Senin, 25 Februari 2013

Pagi Ini

Pagi ini matahari begitu angkuh tuk menampakkan wajahnya di depanku, hanya biasnya yang dengan santainya menerobos masuk ke dalam kamarku dari celah-celah jendela yang tidak tertutup rapat. Bias yang tak hanya mengobrak-abrik seluruh sisi gelap di ruang sempit tempat aku bernostalgia dengan kenangan-kenagan yang baru kemarin "aku dan kamu" rangkai, tapi juga mampu menembus serabut-serabut saraf kecil dan aliran darah di kelopak mata yang masih enggan untuk terbuka. "Ah, masih terlalu pagi" pikirku, toh hari ini aku enggan beranjak dari pembaringanku. Aku masih ingin menikmati dekapanmu, suara manjamu, sinismu dan tatapan tajammu padaku saat kau meminta penjelasan dariku. Semua itu masih terlihat jelas di mataku, tapi bukan saat aku membuka mata tapi saat aku terlelap.

Kemarin dan dua hari yang lalu kita masih sempat bercengkrama, berbincang dan kadang diselingi dengan pertengkaran-pertengkaran kecil yang menurutku masih wajar. Saat mentari telah beranjak dari jarak terdekatnya dari bumi, kita pun beranjak meninggalkan tempat yang telah banyak menggoreskan tulisan-tulisan yang belum sempat aku perlihatkan padamu. Tulisan-tulisan yang dulunya aku ingin berikan di hari spesial nantinya, hari dimana hijau, hitam, dan putih menyatu menjadi warna yang peripurna tanpa ada sekat sedikitpun.Kita beranjak menyusuri lorong-lorong kecil, lorong yang belum pernah aku lewati sebelumnya. Kau dekapkan tanganmu di pinggangku dengan manja, aku pun hanya terdiam dan merasakan setiap gelombang yang kau alirkan melalui tanganmu. Gelombang lembut yang jauh lebih lembut dari nuansa cahaya jingga dan kuning, namun aku harus akui kalau aku terjatuh dalam gelombang kelembutannya.Gelombang yang tanpa dialiri listrik namun mampu membuat jantungku berdegup tiga kali lipat dari biasanya, pembuluh darah pun makin membesar tuk membuat desiran darah ini makin lancar tuk mengalir. Kaupun makin mengeratkan dekapanmu dan kita pun melaju menuju tempat yang menjadi tujuan awal kita. Aku layaknya seorang juru kemudi sedang kau adalah navigatornya. Yah maklum saja aku tidak tahu tujuan akhir dari perjalanan ini.

Kita pun akhirnya sampai di sebuah toko tanpa etalase, pengunjungnya lumayan sepi. Aku sebenarnya agak kikuk memasuki ruangan yang cukup legah tersebut, di sekitar hanya kaum hawa yang ada tak ada seorang pun laki-laki dalam ruangan tersebut. Aku hanya duduk tak menemanimu mencari barang yang kau cari, bukan karena malu tapi biasanya selera saya aneh dan takutnya beda dengan seleramu. Tak berselang begitu lama kau membisikkan padaku beberapa kata yang mengisyaratkan bahwa kita harus beranjak meninggalkan tempat itu. 

Selepas dari itu, kaupun kembali menjadi navigatorku tapi kali ini bukan navigator arah tapi navigator hatiku yang mencoba menenangkanku saat emosiku kian membuncah dengan pengemudi yang ogal-ogalan. Sesampainya di sana, aku mengisi kekosongan selah-selah jemariku dengan jemarimu, bukan tuk mengisyaratkan bahwa bisa seperti mereka tapi karena aku hanya ingin membuatmu merasakan bahwa aku ada dan akan tetap ada di sampingmu. Setelah beberapa lama menyusuri ruang-ruang yang dipenuhi dengan lemari-lemari yeng terpajang dan menyusuri celah-celah sempit dimana setiap orang layaknya sibuk dengan dirinya dan tak pernah mau untuk saling menyapa kaupun menemukan apa yang engkau cari. Satu kata yang sebenarnya membuatku terparanjak saat kau ucapkan kata "maaf" telah merepotkan. Kenapa mesti ada kata itu saat aku dan kamu telah menikmati kebersamaan ini? Apakah jarak antara kita masih terlalu jauh?

Kita menikmati malam yang tak biasanya. Aku mengajakmu bertemu dengan orang-orang yang aku dan kau kenal. Bukan untuk mengumbar hubungan kita, bukan! Kondisi yang membuat kita harus seperti itu, namun harus aku akui bahwa aku senang kau mau ikut bersamaku, setidaknya kita telah mampu untuk saling meyakinkan. Keyakinan yang tak perlu kita jelaskan panjang lebar.

Saat hari tak bisa dikatakan senja lagi kita bercengkrama dengan suara yang terbawa angin lalu. Aku kadang mencoba menerka dari apa yang kau ucapkan padaku. Kau sandarkan tubuhmu padaku dan maaf  jika aku pada saat itu merasa "telah memilikimu dan akupun adalah milikmu". Malam itupun kita tutup dengan perbincangan biasa dan petanda bahwa aku menyayangimu.




 




0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...