Tampilkan postingan dengan label Esay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Esay. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Juni 2017

Dialog Rasa

Sintaksis Rasa

“Di sudut senyummu aku pernah menemukan pulang, tempat yang hari ini sengaja aku makamkan bersama genangan luka”. Tiba-tiba saja quote tersebut saya dapati dari sebuah aplikasi jejaring sosial. Quote yang begitu ringan, namun sarat akan makna ratapan rasa. Semua orang pasti pernah berkenalan dengan kecewa, entah dia menjadi subjek yang menjadikan kata kecewa itu hadir ataukah mungkin menjadi objek dari kata kecewa itu, dan skenario terkejamnya adalah menjadi parasit timbulnya kata kecewa itu.

Telah lama saya pendam tumpukan rasa ini, rasa yang hadir karena dirimu yang menjadi subjek dari verba kecewa itu dan saya yang menjadi objeknya. Ini bukan kalimat simpleks saja dalam struktur sintaksis, ini telah menjadi sebuah kalimar kompleks, karena telah hadir kata dia yang menjadi pelengkap sebagai tokoh antagonisnya. Ahhhh sudahlah, toh dengan ini semua berakhir dengan bahagia bagiku dan saya harap ini adalah sebuah hijrah rasa yang abadi dan mungkin juga bagimu yang dapat merasakan kebahagiaan temporal. Ahhhh, sepertinya saya terlalu lembut untuk mengatakannya sebagai sebuah kebahagiaan, karena kebahagiaan lahir dari hati bukan nafsu. Mungkin saya lebih cocok menyebutnya sebagai sebuah kesenangan sesaat.

Sumber Gambar

Fase Rasa yang Berulang

“Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni, dihapusnya jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu (SDD)”. Saya ingin menjadi hujan di bulan Juni, yang menghapus semua jejak-jejak kenangan yang pernah kita lewati bersama. Andai Juni telah hilang dari kalender masehi, maka mungkin tak ada lagi jejak yang tersisa tentangmu. Hanya saja Juni masih hadir sebagai pengingat, untung hanya sebagai pengingat dan tak mampu menjadi pengenang.

Ini hanyalah sebuah fase bukan siklus, titik dimana saya berpindah dan tidak akan kembali. Kau pernah melontarkan kata sesal, bukankah sesal memang adalah sebuah efek logis dari kata kecewa. Sayangnya apriori telah lebih dulu hadir di diriku daripadi empati. Karena bagiku menjadi “Setia” itu bukanlah sebuah perkara sulit, lantas jika itu tidak bisa dilakukan apalagi yang bisa diharapkan dari sebuah pasangan.

Hijrah Rasa

Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak QS. An-Nisaa 100). Potongan ayat ini was a candle in the dark for me. Kita memiliki harapan dan cita-cita karena kita perca
ya bahwa Tuhan itu ada. Saya pernah terjatuh, bahkan bisa dikata bahwa saat itu saya berada di sebuah titik nadir kehidupanku. Tapi, bukankah keindahan puncak tidak terlihat di puncaknya tapi justru di lembahnya.

Chemistry”, dulu saya salah tafsir tentang kata ini. Kesadaranku akan tafsir kata ini lahir entah dari mana, stimulus itu hadir mungkin dari sebuah tulisan sederhana bahwa hubungan yang ideal itu tidak “capek”. Capek tidak lahir hanya karena adanya penumpukan asam laktat pada otot tetapi adanya akumulasi antara hal tersebut dengan keadaan psikis yang merasa tidak nyaman. Rasa nyaman lahir dari adanya empati yang saling berbalas. Hubungan adalah sebuah penyatuan individu menjadi sebuah unit, dan inilah yang tidak ada pada kata “Kita” yang dulu dan semoga saya dapati di individu setelah “dirimu”.

“Saya tak mengatakan bahwa dirimu adalah gelap, tapi saya menemukan terang setelahmu”




Kamis, 27 Juni 2013

Masih Mengagumimu

Tetaplah Jadi Bintang dan Biarkan Aku Tetap Mengagumimu
Juni masih hujan, yah tak seperti tahun-tahun sebelumnya. musim kan seharusnya telah berganti. Apakah musimnya sudah tak beraturan lagi ataukah memori jangka panjangku saja yang mulai trouble. Ah, tak usahlah aku berdebat dengan diriku sendiri tentang hal itu. Toh, perdebatan ini tak akan mengembalikan musim seperti sedia kala. Kita bertemu kembali di persimpangan jalan rasa yang terbisukan dan ku tak mau kita berpisah di ujung jalan yang terbisukan pula. Lisankan kalimat, klausa, frase, kata atau cukup dengan morf saja! agar nantinya aku memiliki kesibukan untuk merangkai setiap morf-morf yang kau beri dan kemudian menerjemahkannya sesuai inginku. Kemarin aku memberimu sebuah isyarat merah, bukan abu-abu agar kau faham bahwa aku ingin membawamu pada sebuah kepastian harap. Aku membiarkanmu pulang untuk mengeja kembali setiap abjad yang sempat terlisankan, dan hari tak lagi senja maka istirahatkankanlah dirimu pada matimu yang sementara. Aku tak ingin ada tendensi rasa dariku untukmu, aku membiarkanmu melebarkan sayap-sayap rasamu menerawang jauh melampaui imajimu, atau kalau kau tak mampu untuk itu mari bersamaku menjejali setiap inchi pasir pantai, setiap desibel suara debur ombak, dan setiap gemericik air sungai.

Aku suka caramu tersenyum padaku ketika aku menjadi diriku, tapi kadang aku alfa kapan aku menjadi diriku dan kapan aku menjadi orang lain. Aku selalu saja menemukan cara membuatmu berada pada sebuah pilihan. Ah, pikirku menantang! Aku terlalu ego untuk itu. Aku seakan mengatur Tuhan dengan takdirnya. Aku seakan memaksakan bumi untuk berputar melawan arah rotasinya atau mungkin menantang angin malam untuk menjadi angin laut. Aku memang egois ketika berhadapan denganmu, mungkin karena keterbatasanku untuk pantas bagimu hingga aku harus memilih memaksakan hati dan dan pikirku agar aku terlihat seimbang. Ah, itu apologiku saja barangkali! Bukankah aku sudah terlalu lihai untuk menyakiti tanpa pernah berpikir orang yang aku sakiti. Bukankah aku adalah manusia berhati dingin yang tak tahu arti kehangatan kasih sayang. Aku mungkin memegang satu sisi kontradiktif dunia namun tak bisa melihat satu sisi lainnya bahkan untuk merasakannya aku tak bisa.

Ini semua memang salah, gila, dan sangat tidak logis. Bukankah hati sama seperti tanah. Mengapa harus tanah? Logikanlah hati sebagai tanah dan paku sebagai pencipta sakitnya. Aku pernah menancapkan paku di tanahmu. Satu kali, dua kali, tiga kali, pasti lebih dari itu hingga aku tak dapat lagi menghitungnya. Aku kan manusia berhati dingin yang tak tahu tentang arti hangatnya kasih sayang. Aku terlalu naif menganggap bahwa ketika aku mencabut paku-paku itu maka tanah itu akan seperti sedia kala. Tidak kan, tanah itu berlubang dan retak. Tanah saja akan retak meski pakunya telah tercabut, bagaimana mungkin hatimu akan seperti sedia kala untuk legowo menerima setiap salah yang pernah kucipta. Bukankah aku terlalu arogan untuk itu. Aku ingin menutup tulisanku ini dengan kata yang sangat engaku suka menurutku "Bintang".

"Tetaplah menjadi bintang dan akupun akan tetap menjadi laut, Laut selalu saja mengagumi bintang. Tapi apakah laut ingin memilki bintang dan menyelipkannya dalam palungnya. Iya, itu dulu. Sekarang laut tahu bahwa bintang tak pantas untuk di palungnya, Bintang terlalu rendah untuk berada di dasar laut. Biarlah bintang tetap berada di langit dan biarkan pula laut untuk tetap dapat mengaguminya"



Minggu, 02 Desember 2012

Kunci Kecilku, Sebuah Nama Sebuah Cerita

Ini adalah sebuah cerita tentang kutemukannya kunci surga kecilku. Kunci yang kutemukan tak jauh dari warna ungu tempatku berbaur dengan dunia pengetahuan. Aku mungkin harus menyesal kenapa aku terlambat menemukannya, aku mungkin akan membenci angka 231112. Aku sebenarnya pernah melihatnya sejenak, namun aku tak sadar bahwa itu akan memberiku sebuah perasaan yang tak kutemukan pada objek lain ataukah tempat lain.

Aku dari dulu suka dengan hujan, suka dengan pelangi, suka dengan laut, suka dengan bintang, dan suka dengan gunung. Aku suka hujan karena pelangi tak akan hadir tanpa hujan, hanya dengan hujan sebuah irama rintik akan hadir, hanya dengan hujan kudapat menangis dengan puas tanpa seorang pun yang tahu bahwa air mata telah menetes. Aku suka pelangi karena pelangi hanya hadir setelah gelap menyelimuti langit, hanya karena pelangi bias putih mentari akan menjadi ranah tujuh warna, dan hanya dengan pelangi lengkungan ke bawah akan terlihat indah. Aku suka laut karena hanya di laut gemercik ombak tercipta dengan melodi indahnya, hanya laut yang mampu menenggelamkan angkuhnya mentari dan menggantinya dengan siluet jingga yang menawan, dan hanya laut yang mampu menampung segala resah yang kuingin tuangkan. Aku suka bintang karena bintang hanya akan hadir dalam gelapnya malam dan hanya bintang yang bisa menjadi penuntun bagi pelaut yang tak tahu arah dalam luasnya samudera. Aku suka gunung, tapi entah karena apa. Bagiku kau adalah lebih dari ke semuanya itu.

Kenapa aku mengatakan itu? Jangan tanyakan itu, tapi cobalah lihat apa yang telah kau ubah di diriku. Kau adalah hujanku karena kau telah lahirkan warna, melahirkan melodi dan tempatku untuk meneteskan air mata sepuasnya. Kau adalah pelangiku pengubah bias warna dasarku menjadi lebih beragam dan pengubah lengkungan sedih menjadi lengkungan senyum. Dan kau adalah kesemuanya dari situ dan semuanya dan semuanya. Kan semuanya tak perlu aku jelaskan.

Absurd

Mentari kan selalu indah di awal pagi. Sayap-sayap impian pun selalu mengepak jauh melampaui batas indrawi. Aku menikmati pagiku hari ini, menunggu mentari menjemput gelap. Ah, aku menemukan cahaya dalam gelap. Bukankah itu yang selalu kita cari? cahaya dalam gelap bukan cahaya dalam terang. Iya kan? Aku pun tak tahu kenapa aku rindu akan gelap saat aku mendapat terang, bahkan aku tak pernah merindukan terang. Apakah karena hanya saat gelap aku dapat melihat bintang? Apakah karena hujan tak kan indah jika turun di terangnya siang? Aku hanya mampu berhipotesis dengan semua itu. 

Mungkin, dalam gelap aku bisa melukis wajahmu dalam kanvas dunia khayalku dan dengan kuas imajiku. Kemarin di awal bulan aku telah melukismu dengan kerudung merah, T-Shirt merah dengan jeans putih tulang. Kau terlihat anggun dalam lukisan imajiku itu, senyum alamimu menghias wajahmu pagi itu. Tapi, aku tak mengerti kenapa ada air mata yang menetes? Aku tak tahu kenapa air mata itu bisa hadir. Semoga saja itu bukan karena kesedihan. 

Hari ini aku berharap kita masih bisa bersua entah itu dalam dunia khayal atau dalam dunia lain yang entah apa namanya. Aku tak mau melukismu hari ini sebab kutak ingin ada air mata yang jatuh. Ku ingin kau seperti Dora dan mungkin aku Doraemon. Aku sebenarnya tak begitu faham denagan semuanya, tapi itu terjadi begitu saja. Mungkin karena aliran syaraf dari tanganmu saat menuntunku menuju pintu saat itu yang sampai pada daging kecil dalam tubuhku, atau mungkin karena binar matamu yang penuh tanda tanya saat menatapku, ataukah mungkin caramu menautkan alis padaku? Ah entahlah, tapi yang pastinya bukan karena caramu tertawa seperti apa yang pernah engkau tulis. Ini gila menurutku!

Dora, kau mungkin tak menyadarinya namun sebenarnya ini adalah sebuah kenyataan. Aku tak mungkin menjadi Doraemon seperti apa yang Love Patric panggilkan padaku. Akupun tak ingin menjadi Patric yang memasang wajah lucu hanya untuk sebuah tawa renyah dan garis lengkung di bibir. Satu yang pasti bahwa aku tak ingin ada air lagi yang menetes di pinggir matamu.


#Hahaha,,,, Sebuah tulisan aneh di awal pagi!

Jumat, 30 November 2012

Catatannya

Telah lama sekali aku tak menulis tentang kisah-kisahku, mungkin karena telah berakhir untuk sebuah senyum. Yah, anda dapat berpikir seperti itu. Semuanya mungkin memang telah berakhir, tak ada lagi ikon senyum yang datang setiap mentari menjemput gelap. Aku pun beranjak dari semuanya. Aku menyerah untuk itu. Aku pun menemukan sebuah kalimat dalam sebuah tulisan seorang "Adik" yang bercerita tentang cinta. Katanya seperti ini:

Tahukah anda arti cinta sejati yang sesungguhnya? sebenarnya itu adalah kehampaan. Kalaupun itu hanyalah sebuah kumpulan kata-kata tanpa makna. Inilah sebuah kalimat bijak tentang seorang yang telah dikhianati olehnya.

Aku ingin mengatakan bahwa cinta sejati bukanlah sebuah kehampaan ataukah hanya sebuah tawaran mimpi-mimpi belaka. Aku tak mengerti dan faham secara jelas tentang "Cinta", namun yang kuketahui tentang cinta adalah kebahagiaan, kasih sayang, memberi-menerima dan berbagi. Dia mengatakan itu adalah sebuah kalimta bijak, bagiku bukan. Aku mengatakan bahwa itu adalah sebuah fallacy dalam sebuah pendefinisian yang lahir dari sebuah proses over generalisasi. Bagiku sperti itu.

Ia pun melanjutkannya dengan untaian kata yang sefaham denganku, mungkin dari sini aku mulai mencoba untuk memahaminya bahwa ada sisi terang dibalik sisi gelapnya. Katanya seperti ini:

Walau begitu cinta bersifat relatif, seperti halnya sebuah sungai yang mengalir. Mencari lautan sebagai pelabuhan terakhir.
Dan sesungguhnya…
Cara terbaik dalam memaknai arti cinta adalah dengan memberi. Cinta tidak datang karena manusia saling menerima. Itu ada karena manusia pertama-tama saling memberi, dan akhirnya terbentuklah kata cinta.
Selain memberi, cinta juga memiliki arti di sisi tergelapnya, yaitu memaafkan. Sesungguhnya ini adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia ketika harus memberi maaf. Walau itu harus dilakukan..walau itu harus dimaknai.

Sungai akan mengalir ke lautan. Aku faham tentang hal itu, namun aku tak menganggap bahwa wanita adalah sungai dan laki-laki adalah lautan begitupun sebaliknya. Bagiku itu bukanlah sebuah perbandingan yang layak. Aku pun mulai mengerti tentang arti memberi dan menerima yang kau maksud sebenarnya. Cinta tak hanya terbatas pada wilayah itu, namun ada sisi lain yang mesti difahami yang tak bisa saya jelaskan. Maaf adalah hal yang paling sulit menurutmu, Yah, seperti itulah. Akupun berpikir seperti itu. Aku pun berpikir bahwa maaf tak hanya milik seseorang dan bukan pula kewajiban salah satu pihak. Namun pengertian akan hal tersebut mungkin akan membuatnya terasa mudah untuk diucapkan, namun bukan dalam artian dimudah-mudahkan.

Aku yakin kaupun meragu dengan kalimatmu ini:


Entahlah, yang pasti. Sebagai seorang pria idaman wanita memaafkan setiap kesalahan wanita adalah sebuah tugas dan bukan sebuah hak . Yang perlu kita lakukan sebagai pria adalah cukup membuat cinta sejati terukir di hati paling dalam dan terdingin. Kemudian menunggu dan terus menunggu untuk ditemukan.

Aku katakan kau meragu karena aku yakin bahwa kaupun fahami bahwa rasa pengertian dan perhatian adalah hal yang sangat dibutuhkan, namun akankah hal tersebt hanya menjadi tugas dari sebelah pihak. Akankah jauh lebih indah jika hal tersebut saling difahami? Aku yakin tak akan ada pertengkaran jika itu ada diantara rasa ego yang seringkali hadir dalam hati.

Sebuah pertanyaan yang pernah timbul dibenakku pun kini dipertanyakan. Katanya seperti ini:

Anda tidak percaya cinta sejati?
Itu hal murni karena memang mungkin selama hidup anda tidak pernah menyadarinya. Sesungguhnya cinta semacam itu ada, ada pada setiap sisik di hati anda, ada disetiap mimpi anda dan ada di setiap imaginasi anda.

Aku ingin menjawab bahwa aku percaya dan aku ingin menjawab bukan dengan kata tapi sebuah kepastian, bukan sebuah mimpi dan bukan pula imajinasi.


Catatan pengantar kejenuhan di Sore ini 
 

Senin, 01 Oktober 2012

Tentang Nama

Sumber

Diammu kadang mempesona, namun kadang pula membuatku tak mampu menerjemahkan maumu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan, "Katamu". Kau begitu  keras untuk ingin dimengerti. Lalu kau terus berada dalam keterdiamanmu, tak  mau mengerti akan batas persefsi yang aku punya, Tuhan pun tak ingin aku mengerti akan dirimu. Katamu itu tugas pertama ku untuk dapat kau terima.

Inginku selalu terbatas pada waktuku dan waktumu, ini bukan persoalan jarak dan waktu, tapi ini persoalan ingin atau tak ingin. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Awalnya kita begitu mudah untuk bersua, menuai rasa lewat frase-frase yang kita susun, lewat tatap mata yang kadang harus tertunduk malu, dan lewat tingkah yang kadang harus palsu. Kini frase, tatap dan tingkah itu mulai harus kulupa dan mencari dirimu di sudut lain yang masih susah untuk kutrjemahkan.

Siluet tak pernah putih, karena jingga selalu menemaninya, aku tak faham dan tak bisa mahfum untuk itu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Aku dulu mengira dirimu adalah "Alif" yang hanya berdiri sendiri tanpa "Ba" ataupun "Ta", hingga aku "Sa" berani mentasdikkan diri untukmu. Kenapa mesti abjad lain harus ada sedang "Sa" telah cukup untukmu.

Hitam mampu menodai putih, putih pun mampu menodai hitam, kau adalah putih dan hitamku. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Kesenanganku menjadi hitam telah kau rebut, dan menjadikanku putih. Sedang, saat aku  telah nikmat untuk mencumbui putih kau berubah menjadi hitam. Aku kini berada pada pseoudo diri, menikmati fatamorgana keindahan. 

Air tak pernah berubah dari kadarnya, dan itu inginku untukmu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Kataku". Kita terlalu mudah untuk curiga, bertengkar, dan kemudian kembali ke pembaringan hanya untuk sekadar menikmati sakit. Ego kita berada di atas segalanya, dan kutahu itu bukan "Kau", dan aku yakin kau tahu bahwa itu bukan juga "Aku". Kita  terlalu lama dalam keberpura-puraan. Hanyasatu inginku "Kembalilah seperti yang dulu.

Nb. Catatan tak jelas untuk objek imajinatif yang hidup dalam labirin bersiklus.

Selasa, 25 September 2012

Rindu yang Terusik

Sumber
 
Hay, kemarin aku sempat menyapa sepi. Ia duduk berdua bersama rindu di sebuah tepian telaga yang airnya jernih, ia hanya duduk tertunduk menatap gelombang air yang tercipta dari dedaunan yang jatuh. Tenang, katanya. Aku sempat melihat mereka menikmati rasa yang seakan tak pernah habis. Sepi menyapa rindu, katanya cukup bersamamu aku sudah bahagia. Tak ada balasan kata dari rindu. Ia hanya duduk menatap sepi dengan mata yang berkaca-kaca. Aku melihat rindu seakan tak ingin brranjak tuk menemani sepi dari tepian telaga itu. Rindu bernyanyi rendah, mengalunkan melodi untuk sepi. Sepi terusik dan beranjak pergi meninggalkan rindu dengan nyanyiannya.

Rindupun kini sendiri, mencoba mengusik kata yang enggan terucap untuk sepi. Senja datang menyapa rindu. Senja bagai cermin bagi rindu, ia seolah menemukan bayangnya dalam senja. Hingga ia pun lupa dengan sepi kala senja datang, ia merasa senja adalah dirinya dan dirinya adalah senja. Senja pun menjadi rindu yang menguat. Rindu yang mampu menembus gelapnya Gua Jepang dan Tingginya Singgalang. Ah, aku terlalu hiperbola untuk hal itu.

Aku beranjak pergi meninggalkan mereka yang sedang menikmati syahdu. Hujan menyapaku di ujung jalan, Rintiknya tepat jatuh di spot memoriku. Mengurai semua kenangan tentangmu, "Bintang". Bintang masihkah kau bersembunyi di padang ilalang? Bintang aku ingin jujur padamu, "Bintang aku ingin bersama rindu tapi sungguh aku tak bisa melepas sepi". 

Aku bersama rindu untukmu Bintang dan biarkan sepi pergi meninggalkanku.


Selasa, 28 Agustus 2012

Sedetik Rindu

Sumber Gambar
Tak perlu waktu banyak untuk aku mencintaimu cukup sekali aku melihat binar matamu. Tak perlu waktu banyak untuk aku menyayangimu cukup mendengar celoteh panjangmu di sepotong malam. Ingatkah kau dengan pertemuan awal kita? aku saat itu masih merasa bahwa kau terlalu tinggi untuk kugapai. Saat itu aku berbisik dalam hati kalau sebenarnya aku ingin  bersamamu dalam perjalanan waktu yang sebanrnya tak panjang. Saat itu aku tak berani untuk melihat sorot matamu yang bagiku tajam meskipun dengan tatapan lembutmu. Aku pun pernah berpikir untuk bersamamu untuk melintasi ramainya jalanan kota, saling berbincang dengan bisikan lembut di telingaku dan kutahu itu adalah caramu untuk mendekapku dalam pelukan masa. Ah, sudahlah khayalku terlalu tinggi untukmu!

Aku kembali menatap langit senja bersama bayang yang tak pernah ingin lepas. Menyandarkan penat di pohon tua yang seakan merindu pada rintik yang tak kunjung datang. Aku terlalu egois untuk memilikimu dalam khayal dan mimpi mayaku. Kuharap nanti kau akan rebah di pundakku, bukan untuk mengistirahatkan lelahmu tapi untuk menengkan rinduku. Tersadar dari mimpi dan khayal yang tak kunjung usai, kudaratkan perahu kertas yang menyimpan sejuta harap di telagamu. Berharap ia tertiup angin dan menyampaikan rinduku padamu.

Telah kuselipkan rindu di lipatan waktu berharap kau membukanya sebelum senja  dan telah kutanam benih dalam tamanmu berharap kau semai sebelum subuh menjemput. Aku tak percaya bahwa bintang pun merindu akan laut yang tenang. Aku terlalu kompleks untuk memikirkanmu, terlalu jauh menyempurnakan sosokmu dalam pikirku. Hingga aku lupa bahwa senja pun akan berganti bias kala ia tenggelam dalam ombak. Aku akan mencintaimu dengan caraku dan cintai aku dengan caramu. Itu sudah cukup untuk merubah merah menjadi jingga.


"April, Agustus dan Mei" masih ingatkah kau dengan mereka?



Kamis, 16 Agustus 2012

Tentang Hujan dan Rindu

Sumber Gambar
Sore yang menggenggam sejuta harap dalam pelukan jingga, membawaku pada memori masa lalu. Mencoba abai akan penat yang sedari tadi mengernyitkan keningku dalam ruang tak berarah. Segaris warna mulai kudalami dari tujuh rona yang tercipta dari semburat jingga yang menyisip masuk lewat celah kecil di jendela kamar. Ada yang berbeda dari cahaya yang menyusup itu, ia seakan membentuk sebuah lengkungan indah hasil bias dari gemercik hujan yang turun dan mentes perlahan di jendela. Aku teringat pada mitos yang tak pernah kuyakini benarnya, hujan di siang terik adalah pertanda kematian. Yah, mungkin hal itu benar jika kali ini aku berada pada masa kematian rasa.

Kembali kuamati pelangi kecil itu, ia membawaku pada masa tanpa beban, tanpa kecewa dan masa yang penuh mimpi. Menikmati setiap rintik yang jatuh dari atap daun rumbia di rumah-rumah tetangga. Kadang bertelanjang dada dan kadang pula tanpa sehelai benang di tubuh. Berlari di lapangan berlumpur belakang rumah, bermain bola sepak tanpa pernah berpikir sesak di sekitar. Kadang pula menyelam di tambak-tambak warga di tengah badai sambil menunggu buah mangga yang jatuh bersama riuhnya hujan. Tak pernah peduli akan marah ibu yang selalu saja mengkhawatirkanku. Aku kadang berpikir ingin kembali ke masa itu. Masa yang seakan jarak antara dunia dan surga tak dapat kulihat.

Terenyuh ku dalam lamunanku, kembali menelusuri ruang waktu yang seakan tak hentinya melahirkan beribu fantasi. Aku pernah mencoba kembali ke masa itu, yah meski tak mungkin sesempurna dulu. Gerimis hujan malam itu membawaku pada sebuah rindu, rindu yang kadang membuatku tertawa dan terisak dalam bahagia. Aku kembali berlari di tengah rintik hujan, melepas sebuah penat dan mencoba mengurai kenangan yang telah sekusut kain yang terurai lepas. Tertawa lepas di bawah tarian latar sang hujan, berteman dengan angin yang membawa kabar tak sempurna dan berfantasi dengan angan yang tak pernah putus.

Akupun pernah mencoba bermimpi untuk sekadar mewarnai indahnya hujan dan pelangi yang dicipta olehnya. Aku melukis sebuah cerita dengan fantasiku bersama hujan, berjalan dengan menggenggam tanganmu di bawah rintiknya. Aku mencoba membuatnya berbeda dengan cerita sinetron, aku tak membuka jaketku untuk memberimu naungan. Aku hanya menggenggam setiap jemarimu dan menulusuri jalanan berlumpur menuju puncak tanpa batas pandang. Di sana kita duduk, menimati dingin dan dekapan hangat dari rasa yang saling menyatu. Kita tak saling menatap tetapi memandang pada sebuah tujuan rasa yang sama. Kita tak saling berucap namun saling mengirim rasa yang sama. Hanya senyuman yang tersungging di bibir kita yang menandakan bahwa pesan rasaku telah sampai padamu.

Ah,,,aku kembali meronai wajahku dengan berkas cahaya yang masih tersisa dan dengan segar air yang masih menetes. Aku hanya ingin bersamamu menikmati senja di bibir pantai, menikmati rintik hujan bersama genggamanmu, memaksa bintang untuk berkedip, dan menikmati tarian latar ilalang di pagi buta. Entah itu sebuah lamunan atau mimpi, tapi itulah harapku untukmu. Karena telah kutitip pada waktu untuk mengungkap tiga kata yang sulit terucap saat ini. 

Mencoba berfantasi dengan hujan dan rindu yang selalu hadir silih berganti dan tak pernah mengenal musim. Hehehe

Rabu, 20 Juni 2012

Ilalang di Padang Mawar

Malam ini aku akan kembali bercerita tentang todongan kata pada sesungging senyum di bibir pelangi senja. Kenapa malam datang kala rembulan belum siap untuk menyinari dunia dan kala lembayung masih betah di peraduannya. Pekat tak seharusnya datang mengusik jingga di horison barat dunia dan kala cicit burung masih mengalun indah di pohon durian depan rumahmu. Kenapa angin darat telah bertiup  kala aku belum mampu merangkai kata untukmu dan kututipkan padanya. Kuingin mengajakmu menikmati setiap lambaian ilalang yang tertiup angin. Namun imajiku terlampau tinggi, ada kata antara diantara nusa.

Hanya sebuah celotehan tak bermakna yang kutuliskan khusus untukmu yang kuharap dapat menemani kelopak matamu kala pekat malam datang menghampirimu. Kuharap kau mahfum atas semuanya, bacalah celotehan itu sehingga hadirku ada dalam imajimu mendekap erat tubuhmu yang dingin akan sepinya mentari. 

Angguk dua penguasa telah kita taklukkan meski mereka menganggap itu terlalu prematur untuk dapat dikatakan sebuah asterima. Aku memang terkadang terlalu posesif dalam imajiku tentangmu, ketahuilah bahwa angin tak pernah ingin kala ilalang seperti mawar untuk setiap kumbang yang singgah. Aku lebih menyukaimu menjadi ilalang di tengah padang mawar.

Tersadar pada jam kepulangan Cinderella pada dongeng masa lalu, kutupkan imaji tentang dirimu. Mencoba menyelami dirimu pada alam mati suriku. Ketemukan dirimu berbalut aurora kutub dengan selaksa cahaya indah di dirimu. Aku telah salah menpersefsi kau terlalu dangkal, kau adalah lingkaran pelangi tanpa ujung bukanlah lengkungan pelangi.

Kala imaji dan alam mimpi belum mampu menangkap indah sesungguhnya, kutitipkan setitik rindu pada bintang yang beralih. Kutitipkan hangat pada mentari di awal pagi dan kutitipkan sejuk pada angin malam. Tidurlah bersama mimpi indahmu, bersama pekat yang belum mapu kusibak untukmu.

_Aku memang terkadang terlalu posesif dalam imajiku tentangmu, ketahuilah bahwa angin tak pernah ingin kala ilalang seperti mawar untuk setiap kumbang yang singgah_

Sumber Gambar : http://ayipudin.files.wordpress.com/2011/12/ilalang.jpg

Sabtu, 16 Juni 2012

Pygmalion di Kau

Pygmalion dan Patungnya (Google)
Sederet kata mengalun di pinggir bibir mereka sore itu. Mengusik, mencabik, dan menikam setiap daging dalam jasadku. Terlontar dengan mudah tanpa sebuah penapis, kala kebencian terpatri dalam hati. Tak ada sisi objektif dalam setiap kata mereka, pernahkah mereka melihat dari persfektifku? Yah sudahlah, toh akupun telah kenyang dengan celoteh tak bermakna. Ini bukan sajak kebencian tanpa dasar, ini hanya sebuah pengungkapan rasa lewat kata yang tak bisa kebendung. Aku ingin menjadi seperti Pygmalion dalam cerita Yunani Kuno.

Aku telah menemukan sosok Pygmalion dalam dirimu ***, sebuah cara pandang yang berbeda dengan cara pandang mereka. Memandang dari sebuah persfektif lain yang ternyata menggambarkan sebagai dirimu. Ingatkah engkau dengan cerita Pygmalion seorang pemahat yang sangat piawai dalam membuat patung. Tapi sebuah hal yang berbeda yang membuatnya dikenang, ia dikenal bukan karena kepiawaiannya dalam mebuat patung tapi karena cara berpikirnya.

Jika Pygmalion mampu berpikir positif ketika melihat lapangan becek, maka kamu mampu berpikir positif ketika melihat perumahan kumuh. Sebuah hal yang tak mungkin mampu aku berpikir ke sana. Jika Pygmalion mampu berpikir positif kalau semua orang meragu dan mengolok akan hasil karya patungnya yang menyerupai wanita asli yang kemudian ia rawat layaknya seorang istri, maka kau mampu berpikir akan mimpi dan komitmen yang tertanam. 

Seharusnya engkau mendengar cerita Pygmalion dan patungnya, cobalah dengarkan sejenak ***.  Cerita itu bermula kala Pygmalion membuat sebuah patung dengan perawakan sama persis seperti seorang wanita. Wajahnya dihiasi dengan sebuah senyuman dengan tubuh yang begitu menawan.

Setiap waktu Pygmalion merawat patung itu dan mengelusnya layaknya seorang istri. Ditatapnya mata patung itu hingga masuk ke dalam retina absurd yang hanya bisa ia resapi sendiri. Kawan-kawan Pygmalion margu atas sikap Pygmalion "Ah, sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung, bukan istrimu".

"Tuhan bersama mimpi-mimpi para pemimpi" Dewa-dewa yang duduk di Gunung Olympus melihat sisi pemikiran Pygmalion, ia tak ingin mimpi Pygmalion terkubur lalu mereka mengubah patung itu menjadi seorang gadis yang sangat menawan. Pygmalion pun hidup berbahagia bersama istrinya yang konon katanya adalah wanita tercantik di Yunani saat itu.

Pygmalion pun kini dikenang, bukan karena kemahirannya membuat patung, bukan karena kecantikan istrinya tapi karena cara berpikir positifnya. Kuingin kau tetap berada pada orbit pikirmu dan aku pun akan masuk dalam orbit pikirmu.
_Tetaplah berada pada orbit pikirmu dan aku akan masuk dalam orbit pikirmu_

Senin, 11 Juni 2012

Yakinlah dalam Ragu Mereka

Aku, kau, dan mereka tak pernah percaya
mungkin ini memang aneh bagi kita dan mereka
tak ada yang mustahil dan semuanya pasti ada jalannya
tak salahkah jika aku mengutip sepenggal puisi
"Aku mencintaimu jauh sebelum takdir mempertemukan kita?"
aku yakin itu, bahwa Tuhan telah mempertemukan
dan mengikat kita dalam sebuah hubungan di lauhul mahfudz
mengikat kemudian memisahkan kita dan akhirnya mempertemukan kita lagi
maka tak aneh jika kita memiliki perasaan yang sama saat bertemu
saya yakin rasa kita tak berubah saat dimensi dulu dan dimensi sekarang

Mereka bisa saja meragu atas semua ini
tapi, yakinlah dalam ragumu
coba kau dengarkan bisikan dari deru angin yang berhembus
kau akan dapatkan tenang di sana
sama seperti ketika aku menatap bintang di pekat malam
kau pernah menjadi Rose untuk Jack
dan kaupun akan tetap menjadi Rose untuk Jack
Kau adalah Rose untuk Jack sepertiku

_Hmmm,,,, apa yah_

Senin, 21 Mei 2012

Lebih dari Sekadar Penghias Malam

Apa yang terpikir di benakmu ketika melihat kerlipan bintang? Indah, menyenangkan, damai, tenang, cantik atau apa? Ada hal yang berbeda yang sebenarnya tersimpan oleh bintang, sebuah rahasia yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang menyenangi bintang. Kerlipan cahayanya bukan hanya sekadar menyinari, bukan hanya penunjukkan eksistensi diri bahwa ia ada, bukan pula sekadar pertunjukkan keindahan yang membentuk asterima tak terduga. Ia lebih dari itu, coba keluar di malam yang kelam dan sunyi maka kau akan melihat sisi lain dari bintang itu. Sebuah rasi akan tercipta, sebuah asterima akan terbentuk yang mungkin Einstein sekalipun belum pernah menemukannya. Kau akan mampu menggambar dan mensketsa sesukamu di langit dengan bintang. Kau akan mampu menemukan siluet wajah yang kau rindukan di langit dengan bintang.
Cirius Sumber: Google

Saat kau merindukan seseorang, saat kau berada pada tingkat aphelion rasa, saat kau berada pada titik nadir kejenuhan cobalah kau tuangkan perasaanmu dengan melihat bintang. Coba gambar keresahanmu, kesedihanmu dan kerinduanmu dengan media bintang. Karena Tuhan tak menciptakan bintang hanya sebagai penghias malam. Imajinasi, inovasi, dan kreativitas akan terlahir dengan perasaan tenang, sama halnya dengan tenangnya Matahari tuk mengikat objek di tata surya nya. Aku pernah bahkan sering menumpahkan segala resahku di laut, berteriak, melempar kerikil dan seolah merasa bahwa keresahan itu telah saya buang ke palung terdalam di samudera. Aku tak menyalahkan itu, aku menyukainya di pagi atau sore hari, tapi ketika malam hadir dan saat itu kerinduan memuncak aku akan lebih memilih manggambar wajahmu di langit. Membentuk sebuah asterima yang hanya aku yang dapat mengetahuinya, aku akan sampaikan dan tunjukkan asterima itu saat waktunya tiba.

Aku suka kau menyukai bintang, membuatku menyukai bintang dan menyukai catatanku tentang bintang. Kau adalah bintang yang diciptakan Tuhan yang tak hanya memberikan keindahan, memberikan rasa damai, dan memberikan cahaya penerang hati. Kau tak hanya bersinar, menyinari, dan meberi sinar tetapi kau membuat aku bersinar, kembali ke orbitku dan mengerti akan arti yang belum sempat kumaknai sebelumnya.

Aku mengucapkan kata maaf bukan karena aku merasa salah telah menyukai bintang, tapi aku mengucapkan kata maaf agar aku merasa pantas tuk menyukai bintang. Kau adalah bintang di langit dan saya yakin saya adalah mutiara di dasar laut. Mutiara adalah bintang bumi dan saya menyukai itu dan kan kusematkan di jari manismu bintang bumi tersebut kala tudung itu telah terbuka oleh kedewasaan waktu. 

Kau tahu tidak kenapa Cirius terlihat sangat terang? ia tak sendiri. Cirius adalah bintang kembar yang menyatu menjadi satu. Ia tak hanya bercahaya, memberi cahaya, tetapi juga mengkobinasikan cahaya. Cirius nampak indah karena mereka bersama. Aku tak menginginkan kau menjadi Cirius, karena kau lebih dari itu. Kau adalah kau dan aku tak mampu mengibaratkan kau dengan objek di luar dirimu, karena apa yang ada dalam dirimu tak dapat terwakili oleh apapun. Aku hanya menyebutmu Andromeda hanya sebatas menyembunyikan jati dirimu, sebelum engkau tahu siapa sebenarnya yang kumaksud, walau kau telah tahu sebenarnya. Aku akan memanggilmu *** dalam cerita-cerita selanjutnya saat kedewasaan waktu itu telah tiba.

Cerita tantang rasa dan balasan dari sms mu tadi pagi, jujur aku mau katkan "Kau adalah kau dan aku tak mampu mengibaratkan kau dengan objek di luar dirimu, karena apa yang ada dalam dirimu tak dapat terwakili oleh apapun"

Selasa, 20 Maret 2012

Datang setelah Pergi


Malam ini  aku akan bercerita tentang sepotong kisah yang pernah hilang, seberkas bayang yang pernah pudar, sesungging senyum yang pernah terhias indah, sederet langkah yang pernah seia dan selaksa rasa yang pernah ada. Sebuah kisah yang pernah indah dan sempat terlupa, setetes air mata yang pernah menetes dan kering, sesungging senyum yang pernah terhias namun tak tersua lagi, sebuah melodi yang pernah mengalun namun tersentak sepi, senandung rasa yang terjadi bagai sebuah siklus delta. Ini cerita tentang kamu dan mungkin pula tentang dia, dia yang kau dan aku kenal dan dia yang kukenal dan tak kau kenal.

Tak dapat kupungkiri dan tak mungkin kau pungkiri bahwa dia atau tepatnya mereka akan hadir dalam cerita kita. Andai waktu itu aku tak mengenal Dia-mu dan kau tak mengenalkannya padaku, mungkin cerita ini hanya antara aku dan kau, karena tak mungkin akan hadir Dia-ku. Tapi tak perlulah disesal, toh aku juga tak mau tahu apa alasanmu dan apa sebabnya. 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...