Selasa, 23 April 2013

Bimbang

Bimbang, mungkin itulah aku saat ini. Aku tak mengerti apa yang harus aku lakukan, seakan aku berada pada dua, tiga atau empat pilihan yang sangat sulit. Ini bukan cerita mengenai buah simalakama, namun ini hanyalah sebuah cerita tentang seorang lelaki yang dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Cerita tentang buah simalakama adalah cerita yang efeknya telah diketahui jika memilih satu diantara dua pilihan tersebut, namun aku berbeda. Aku sama sekali tidak tahu mana yang harus aku pilih dan apa efek dari pilihanku tersebut. Ini sangat berbeda dengan pilihan-pilihan sebelumnya, dulu aku sangat yakin pada setiap pilihanku atau mungkin saja aku memilih karena tak ada piihan lain. 

Aku sebenarnya masih berada pada bayang-bayang sang Andromeda, dan aku merasa sangat sulit memilih karena sebelumnya aku telah menemukan sosok yang sempurna bagiku. Aku memang tak bisa memungkiri bahwa perbandingan selalu ada padaku. Mungkin aku tak akan menemukan sosok yang lebih indah dari sang penyuka ilalang itu. Tapi, apakah aku harus selamanya berada pada persimpangan ini dan seolah memberikan harapan pada empat arah itu. Aku seakan berada sebuah perempatan jalanan, sedang aku berada di tengah dan tak tahu arah mana yang akan saya pilih Utara, Selatan, Barat, atau Timur. Akupun semakin sulit memilih karena bayangan serta memori masa laluku masih sangat jelas menempel. Aku tak mengira selam hampir lima bulan setelah semuanya berakhir di pertengahan Desember bayangnya serta memori masa laluku tenmtang dia masih sangat segar.

Aku kadang membuka beranda FBnya, menulis status tentangnya walau kadang aku samarkan dengan panggilan bintang. Tapi aku tahu kalau dia tahu siapa yang aku maksud. Mungkinkah ia merasakana hal yang sama denganku? Ah mungkin saja tidak. Aku kan sudah membuat luka yang terlalu dalam untuknya,. Aku berharap ia tak mengingatku supaya ia tak semakin benci padaku. Aku tak tahu apa yang kucari saat itu dan saat ini. Dulunya aku telah memiliki seorang sosok yang tak bisa aku jelaskan dengan kata, namun aku masih mencari. maka tepatlah kisah yang diceritakan Aristoteles mengenai seorang pemuda yang mempertanyakan tentang cinta sejati yang kemudian ia disuruh untuk berjalan di hutan dan mengambil ranting yang paling bagus menurutnya. Namun, semakin ia mencari maka semakin ia melihat sesuatu yang lebuh indah dari apa yang pernah ia lihat. hingga akhirnya......



Selasa, 16 April 2013

Rasa yang Tak Tuntas

Lelaki yang malang dengan malam sebagai perisai hatinya. Malam tak berarti gelap baginya karena malam adalah waktu yang tepat untuk dapat merengkuh dan mengotak-atik seluruh alam tak nyatanya. Ia selalu berdiri menantang langit dan bintang dan sesekali mengeryitkan dahinya saat sebuah batu langit habis terkikis oleh lapisan atmosfer di atas sana. Ia kini telah ragu akan apa yang pernah ia percayai, ia dulu sangat yakin akan mitos jika ada sebuah bintang jatuh maka berdoalah kelak doamu itu akan jadi kenyataan. Dahinya yang mengkilap diterpa cahaya lampu petronas yang tergantung bebas di beranda rumahnya malam itu seakan menggambarkan betapa hari ini ia lalui dengan penuh penat di kepalanya. Ekspresinya kini berubah, ada sebuah keanehan yang terjadi. untuk pertama kalinya ia menarik ujung bibirnya untuk saling berjauhan membentuk sebuah garis lengkung yang sudah sangat lama tak pernah ia lakukan. Ia mendongakkan kepalanya menantang langit yang kini telah berubah menjadi kelam tersapu oleh awan hitam pembawa hujan di awal April, ekspresinya masih sama namun sebuah suara lembut terucap dari bibirnya. "Terima kasih untuk  waktumu malam ini" adalah kata yang terlontar bebas dari bibirnya.

Entahlah, apa yang telah ia alami malam itu hingga mampu membangkitkan lagi gairah yang sudah satu triwulan terkubur. Adakah wanita yang sudah mampu mengais kembali serpihan-serpihan hatinya yang dulu telah terkubur dengan rapi? Ataukah malam telah mengutus Afrodit untuk menemaninya menuntaskan semua yang belum tertuntaskan pertengahan Desember tahun lalu? Semuanya terasa buram layaknya kaca jendela yang terkena uap udara panas dan dingin.

Rintik hujan kini mulai jatuh membuat sebuah gelombang di air tergenang depan rumah, satu gelombang saling bersatu dengan gelombang lainnya. Awalnya berbentuk gelombang dengan lingkaran penuh namun saat bertemu dengan gelombang lainnya menjadi sebuah gelombang yang abstrak. Resonansi bunyi dari genteng yang ditabrak oleh rintik hujan pun kini beradu pacu dengan suara gemericik genangan air depan rumah. Semuanya kini membentuk sebuah irama tanpa peduli pada lelaki yang masih terduduk menantang langit. Bintangnya kini telah hilang berganti dengan hujan yang sebenarnya bukanlah sebuah substitusi yang sempurna. Bukankah hujan adalah pelengkap malam ketika kejenuhan akan bintang telah hadir?



Selasa, 02 April 2013

Selamat Ulang Tahun Bintang

Kau adalah Bintangku, namun berbeda dengan bintang. Kau terlalu manis untuk ukuran sebuah bintang. Tak terasa sudah dua tahun sejak pertama kali kita bertemu di Pulauku "Sulawesi". Seiring berjalannya waktu, banyak cerita, kisah, tawa, senyum, dan tangis yang telah kita lewati bersama. Aku masih sering memandangi  foto wajahmu di Handphoneku, yah masih sama seperti dahulu. Kadang pula aku menunggu panggilan nama akrabmu padaku "Han". Sayang, aku telah membuat luka yang terlalu dalam untukmu hingga mungkin luka itu tak mungkin akan sembuh dengan ribuan siraman maaf. Satu hal yang bisa aku syukuri saat ini yaitu kau masih ikhlas tuk memberikan senyumanmu padaku, icon yang begitu khas di setiap akhir pesanmu  "^_^".

Cinta, rindu, dan sayang mungkin kini hanya menjadi sebatas kata usang yang tak lagi berlaku, namun aku yakin kita menyayangi bukan karena kata tapi karena rasa. Bintang, hari ini adalah hari ulang tahunmu, maaf tak bisa ada di sampingmu di hari bahagiamu dan maaf belum ada yang bisa saya berikan untukmu saat ini. Aku hanya bisa menitipkan doa dan harapan indah padamu.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...