Jumat, 28 September 2012

Training Of Trainer LPM Penalaran UNM

Peningkatan sumber daya anggota dalam sebuah organisasi adalah hal yang mutlak. Hal tersebut karena sebuah lembaga khususnya lembaga kemahasiswaan sangat bergantung dari kader yang dihasilkan. Kaderisasi dalam sebuah lembaga dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik itu secara alami dalam hal ini pendampingan secara lansung ataukah melalui kegiatan pelatihan atau sering disebut pengkaderan.

Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar sebagai salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat universitas dalam sejarahnya telah menelorkan kader-kader yang plural dalam hal orientasi keilmuan. Proses kaderisasinya pun sangat beragam, mulau dari pengkaderan secara alami, diskusi, hingga kegiatan pelatihan bagi anggota.

Pelatihan tingkat lanjut untuk pertama kalinya dilaksanakan pada periode ini yaitu salah satu program kerja bidang Diklat, Kegiatan Training of teriner ini diadakan di Malino Kabupaten Gowa. Aku mau sholat jadi sudah dulu yah. Hahahaha

untitled

Cuman mau bilang aku ngantuk, insomnia ini kapan sembuh.

Selasa, 25 September 2012

Koboy Kampus

Tiba-tiba saja tersadar ketika mendengar lagu The Panas Dalam "Koboi Kampus". 

Sumber



Koboi Kampus

The Panas Dalam

Lalu kapan saya akan di Wisuda
Adik kelas sudah lebih dulu
Rasa cemas merasa masih begini
Temen baik sudah di DO
Orang tua di desa menunggu
Calon istri gelisah menanti
Orang desa sudah banyak menganggap
Aku jaya di negeri orang
Tolonglah diriku …
Koboi kampus yang banyak kasus
Hatiku cemas …
Gelisah sepanjang waktu-waktuku
Kalau bisa bantulah aku
Luluskan apa adanya
Bagaimna? begitu saja
Nanti kaya bapak dibagi
Tolonglah diriku …
Koboi kampus yang banyak kasus
Hatiku cemas …
Gelisah sepanjang hari-hariku
Maafkan aku ayah …


Mudah-mudahan cepat sarjana wahyu. Semangat!

Rindu yang Terusik

Sumber
 
Hay, kemarin aku sempat menyapa sepi. Ia duduk berdua bersama rindu di sebuah tepian telaga yang airnya jernih, ia hanya duduk tertunduk menatap gelombang air yang tercipta dari dedaunan yang jatuh. Tenang, katanya. Aku sempat melihat mereka menikmati rasa yang seakan tak pernah habis. Sepi menyapa rindu, katanya cukup bersamamu aku sudah bahagia. Tak ada balasan kata dari rindu. Ia hanya duduk menatap sepi dengan mata yang berkaca-kaca. Aku melihat rindu seakan tak ingin brranjak tuk menemani sepi dari tepian telaga itu. Rindu bernyanyi rendah, mengalunkan melodi untuk sepi. Sepi terusik dan beranjak pergi meninggalkan rindu dengan nyanyiannya.

Rindupun kini sendiri, mencoba mengusik kata yang enggan terucap untuk sepi. Senja datang menyapa rindu. Senja bagai cermin bagi rindu, ia seolah menemukan bayangnya dalam senja. Hingga ia pun lupa dengan sepi kala senja datang, ia merasa senja adalah dirinya dan dirinya adalah senja. Senja pun menjadi rindu yang menguat. Rindu yang mampu menembus gelapnya Gua Jepang dan Tingginya Singgalang. Ah, aku terlalu hiperbola untuk hal itu.

Aku beranjak pergi meninggalkan mereka yang sedang menikmati syahdu. Hujan menyapaku di ujung jalan, Rintiknya tepat jatuh di spot memoriku. Mengurai semua kenangan tentangmu, "Bintang". Bintang masihkah kau bersembunyi di padang ilalang? Bintang aku ingin jujur padamu, "Bintang aku ingin bersama rindu tapi sungguh aku tak bisa melepas sepi". 

Aku bersama rindu untukmu Bintang dan biarkan sepi pergi meninggalkanku.


Minggu, 23 September 2012

Terisak Kembali

Sumber
Kau kembali terisak karenaku. Sedang aku masih dalam keangkuhan pikirku, terus berada dalam "abai" yang belum bisa kusibak saat ini. "Rumit" itu yang kita rasa saat ini. Kadang kita harus saling bersitegang, merajuk, dan kemudian kembali ke pembaringan hanya untuk sekadar menikmati isak tangis yang kita cipta sendiri. Mengapa? Tak usah kita jawab. Cukup hati yang tahu mengapa. Karena tak semua harus di jelaskan. Iya kan?

Maaf dan Sayang, mungkin kata itu sudah terdengar sangat membosankan, menjenuhkan, atau tak lagi berharga. Setidaknya aku ingin berterima kasih pada kata itu, karena dia yang mampu menyatukan kita kala kita telah jenuh ditemani bulir air mata. Kau mungkin kehilangan bintang namun tak akan kehilangan cahaya dari bintang itu yang terus bersinar di kau. 

Kemarin kita telah bercerita banyak, tentang demokrasi, tentang mereka yang pernah hidup di hati kita, tentang  kuliah, dan tentang masa depan atau ending dari cerita rumit ini. Kita memang unik, kita tak sadar telah memulai sesuatu yang menjadi rumit dan tak tahu pula akhir dari cerita rumit itu. Satu kata yang selalu "Kita" yakini bahwa cerita ini akan "Happy Ending"

Unik, yah seperti itulah. Pertemuan kita pun terkesan unik, terlebih lagi karakter kita yang seperti ingin menyatukan api dengan api. Keras hati, itulah kita. "Jaim" itu pula yang menjadi pembatas rasa ini. Aku ingat pertama kali kita bertemu, kita saling acuh namun saling berbagi tatap. Setelahnya entahlah entah, rasa itu telah tumbuh. Mulai memberi arti dalam benak tanya. apakah ini? 

Belum sempat tanya itu terjawab, Tuhan menciptakan jarak agar kita mengerti akan arti rindu. Saat rindu itu telah membuncah, kita pun mengerti bahwa ada rasa yang telah mengikat kita. Tuhan pun mempertemukan kita kembali dengan tatapan yang masih sama seperti dulu, tetap lembut dalam ketajaman dan kerasnya hati. Saat tatap itu telah bertemu aku pun tahu, inilah yang hilang dulu dari aku. 

Aku ingin katakan padamu. Maaf telah membawamu dalam cerita rumit ini, tapi yakinlah ketika labirin ini telah kita selesaikan, kita akan menemukan senyum yang terus merekah tanpa ada lagi bulir air mata yang jatuh. Gadisku, tersenyumlah dengan lesung pipitmu. 

"Simpan bulir air mata itu untuk tangis haru dan kebahagiaan nantinya, yakin akan hal itu"

Milad LPM penalaran ke-14

September, Aku selalu senang dengan bulan ini. Sama seperti senangnya aku melihat kutilang yang berpindah di ranting-ranting basah depan rumah. Sebuah analogi yang sangat bersebelahan dan sangat tidak ngonteks. Ketimpangan, mungkin. Satu yang jelas bahwa September selalu mampu membuatku menyunggingkan senyum dan menarik ke dua tepi bibirku untuk saling menjauh. 

Sebuah senyum kembali tersungging kemarin. Aku tak tahu mengapa aku sangat senang meskipun dengan kondisi tubuh yang kurang sehat. Aku terinngat dua tahun yang lalu, saat aku belum menjadi anggota dalam keluarga baruku ini.Andai waktu itu aku tak lulus mungkin aku tak akan kenal dengan mereka. Mereka yang sekarang menjadi saudaraku. 

Aku ingin katakan bahwa kemarin adalah hari ulang tahun semua anggota mulai dari angkatan pertama hingga angkatan terakhir LPM Penalaran UNM. Tanggal 22 September 2012 adalah hari ulang tahun ke 14 untuk lembagaku. Lembaga yang telah mampu merubah dan mendesainku hingga seperti sekarang ini. Aku katakan bahwa aku belum hebat, belum jago, belum cerdas tapi setidaknya ada hal lain yang saya rasa lebih penting dalam hidupku. Tak perlulah saya jelaskan, karena tak semua mesti dijelaskan. Iya kan?

Intinya  aku hanya ingin katakan "Selamat Ulang Tahun untuk LPM Penalaran UNM yang ke-14 semoga tetap jaya, kami akan tetap menjagamu dalam bingkai kekeluargaan kami"


Jumat, 21 September 2012

Rumah Peradaban, Kampung Peradaban

Sejak aku menjadi mahasiswa aku tak pernah merasa jauh dari keluarga. Sebab di sini, di kota yang wajahnya tiap hari dipenuhi dengan asap kendaraan aku menemukan kelaurga baru. Keluarga sekaligus teman berbagi, bercerita, berkelana, gila-gilaan dan teman berbagi bahak dan juga tangis. Dari sekian banyak keluargaku di Makassar, sekarang aku sangat betah untuk bercengkrama dengan "keluarga nalarku". 

Aku sebenarnya belum terlalu lama berada dalam keluarga tersebut. Aku mulai bergabung di keluarga tersebut tahun 2010 silam, namun aku merasa telah manjadi bagian dari keluarga tersebut. Aku dulunya menjadi anak termuda dalam keluarga tersebut. Dimanja dan selalu mendapat bimbingan dari kakak-kakaknya. Sekarang aku hampir menjadi orang yang paling tua dalam keluarga tersebut. Kenangan pun sudah banyak yang terukir di bawah atap yang kami sebut rumah peradaban. 

Rumah peradaban itu setiap paginya pasti lengang, sunyi, dan kadang hanya suara TV yang tak pernah berhenti mengoceh mulai dari terbenamnya matahari. "Bangun meki nak, ada roti bakar sama susu di meja" itu adalah kalimat sindiran yang sangat melekat dan seringkali terucap dari bibir sahabat kala matahari telah menerobos masuk ke dalam kamar. Pernah kami harus mencuci 83 piring, 32 mangkok, lusinan gelas dan sendok hingga kami harus meluruskan badan setelahnya. Pernah juga kami harus mengangkat sampah hingga beberapa kali ke mobil sampah. Namun, dibalik semua itu banyak kisah manis yang terukir di sana.

Mungkin nanti kita masih akan antri untuk mandi, ketuk-ketuk kamar untuk meminta menyegerakan mandi. Berbagi bantal dan kasur dan harus mengatur kipas angin sebagai pengusir nyamuk. Bantal kami di rumah tersebut adalah sandaran sofa, tapi satu yang agak susah yaitu masalah kipas angin. Aku gak suka pakai kipas angin kalau mau tidur sedangkan teman yang lain sangat suka sehingga aku harus cari tempat tidur yang jauh dari kipas. Satu hal yang tak boleh kita tinggalkan kawan, aku ingin kita masih bisa makan bersama dengan beralaskan daun pisang yang dibentangkan panjang. Sungguh itu sangat nikmat.

Mungkin kita tidak akan pernah lagi melihat si Sumriani, Musdalifah ataukah siswa-siswa SMP yang tiap hari lewat depan rumah. Atau mungkin pula kita akan senang karena tak akan lagi bertemu dengan Irwan. Hahahaha. Semoga tak ada Irwan varu saudara. Sekarang kita sudah pindah rumah. Sekarang kita tak lagi berada di rumah peradaban. Aku ingin menyebutnya kampung peradaban. Di sini kita akan mengukir cerita baru, kisah baru dan tentu prestasi baru. 

Selamat tinggal rumah peradaban dan selamat datang di Kampung Peradaban

Rabu, 19 September 2012

Workshop PKM LPM Penalarn UNM 2012

Peserta Workshop di Lantai Satu
Hari ini aku akan bercerita tentang kegiatan Workshop Program Kreativitas Mahasiswa yang kami laksanakan Minggu, 16 September 2012 lalu. Kegiatan ini merupakan Program Kerja Eksternal Terakhir di Masa jabatanku sebagai Ketua Umum Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar. Saya akan memulai bercerita mulai dari H-1 pelaksanaan kegiatan. Malam menyambut kegiatan yang biasanya kami anggap biasa kini berubah menjadi sebuah kegiatan akbar yang mesti mendapat perhatian lebih dari kami para laskar nalar. Bukan pada permasalahan finansial seperti yang biasanya dialami dalam setiap kepanitian, tetapi pada sebuah kondisi yang membuat kami harus bahagia sekaligus bingung. Jumlah peserta yang ingin mendaftar untuk mengikuti workshop yang dihadapkan dengan kapasitas ruangan yang tidak mumpuni. Target peserta 500 mahasiswa ternyata bukanlah sebuah hal yang mustahil bahkan panitia mampu melampaui target tersebut. Respon akan hal tersebut yaitu dengan persiapan yang harus ekstra keras. Taktis yang kami gunakan untuk merespon kondisi tersebut yaitu menyusun kursi hingga mau rapat dengan podium, tak ada celah yang terbuang, bahkan lantai dua pun harus terisi. Sekadar gambaran gedung ini belum pernah kami gunakan sebelumnya, karena biasanya kami melaksanakan workshop ini di Gedung Rektorat lantai 3 Universitas Negeri Makassar dengan kapasitas ruangan 250 mahasiswa. 

Malam semakin larut, sedang aku dan para laskar nalar masih bergelut dengan kursi, tangga, spanduk, meja, sofa, palu, paku bahkan selotip. Sadar bahwa besok pasti akan banyak agenda yang lebih krusial kami memutuskan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang bisa kami ketja malam itu. Setelah ruangan ditata sedemikian rupa kami pergi membeli air mineral gelas untuk peserta dan panitia besoknya. Jumlah kami sebenarnya telah berkurang karena sebagian dari kami harus mengikuti Lounching Buku Risalah Rindu yang sebenarnya saya pun punya tulisan (3 buah puisi) dalam buku tersebut. Tapi tak apalah, toh ini lebih penting menurutku. Akhirnya selesai juga  pekerjaan malam itu, kami pun beranjak pulang.

Sampai di Rumah Nalar (Sekretariat LPM Penalaran UNM), kami pun disuguhi pekerjaan administratif untuk kelancaran acara esok paginya. Hal-hal kecil namun urgen seperti daftar hadir peserta, sertifikat, lembar kerja untuk peserta dan lain sebagainya kami rampungkan. Sebenaranya aku tak terlalu bekerja keras untuk hal itu karena telah ada kepanitian yang kami bentuk dari pengurus, saya hanya mendampingi mereka, toh mereka sangat hebat dan profesional dalam mengerjakan tanggung jawab mereka. Aku tak tahu pukul berapa saya terlelap namun yang pastinya aku lebih cepat terlelap dari ketua panitian yang harus tidur menjelang adzan subuh berkumandang. 

Pagi pun menjemput harapan, tak seperti biasanya pagi ini aku begitu bersemangat. Aku tak tahu apakah karena semangat yang menggebu atau karena ketakutan yang menghampiriku, ketakutan kegiatan ini tidak berjalan dengan sukses dan lancar. Entahlah? Pagi itu aku hanya mengungkapkan perasaanku, marahku pagi itu untuk seseorang yang seolah tak peduli dengan perjuangan kami. Walau sebenarnya aku tahu ia mungkin terlalu lelah dengan aktivitasnya. Yah, kami harus saling memahami perasaan dalam setiap kepanitiaan. Karena solidaritas, kebersamaan dan kekeluargaan berada diatas segalanya dalam sebuah organisasi atau lebih tepatnya kami katakan sebagai keluarga nalar.

Pemberian Plakat kepada Pemateri
Aku sengaja berangkat lebih lambat dibanding anggota yang lain, aku ingin memastikan semua perlengkapan telah dibawa. Setelah semuanya berangkat aku pun berangkat ke Gedung Program Pasca Sarjana lantai 5 Universitas Negeri Makassar tempat Workshop tersebut digelar. Peserta telah lumayan banyak memenuhi tempat administrasi dan sebagian lainnya telah berada dalam ruangan yang lumayan megah. Saya mengambil tempat duduk di sofa paling depan sambil memperhatikan panitia yang masih sibuk untuk mengecek segala persiapan. Arlojiku kini menunjukkan pukul 08.30, peserta pun telah membludak, yah sekitar 400 orang lebih. Aku memutuskan untuk menghubungi pak Rektor (Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd). Jawabnya singkat "OK", setelah itu aku juga menghubungi Pembantu Rektor III (Prof. Dr. Heri Tahir, S.H, M.H), katanya beliau dalam perjalanan. Aku mulai tenang.
Setelah 15 menit berlalu saya putuskan untuk menunggu Pak Rektor di Loby lantai satu bersama dua orang pengurusku, pas mau masuk lift ternyata Pak Rektor ada dalam lift tersebut. Aku pun menjabat tangan beliau dan mengantar beliau masuk dan duduk di samping beliau di tempat yang telah kami sediakan sebelumnya. Acara pun kami mulai pada pukul 09.00. Permbukaan oleh MC, Pembacaan ayat suci Al-Quran, dan ketika laporan ketua panitia Pak Pembantu Rektor III pun tiba di lokasi, Sambutan Ketua Umum ( Aku Sendiri), Sambutan PR III dan Sambuatan serta dibukanya secara resmi kegiatan oleh Rektor Universitas Negeri Makassar.
Aku duduk diantara pimpinan Universitas Negeri Makassar tersebut sambil berbincang tentang kelembagaan dan dunia kemahasiswaan secara umum. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari sinergitas visi misi lembaga kemahasiswaan denga visi universitas, harapan mahasiswa dan harapan pimpinan, bahkan potensi yang belum termaksimalkan untuk bersaing dengan kampus-kampus lain di luar Sulawesi.

Foto Bareng Setelah Kegiatan
(Maaf yang lagi bersih-bersih gak kebagian foto) Hehehe
  

Kita bisa kawan, karena kita punya keinginan dan semangat.

Kamis, 13 September 2012

Merekam Senyum

Senyum
Jam di Arloji saya telah menunjukkan pukul 00.15, jemari saya masih menari di keyboard laptop saya. Aku sebenarnya tak sibuk dengan tugasku namun saya menanti sesuatu dari seseorang yang sebenarnya saya anggap spesial. Tak ada pertanda akan hal itu, inginku mananyakan apakah dia lupa? tapi aku tak ingin karena stimulus ia mengatakan itu. Kuingin itu lahir dari karena ia memang ingat dengan saya. Waktu pun berlalu dengan begitu cepat, akukini sendiri di sudut kamar ditemani dengkuran sahabat yang lelah karena kesibukan mereka siang harinya.Aku sudah melupakan semuanya, ah mungkin ia sudah tidur! pikirku saat itu.Tiba-tiba sepotong lilin datang dengan alunan lagu yang bagi saya sangat klasik "Happy Birth Day to You". Hadirmu dini hari itu memberi senyum yang akan terekam sekarang dan nanti, senyummu saat itu adalah senyuman yang ingin kulihat selalu sekarang dan nanti. Kita pun meniup lilin tersebut secara bersamaan dan aku harus bertanya mengapa mesti kau harus mengharu biru di malam ini? Kau tak menjawabnya, dan akupun tak mau memaksamu tuk mengatakan alasannya. Yah sudahlah, mungkin ada harap yang kau simpan untukku sekarang dan nanti.

Unik! itu hal terucap dariku saat kau berikan Pir dan Apel yang katamu itu adalah buah kesukaanmu. Kau kupas dengan dengan lembut yang kemudian kau berikan untukku kemudian untukmu lagi. Aku menyela pembicaraan? saya kira kamu lupa? tanyaku. Mana bisa aku lupa. jawabmu dengan cuekmu yang khas. Kenapa mesti buah pear dan apel? aku ingin aku beda dengan mereka. Kita pun kembali dalam suasana yang hening saling berbagi indah dan senyum. Ingin kurekam senyummu saat itu, tersungging dengan alami dengan lesung pipitmu. Setelah cukup lama kita bercengkrama kita pun harus berpisah.

Pagi hari aku kembali pada hariku seperti biasanya, kulihat garis waktuku di profil Facebook telah penuh dengan ucapan dan doa pengiring. Tak ada yang cukup spesial namun sangat membahagiakan mendapat ucapan dan doa dari para sahabat.

Malam pun tiba, setelah seharian disibukkan dengan beberapa aktivitas aku segera pergi ke temapt tidur. Seperti biasa saya menatap layar laptopku yang setiap malam menemaniku, sementara sauadaraku (sahabat nalar) masih berbincang tentang tema yang beraneka ragam di luar sana. Tiba-tiba sebuah surprise kaliian berikan, sebuah kue Ulang tahun dengan namaku tertulis diatasnya, "selamat ulang tahun Pak Ketua" kata kalian. Aku hanya bisa terdiam, terharu dan menahan sisi melan yang sebenarnya ingin membuncah. Aku tak tahu maksud dari tujuh buah lilin di atas kue itu, tapi kuanggap saja kalau kalian tahu aku suka dengan angka tujuh (Hehehe). Harapan pun terucap malam itu. Acara pun dilanjutkan dengan hal yang tak perlu saya ceritakan. Cukup aku dan kalian yang merekam semuanya. Terima kasih atas semua senyuman, doa dan surprise ini.

Tulisan untuk seorang yang spesial yang telah memberikan senyum di malam itu, sahabat dan lebih tepatnya saudaraku yang memberikan hal yang tak kuduga sebelumnya dan untuk pesan singkat yang dikirimkan oleh sahabat lamaku dari bumi Sawerigading dan adek saya di lokasi KKN nya, serta semua ucapan dan doa di time line Facebook saya. Thanks yah sob.

Sabtu, 08 September 2012

Koruptor juga Teroris

Sumber
Sebelas tahun yang lalu tepatnya 11 September 2011 semenjak aksi peledakan Menara Berkembar World Trade Center (Pusat Dagangan Dunia) di Bandar Raya New York yang diduga dilakukan oleh kelompok Al-Qaedah, namun gaung dari peristiwa tersebut masih terdengar sampai saat ini. Efek dari peristiwa tersebut tentunya tidak dirasakan hingga saat ini, berbeda halnya dengan korupsi yang efeknya memang tidak dirasakan secara lansung oleh masyarakat tetapi memberikan efek yang berkelanjutan. Sebuah peristilahan yang saya buat untuk kedua hal tersebut adalah teroris membunuh dengan bom sedangkan teroris membunuh dengan               dasi, kedua  teroris dengan sekejap sedangkan koruptor membunuh bagai menebar racun biologis, pelan, massif, dan pasti.

Abai dan Terabaikan

Sebuah hal yang sangat miris jika melihat penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia adalah penanganannya yang sangat lambang, bertele-tele dan tidak secara tuntas. Sebuah kasus korupsi bernilai miliaran rupiah dengan mudahnya akan hilang dan tertutupi oleh kasus-kasus kecil seperti misalnya isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau bahkan isu teroris yang kemungkinan saja hanya berupa by design oleh kelompok-kelompok tertentu. Rakyat seakan dimainkan untuk berpikir bahwa kasus tersebut telah selesai dan tidak perlu lagi dipikirkan. Jika dibandingkan dengan penanganan kasus terorisme, hal tersebut tentunya sangat jauh berbeda. Lihat saja berita tentang Osama bin Ladem yang hingga saat ini namanya masih bergema tak kala mendekati tanggal 11 September, Nurdin M Top yang kasusnya tetap diusut hingga ke akar-akarnya meskipun Nurdin M Top sendiri telah tewas dan kasus-kasus lainnya yang berujung pada keberhasilan penuntasan kasus terorisme. 

Pertanyaan yang paling mendasar dari perbandingan kedua kasus tersebut adalah apakah pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan  kasus tersebut serius untuk menuntaskan hingga ke akar-akarnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia seperti halnya penuntasan kasus-kasus terorisme? Jika dilihat dari sisi pemikiran kritis maka kita akan menyimpulkan bahwa pemerintah dan pihak-pihak terkait telah “abai” untuk hal tersebut. Sebagai contohnya kasus Gurita Cikeas atau Bank Century yang hingga saat ini belum ditemukan ujung pangkalnya, kasus korupsi Simulator SIM, bahkan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang terjadi pada September 1997 yang sampai saat ini masih terasa efeknya juga belum selesai bahkan kasusnya telah tenggelam oleh kasus-kasus lain yang juga belum mampu dituntaskan. 

Ancaman hukuman yang berat serta pencopotan jabatan secara struktural dan fungsional seakan tak memberikan efek jerah kepada para pelaku korupsi maupun calon generasi koruptor. Hal tersebut terjadi karena mereka melihat bukti secara empiris yang melihat para senior-seniornya masih melenggang dengan bebasnya di luar sel tahanan padahal mereka telah terbukti menjadi tersangka kasus korupsi. Ini tentunya akan memberikan efek buruk kepada orang-orang yang mungkin sebelumnya tak memiliki niat untuk melakukan korupsi, tapi melihat lemahnya penanganan kasus korupsi di negara ini sehingga ia pun berubah haluan. Toh, mereka berpikir bahwa ancaman hukuman hanya sekadar gertakan sambal belaka.

Perbandingan Efek

Pemikiran praktis dari masyarakat dan mungkin juga pemerintah sehingga sangat ambisius dalam menangani kasus-kasus terorisme, namun seakan mati kutu dalam menangani kasus-kasus korupsi adalah terorisme berkenaan lansung dengan keamanan negara dan juga berkenaan lansung dengan nyawa masyarakat. Sebuah pemikiran yang tepat menurut penulis, namun masih keliru jika menganggap bahwa kasus korupsi tidak berkenaan dengan keamanan negara, nyawa rakyat, kemisikinan serta kebobrokan moral.  Hal tersebut tentu saja dapat saling berkaitan, tengoklah kasus yang sering kali muncul dalam berita-berita nasional yang selalu membandingkan antara pencuri kelas teri dengan pencuri kelas kakap. Contohnya kasus seorang nenek yang mencuri singkong yang kemudian selau diperbandingkan dengan kasus korupsi oleh pencuri kelas kakap baik dari segi jumlah maupun dari segi beratnya hukuman. Padahal jika melihatnya secara cermat bisa saja sebuah hipotesa terlahir bahwa keboborokan moral masyarakat dipicu oleh keboborokan moral pemimpin yang menjadi modelnya. Hal tersebut tentunya tidak mustahil melihat sisi pemikiran manusia yang selalu cenderung untuk meniru sifat pemimpinnya atau yang menjadi model bagi dirinya. Efek lain yang ditimbulkan adalah efek sistemik berupa kemiskinan, kasus korupsi pada September 1997 yaitu kasus Likuiditas Bank Indonesia atau lebih dikenal dengan istilah BLBI yang efeknya masih terasa hingga sekarang berupa tingginya utang luar negeri Indonesia yang tentunya berakibat pada melemahnya perekonomian nasional. 

Sedangkan jika kita melihat efek dari isu terorisme seperti pada kasus bom bali, JW Marriot dan kasus terbaru yaitu kasus isu terorisme di Solo memang memberikan efek rasa takut serta was-was lansung kepada masyarakat tetapi tidak berdampak secara sistemik atau berkelanjutan. Ada efek secara tidak lansung yang diakibatkan seperti penurunan jumlah wisatawan karena alasan keamanan seperti yang terjadi pasca bom Bali, tetapi hal tersebut tidak berlansung lama. Penulis dalam hal ini tidak bermaksud mengatakan bahwa penanganan kasus terorisme tidaklah penting, tetapi justru berpikir bahwa “kasus terorisme yang pelik dan menggunakan senjata saja bisa diselasaikan mengapa kasus korupsi yang hanya mengandalakan dasi dan kursi jabatan kok tak bisa diselesaikan?”

Ketegasan Tindakan

Ancaman hukuman penjara seumur hidup tidak akan mampu memberikan efek jerah serta menhentikan aksi korupsi di Indonesia jika tidak dibarengi dengan aplikasi nyata dari ancaman hukuman tersebut. Sehingga tak perlu ada peninjaun kembali tentang hukum yang mengatur tentang hukuman bagi para pelaku korupsi, sebab sebenarnya jika ditinjau dari segi aturan tertulis sudah cukup jelas dan sudah cukup ideal hukum tersebut. Hanya saja dalam segi pelaksanaan dari hukum tersebut yang kadang menyimpang dari aturan.

Kedua, Pengusutan sebuah kasus korupsi haruslah sampai pada akar dari kasus tersebut, sehingga tak seperti memotong ranting sebuah kasus sedang batang dan akarnya masih dibiarkan untuk tumbuh. Hal tyersebut masih sangat terlihat dari penanganan kasus korupsi di Indonesia, seperti pada penanganan kasus Gayus Tambunan yang seharusnya menyeret nama lain yang merupakan batang dan akar dari segala kasus. 

Ketiga, Pengosentrasian penanganan sebuah kasus, sehingga tak akan ditenggelamkan oleh kasus-kasus lain yang mungkin saja merupakan penagalihan isu dari pihak-pihak tertentu.

Dari beberapa hal tersebut maka perlu dijalin sebuah kerja sama antara masyarakat, media massa, serta pihak-pihak yang bersangkutan agar kiranya tetap melakukan pengawasan serta menindaklanjuti kasus-kasus yang belum terselesaikan. Sehingga nantinya penanganan kasus korupsi dapat seintegratif penaganganan kasus isu terorisme.

Rabu, 05 September 2012

Api dan Hangatnya

Sumber
Hay Bintang, lama tak bercerita padamu. Rasanya aku rindu dengan manjamu, celotehmu, senyummu, dan semua tentangmu. Hari ini aku ingin bercerita padamu tentang Api. Yah api! Tak usahlah kau bertanya tentang siapa api, mengapa harus api dan ada apa dengan api? Api itu adalah temanku, sahabatku, atau mungkinn kekasihku. Aku pernah bercerita panjang dengannya hingga ujungnya  ia pun mengoceh panjang lebar hingga lewat tengah malam. Tiap kali ia berceloteh aku seakan ingin mendengarnya lebih lama dan lebih lama lagi. Ini mungkin terdengar aneh, mengapa aku senang dengar ia mengoceh.

Kadang, ketika ia tak berbinar aku menuangkan secarik kertas dengan gambar wajahku yang seakan mengejek dirinya :P. Yah, aku sengaja akan hal itu. Aku kadang rindu dengan hangatnya atau bahkan panasnya. Kadang ia pun mampu memberikan hangatnya padaku, walau kutahu saat itu ia tak cukup panas untuk menhangatkan dirinya. Aku senang telah mampu memegang panasnya dan menyimpannya dalam hati, kadang panas itu saya jadikan penyulut kadang aku beku dalam kekosongan dan kehampaan.

Api pernah berkata padaku kalau ia punya mimpi untuk membangun rumah mungil dari kayu dan ia akan memberikan hangatnya untuk keluarga kecil kami nantinya. Ia tak ingin rumah yang besar, karena katanya ia takut kalau hangatnya tak mampu menghangatkan aku dan anak-anak kami kelak. Aku pun pernah berpikir akan hal itu, kami pun tak mau membuat rumah yang sangat tinggi, cukuplah dua lantai. Lantai pertama adalah tempat kami akan saling berbagi hangat dan lantai ke dua kami akan buat balkon  tempat kami bertanam rumput layaknya taman mungil serta melihat bintang di sana. 

Hari itu mungkin kami akan seperti Raggiana Bird of Paradise dalam kehangatan pohon Boab Prison. Kami akan berlindung dan saling berbagi sayang dalam peluknya dan di pucuknya kami akan saling berbagi mimpi dan harapan. Hari itu mungkin kau tak akan mengoceh lagi tentang jadwal makanku, sakitku, cuekku dan mungkin pula kekakuanku. Sebab, aku tahu bahwa engkau nantinya mampu melebur semuanya itu dariku. Sebab kau api yang hangat dan akan tetap memberi hangat untukku. 

Tetaplah pada dirimu, tetaplah menjadi api yang manja, api yang cerewet dan api yang hangat.

Senin, 03 September 2012

Perahu Kertas



Sumber
Masih ranum pagi ini, aku kembali bergulat pada asa yang semakin meninggi, hingga terlahir sebuah melodi yang sangat ingin kudengar kembali. Kemarin aku mendengarnya secara tak sengaja lewat Mp3 yang diputar oleh temanku. Liriknya sederhana namun otakku seakan me recall semua memori masa lampau kala aku mendengar lagu itu. Aku hanya ingin menuliskan lirik lagunya dalam tulisanku kali ini agar aku mampu mengingatnya nanti bahwa lagu ini pernah mengingatkanmu tentangmu (Untuk seorang wanita yang sangat senang membaca novel Dee)



Perahu Kertas
Oleh : Maudy Ayunda

Perahu kertasku kan melaju
Membawa surat cinta bagimu
Kata-kata yang sedikit gila
Tapi ini adanya

Perahu kertas mengingatkanku
Betapa ajaibnya hidup ini
Mencari-cari tambatan hati
Kau sahabatku sendiri

Hidupkan lagi mimpi-mimpi
(cinta-cinta) cita-cita
Yang lama ku pendam sendiri
Berdua ku bisa percaya

Reff:
Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

Tiada lagi yang mampu berdiri halangi rasaku
Cintaku padamu…

Sabtu, 01 September 2012

Bahasa Indonesia dalam Sejarah


Sumber

Membincang persoalan bahasa daerah dan eksistensinya, maka saya teringat pertemuan pertama saya dengan seorang mahasiswa yang kemudian saya tahu asal daerahnya dari Bone, sebuah wilayah yang menggunakan Bahasa Bugis sebagai bahasa sehari-hari. Saya pun mencoba berbincang dengan dia dengan menggunakan Bahasa Bugis tapi di luar dugaan saya, ia ternyata tidak dapat berbahasa Bugis. Setelah saya telusuri, ternyata ia telah lama tinggal di Makassar yang notabene merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Saya pun berpikir, apakah ketika kita meninggalkan daerah asal kita, maka semua identitas yang menyangkut asal daerah kita juga harus ditanggalkan termasuk “bahasa ibu” kita? Saya ingin lanjut untuk bertanya kepada mahasiswa tersebut mengenai kebudayaan daerahnya, adat istiadat, upacara adat yang dimiliki oleh daerah asalnya. Tapi jangankan budaya, adat istiadat, atau  upacara adat atau warisan leluhur lainnya, Bahasa Bugis saja tak mampu ia kuasai apalagi yang namanya budaya daerah. Mungkinkah kebanggaan terhadap etnis bagi masyarakat urban sudah tak berlaku lagi? Padahal bila dipikir, etnis merupakan sebuah hal yang patut dibanggakan selain dari agama dan Negara.

Hal tersebut bukanlah sebuah hal baru dan asing . Itu sudah lumrah dan hampir terjadi di setiap daerah di Indonesia.  Hal tersebut disebabkan oleh jumlah bahasa di Indonesia yang sangat banyak yaitu 726 ragam bahasa, terdiri dari 719 bahasa lokal/daerah (masih aktif digunakan sampai sekarang), 2 bahasa sekunder tanpa penutur asli, dan 5 bahasa tanpa diketahui penuturnya [1].

Kekayaan akan bahasa tersebut merupakan sebuah aset negara yang tak terhitung nilainya. Selain berkedudukan sebagai bahasa interetnik, bahasa daerah juga berfungsi sebagai salah satu penopang nasionalisme bangsa. Jadi, jelaslah bahwa tak hanya Bahasa Indonesia yang perlu dibudayakan, melainkan bahasa daerah juga. Sebenarnya bahasa daerah pernah menjadi kebanggaan bagi masyarakat penuturnya sebelum diakuinya bahasa “Melayu Riau” sebagai bahasa persatuan dan bahasa pemersatu bangsa.

Tersebutlah tanggal 28 Oktober 1928 sebagai hari dicanangkannya sebuah bahasa di daerah Melayu Riau yang awalnya merupakan bahasa kerajaan di daerah tersebut sebagai bahasa persatuan sekaligus bahasa pemersatu bangsa. Berawal dari hal tersebut, maka dimulailah babakan baru dalam hal komunikasi interetnik maupun komunikasi antaretnik. Sebuah hal yang memberi perubahan besar bagi bangsa yang berjuluk negeri seribu satu pulau ini.

Dalam masa kejayaan Bahasa Melayu Riau yang kemudian dikenal sebagai “Bahasa Indonesia” telah banyak perubahan besar yang terjadi di negara yang memiliki ratusan bahasa dan kebudayaan daerah ini. Perubahan tersebut berupa  dominasi bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian dan bahasa untuk berkomunikasi lintas etnik. Namun, dominasi tersebut tak seharusnya menggiring kepunahan ratusan bahasa daerah. Hal itu karena mengingat fungsi dan entitas bahasa daerah itu sendiri yang tak kalah pentingnya jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia, yaitu sebagai pilar utama penyangga nasionalisme.

Hal tersebut sebenarnya telah diatur Dalam Pasal 42 ayat (1) tentang pemertahanan bahasa daerah. Pemerintah Daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan jaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. (2) Pengembangan, pembinaan, dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sitematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. Pasal tersebut menegaskan bahwa bahasa daerah memiliki kedudukan dan fungsi yang harus dijaga oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah dan lembaga kebahasaan [2].

Bahasa daerah mengalami degradasi yang sangat luar biasa, baik dalam intensitas penggunaannya di masyarakat maupun di media. Hal tersebut memungkingkan terjadinya hegemoni kebudayaan yang akhirnya akan memberi peluang untuk terjadinya penjajahan gaya baru. Penjajahan gaya baru yang dimaksud adalah penjajahan yang sistematis, yaitu penjajahan kebudayaan oleh bangsa lain. Penjajahan ini dimulai dengan tindak perusakan bahasa dan budaya lokal suatu negara, kemudian penjajah melakukan transformasi budaya kontemporernya dengan begitu cepat. Kemudian dilakukanlah langkah untuk melakukan dominasi bahasa dan  budaya sebagai tindak hegemoni kebudayaan. Hal tersebut dapat terjadi jika bahasa daerah dan budaya lokal telah mengalami degradasi, sehingga budaya kontemporer akan mudah sekali menggantikan budaya lokal masyarakat.

Hal tersebut telah diwanti-wanti oleh para pakar bahasa termasuk seorang pakar budaya dan bahasa Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Zainuddin Taha pada acara Seminar Bahasa, ia mengatakan bahwa pada abad ini diperkirakan 50 persen dari 5.000 bahasa di dunia terancam punah, atau setiap dua pekan hilang satu bahasa. Selanjutnya, dikatakan olehnya bahwa kepunahan tersebut bukan karena bahasa itu hilang atau lenyap dari lingkungan peradaban, melainkan para penuturnya meninggalkannya dan bergeser ke penggunaan bahasa lain yang dianggap lebih menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, politik atau psikologis. Di Indonesia sendiri, katanya, keadaan pergeseran bahasa yang mengarah kepada kepunahan ini semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari terutama di kalangan keluarga yang tinggal di perkotaan. Pergeseran ini tidak hanya dialami bahasa-bahasa daerah yang jumlah penuturnya sudah sangat kurang (bahasa minor) seperti Bahasa Torilangi, Kajang, Lise, dan Tolotang, tetapi juga pada bahasa yang jumlah penuturnya tergolong besar (bahasa mayor) seperti bahasa Jawa, Bali, Banjar, dan Lampung, termasuk bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan seperti Bugis, Makassar, Toraja, dan Massenrempulu.

Tetapi rupanya masalah pemertahanan ini tidak menjadi isu besar pada kelompok penutur bahasa mayor. Semuanya dianggap berjalan baik, dan pemertahanan tidak dilakukan sepenuhnya secara sadar. Untuk bahasa minoritas, terpinggirkan, dan terancam punah, masalah pemertahanan bahasa menjadi isu dan mesti dilakukan penuh kesadaran dan dengan berbagai upaya. Karenanya, definisi pemertahanan bahasa yang ada biasanya dikaitkan dengan pemertahanan bahasa untuk bahasa terdesak/minoritas, yang didalamnya terkandung usaha terencana dan sadar untuk mencegah merosotnya penggunaan bahasa dalam kaitan berbagai kondisi tertentu, yang bisa mengarah ke perpindahan bahasa (language shift) atau ke kematian bahasa (language death), [3]. Apabila bahasa telah mengalami kematian maka upaya pemertahanan bahasa tidak dapat lagi dilakukan dan ketika hal ini terjadi maka bahasa akan mengalami kepunahan.

Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sehingga perlu dibina dan dipelihara.hal tersebut karena bahasa daerah memiliki peranan yang luar biasa dalam memberikan identitas pada suatu negara. Oleh kerena itu, untuk menjaga peran dan entitas tersebut maka perlu dilakukan pembinaan dan pemeliharaan dalam bentuk yang riil dan berkelanjutan serta tidak mengurangi entitas bahasa daerah tersebut.

Pemerintah di setiap daerah di Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis untuk mencegah kepunahan bahasa daerahnya. Beberapa daerah yang telah melakukan upaya pemertahanan bahasa diantaranya yaitu Jawa Barat dengan menerbitkan tiga peraturan daerah (Perda), yaitu: (1) Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemeliharaan bahasa, sastra dan aksara daerah, (2) Perda Nomor 6 Tahun 2003 tentang pemeliharaan kesenian, dan (3) Perda Nomor 7 Tahun 2003 tentang pengelolaan kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisional dan museum [4]. Tiga serangkai perda di atas ditandatangani Gubernur Jawa Barat pada 13 Januari 2003 dan merupakan fondasi kebijakan perencanaan bahasa yang menempatkan bahasa daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi atau politik kebudayaan daerah. Peraturan daerah seyogianya segera diikuti dengan pembentukan tim perencana bahasa daerah yang beranggotakan para pakar terkait seperti ahli perencanaan bahasa, linguistik, sastra, seni, pengajaran bahasa, penerbitan, naskah, dan kebudayaan. Karena kebudayaan etnis dibangun melalui bahasa etnis, maka bahasa etnis harus direkayasa, yakni dipertahankan dan diberdayakan melalui strategi kebudayaan sebagai upaya revitalisasi jati diri untuk menunjang kebudayaan nasional. Ini merupakan sebuah langkah besar dalam upaya pemertahanan bahasa daerah, tetapi hal tersebut tidak terlalu memberikan dampak yang siginifikan, karena kebijakan tanpa aplikatif tidak akan menghasilkan apa-apa

Melihat fenomena tersebut, saya berpikir bahwa pencegahan kepunahan bahasa tak seharusnya diambil dari atas ke bawah, yaitu berupa lahirnya UU tentang kebahasaan, Perda, dan kebijakan-kebijakan lainnya. Melainkan harus dimulai dari sumbernya, yaitu pembelajaran bahasa daerah kepada generasi penerus penutur bahasa daerah tersebut.

Hal tersebut harus dimulai di lingkungan penutur bahasa daerah tersebut, sekolah-sekolah, maupun pembelajaran nonformal lainnya. Pembelajaran tersebut secara khusus ditujukan bagi pengembangan pendidikan masyarakat penutur bahasa daerah dengan memanfaatkan kekayaan bahasa ibunya sebagai sumber belajar yang fungsional dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung.
Program pembelajaran keaksaraan melalui bahasa ibu ini menggunakan tingkatan kelas sebagai berikut
  1. Tingkat 1, kelas untuk warga belajar pemula yang hanya mampu berbicara (atau sebagian besar) dalam bahasa ibunya, (mother tongue).
  2. Tingkat 2, kelas untuk warga belajar yang ingin lancar menulis dan membaca dalam bahasa ibunya.
  3. Tingkat 3, kelas untuk warga belajar yang sudah siap mentransfer keaksaraan dalam bahasa mayoritas yaitu bahasa Indonesia.
  4. Tingkat 4, kelas untuk warga belajar yang dapat melanjutkan pembelajarannya baik dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa mayoritas (bilingual).


Materi pembelajarannya memadukan antara kekayaan bahasa ibu dengan kecakapan hidup (life skills), diantaranya adalah: menyanyi lagu bahasa daerah, menulis peribahasa daerah,  menulis surat berbahasa daerah, dan dongeng asal muasal lokasi setempat. Komunitas tersebut tak hanya diajarkan untuk dapat melestarikan bahasanya, tetapi juga diajarkan keterampilan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar komunitas tersebut tak hanya memilki kecakapan hidup, tetapi juga mampu memelihara bahasa dan budayanya.

Dalam proses belajar mengajar tutor menggunakan strategi belajar, membaca, menulis, berhitung, diskusi, dan aksi. Penggunaannya fleksibel sesuai situasi dan kondisi materi yang disampaikan tutor. Bahkan, terkadang menggunakan alat musik dalam seni daerah. Artinya, semua bahan belajar tersebut sedapat mungkin diambil dari pengembangan tradisi lokal.

Ini merupakan sebuah solusi kongkrit dalam upaya pemertahan bahasa daerah, selain dari pembentukan komunitas-komunitas binaan tersebut upaya lain yang mesti dilakukan yaitu pengajaran bahasa daerah di sekolah sebagai bahasa pengantar pendidikan tingkat awal. Bahasa pengantar yang saya maksudkan disini yaitu penggunaan bahasa daerah di sekolah bagi anak-anak sekolah kelas satu sampai kelas tiga, ini merupakan sebuah upaya pentransformasian arti bahasa daerahnya ke bahasa mayoritas yaitu bahasa Indonesia.

Tak hanya berhenti sampai disitu upaya tersebut harus berkesinambungan dengan memasukkan pelajaran bahasa daerah dalam mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) yang merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. hal ini agar pemahaman terhadap bahasa daerah tak hanya sebatas mengetahui arti dan makna kata, tetapi dalam bentuk aplikatif dan produktif juga dipahami. Misalnya bagi masyarakat Bugis mampu mengenal, memahami dan melafalkan elong ugi, ada pappaseng, parikadong dan budaya-budaya tutur lainnya.

Hal tersebut perlu dilakukan, jangan sampai manusia Indonesia kehilangan ke-diri-annya. Ia diideologisasi untuk terus mengarahkan pandangannya ke barat. Menganggap identitas kebangsaan sebagai sesuatu yang kolot, jauh dari imaji modernitas sebagaimana tawaran ideologi televisi. Inilah sebuah pilihan yang mesti diambil yaitu menjadi manusia bermakna atau menjadi identitas “diri” identitas merk (kata lainnya; “saya adalah apa yang saya kenakan”).

Catatan Kaki:
[1] Lewis, M. Paul (ed.), 2009. Ethnologue: Languages of the World, Sixteenth edition.  Dallas, Tex.: SIL International.
[2] Widiyanto, 2010
[3] Nahir 1984; Marshall 1994, dalam Arka 2010
[4] Alwailah, 2010 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...