calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci atau Tudang Penni (Ajhier, 2011)

      Acara Mappacci (Sumber: Google)
      "Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih. Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni Mappacci”.

      Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk :  Mappaccing Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih itikat).

      Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada calon mempelai biasanya dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan daun Pacci itu ditangannya.

      Dahulu kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan dengan tingkat stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk  golongan menengah 2 x 7 orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan melakukan acara ini." (Ajhier, 2011)

      Bersambung...!!!!

      Sumber Pustaka



  • Acara Mappacci (Sumber: Google)
    "Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih. Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan daun Pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa Bugis disebut ”Wenni Mappacci”.

    Melaksanakan upacar Mappaci akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk :  Mappaccing Ati (bersih hati) , Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing Pangkaukeng (bersih/baik tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih itikat).

    Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada calon mempelai biasanya dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan daun Pacci itu ditangannya.

    Dahulu kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan dengan tingkat stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk  golongan menengah 2 x 7 orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7 orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dalam jumlah orang yang akan melakukan acara ini." (Ajhier, 2011)

    Bersambung...!!!!

    Sumber Pustaka





Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...