Selasa, 25 Desember 2012

Aku Rindu

Ku melawan sifat jaimku, menghantam semua idealisme, karakter, dan sifat dasarku hanya untuk sebuah kata. Kata yang sangat susah terucap meski selalu tersirat. Aku tahu bahwa kau butuh sebuah pernyataan yang dapat meyakinkanmu tentang apa yang selama ini selalu tersirat lewat sikapku padamu. Aku tak membenci kata itu dan aku tak takut dengan konsekuensi logis ketika kata itu terucap. Hanya saja aku dulu merasa bahwa kata itu tak semestinya terucap jika hanya untuk membuatmu merasa senang, bukankah berlian indah karena ia langka. Bukankah itu yang membedakannya dengan batu kali? Aku tak ingin kata itu pun menjadi "kata obralan" yang hanya menjadi sebuah pelipur atas sebuah kesedihan dan keraguan. 

Keraguan memang kadang muncul, itu manusiawi bahkan sangat manusiawi. Keraguan padaku pun sangat wajar. Aku tahu bahwa aku memberimu sebuah alur yang sangat tidak elegan. Alur yang memainkan emosi yang bahkan aktor teater pun mungkin tak dapat tahu alur apa yang aku mainkan saat ini. Bukan sebuah alur maju, alur mundur atau bahkan alur zig-zag. Tak ada klimaks yang akhirnya berujung pada antiklimaks, semuanya bercampur aduk dalam sebuah perjalanan yang absurd. Absurd bagimu dan mungkin bagi mereka.   Maaf jika aku berbeda dengan faham empirismu, tapi akan kucoba tuk memasuki duniamu meski kutahu itu tak mungkin sepenuhnya.

Malam ini aku ingin mengatakan bahwa aku "Rindu" padamu. 

Sepertinya Apologi

Maaf masih sangat susah terucap dariku. Kau mungkin akan berpikir bahwa aku adalah orang yang tak tahu kesalahan dan tak tahu bagaimana caranya menghargai perasaan. Aku tahu sesalmu tak seberat kesalmu padaku dengan tulisan-tulisan yang penuh keabsurdan tersebut. Aku ingin menjelaskannya, tapi kurasa itu akan percuma, toh kau mungkin akan berpikir bahwa itu hanyalah sebuah apologi belaka. Yah, sudahlah multiinterpretasi dari itu semua kini menjadi pembatas diantara kita, namun aku salut padamu yang dalam pedih masih ingin membuka komunikasi denganku yang mungkin saat ini menjadi hitam dalam putihmu. Sebuah pertentangan kembali lahir dalam benakku saat ini, antara memberimu pengertian dengan membiarkanmu dalam kesalahpahaman ini.

Kupilih tuk menjelaskannnya dengan tak lansung padamu, entah kau baca atau tidak tulisan ini, namun aku ingin mengatakan bahwa kata "Sayang" bagiku bukanlah sebuah representasi dari sebuah perasaan. Itu hanya lah menjadi sebutan lain bagi namamu, sama halnya dengan pemarka persona lainnya. Letak penuangan perasaanku tak berada pada kosa kata, aku tahu itu terdengar seperti sebuah apologi. Kita pun kini berada dalam persentasi benci dan jengkel, dulu kau pernah bilang tinggal 2%, sekarang entahlah entah. 

Sabtu, 15 Desember 2012

Ungkapan Tak Bermakna

Rayuan kadang hanyalah menjadi sebuah pelarian dari kebisingan dan kejenuhan hidup. "Sayang" hanyalah ungkapan kata tak bermakna. Bolehkah aku mengkorelasikannya dengan amoeba, ataukah harus aku hubungkan dengan teori-teori linguistik yang terkesan kaku bagi sebagian orang? Ah, itu terserah. Aku tak mau ambil pusing tentang semua itu, tentang cerita yang lahir dari teori-teori mati yang mungkin nanti tercipta tanpa dasar olehku. Aku hanya mencoba menghubungkannya dengan hal-hal sederhana yang bisa kumengerti. "Sayang" hanyalah ungkapan yang dapat kubelah menjadi dua suku kata "Sa" dan "Yang" dan jika kubelah lagi hanya akan menjadi morf-morf tak bermakna. Puaskah kau dengan kata itu? sedang itu hanyalah sebuah lokusi yang ilokusi dan perlokusinya tak dapat engkau maknai. Ataukah mungkin kau hanya ingin aku dan kau menjadi dendrit tanpa adanya akson? Aku tak mau terlalu banyak berteori tentang itu, sebab kutahu kau lebih tahu tentang itu.

Aku kembali memaknai akan hadirnya keberadaan dalam ketiadaan yang pasti. Pseoudo keindahan pun ternyata memiliki altar tersendiri bagi penikmatnya, sedang kenyataan dalam sebuah kehampaan hanyalah menjadi candu dan mungkin pula dapat menjadi badai serotonin dalam kamus Dewi Lestari. Aku tak ingin ada yang menyangkalku untuk itu, sebab aku hanya ingin berceloteh panjang malam ini. Mencoba bercakap dengan angin malam, menangkap cahaya semu sang bintang dan menenggelamkan bulan dalam palungnya. Hahaha, aku ingin menyebut ini sebagai "Hiperimaji". Perangkai kata pun akan menjadi kikuk dan lidahnya pun akan menjadi ngilu kala melihat keindahan yang teramat sangat dan tak pernah ia lihat sebelumnya. Namun, aku bukanlah perangkai kata itu. Aku hanyalah pengungkap kebenaran dari persfektifku tanpa ada proses "infuls-dendrit-akson-otak-respon", sebab bagiku itu hanya berlaku untuk hal yang terencana. 

Keindahan kini hanya menjadi fatamorgana belaka. Seperti aspal jalanan yang terkena terpaan sinar matahari dan seolah ada air yang tergenang diatasnya katamu. Ya, thats right, aku tak menyangkal itu tentang hal yang engkau teorikan berdasar pada pemahaman literalmu. Namun, apakah kau memaknainya lebih dari sekadar teori itu? Entahlah, yang kutahu kala otak telah dipenuhi dengan teori-teori materialisme empirik semuanya akan menjadi terkaburkan. Esensi hanya menjadi esensi dan eksistensi menjadi hal yang utama sama seperti yang diungkapkan Maslow.



Hingga yang Ada Hanyalah Ketiadaan

Aku telah merasakan sebuah kesepian yang menggila, saat Tuhan menawarkan segala keindahan yang kuanggap utopis, saat rintik hujan berbicara pada serat bumi hanyalah ilusi di ekuilibrumku dan saat ketakpastian rasa menjadi sebuah hal yang menjadi konsumsi rutin jiwaku. Aku berfantasi dengan kehidupan yang kurasa  hanyalah sebuah permainan kosmologi pikiran. Skeptis akan adanya rindu, sayang, cinta dan bahkan skeptis akan adanya diriku. Sementara rintik hujan, lembayung senja, dan goresan pelangi dan bahkan dirimu seakan menawarkan sebuah gambaran Gestalt yang menampilkan dua buah nuansa berbeda dan bahkan sangat berbeda. Sebuah gambaran yang tak bisa dipisahkan dan hanya bisa dipilah dari dua persfektif berbeda, bukan dengan paradigma berbeda. Aku terlalu lama terdiam dalam keangkuhan onani berpikirku, tak ada gunanya semua reason mu, penjelasanmu, tau mungkin juga alibi dan apologimu saat kebenaran dalam pikirku hanyalah aku sendiri (aku adalah kebenaran). Ego menjadi pembatas antara kewajaran nalar, perasaan dan kebenaran absolut. Tapi apakah ada sebuah kebenaran yang absolut selain dari katakbenaran itu sendiri? Aku tak tahu. Sama tak tahunya diriku dengan kesejatian dan keberterimaan sebuah cinta.

Aku dulunya meyakini bahwa kesejatian sebuah cinta ketika ada keberterimaan dua insan. Keberterimaan itupun kuanggap sebagai pernyataan rindu, sayang dan cinta yang terucap tanpa tedeng aling-aling dan tanpa intervensi dari segala ruang. Haruskah keberterimaan tersebut menjadi prasyarat untuk saling mencinta, bukankah kata hanya menjadi jembatan penyampai rasa. Kenapa mesti yang esensi harus terlupkan hanya karena metode? Gila!!!! Aku mungkin telah beranjak gila. Kegilaan yang hanya kunikmati sendiri dalam lumpur badai ketakwarasan syarafku. 

Pengakuan tanpa tendensi dan mencintai tanpa alasan itukah cinta? jangan kau tanyakan itu padaku. Aku hanyalah pengelana rasa yang mencoba menyelami setiap desir darah, setiap denyut nadi, dan setiap keringat dari pori-pori kulitmu saat aku mendekap erat tubuhmu dengan rasa yang akupun tak tahu itu. Pengakuan bagiku dulu pernah menjadi penting, sangat penting dan bahkan menjadi yang utama dari sebuah hubungan. Namun, saat itu kumiliki aku merasa tidak mencintai engkau yang dulu. Sosok yang dulunya menjadi oase di tengah kehausan cintaku, gelap dalam silau dan jenuhnya mataku terhadap sinar, atau bahkan tongkat yang menopangku saat ku akan terjatuh. Aku mendapatimu dalam sosok yang lain, aku seakan bermain dengan boneka tanah liat yang kubentuk sendiri, bonek yang dapat kujamah sesukaku dan kuciumi setiap lekuk yang kuinginkan. Ah, ini bukan yang kuinginkan, aku tak ingin mencintai  boneka atau bahkan mencintai wanita bebal tak bernyawa.

Ah, aku berada dalam kebimbangan!!! Jangan bertanya lagi dan akupun tak akan meminta lagi!!!

Minggu, 02 Desember 2012

Kunci Kecilku, Sebuah Nama Sebuah Cerita

Ini adalah sebuah cerita tentang kutemukannya kunci surga kecilku. Kunci yang kutemukan tak jauh dari warna ungu tempatku berbaur dengan dunia pengetahuan. Aku mungkin harus menyesal kenapa aku terlambat menemukannya, aku mungkin akan membenci angka 231112. Aku sebenarnya pernah melihatnya sejenak, namun aku tak sadar bahwa itu akan memberiku sebuah perasaan yang tak kutemukan pada objek lain ataukah tempat lain.

Aku dari dulu suka dengan hujan, suka dengan pelangi, suka dengan laut, suka dengan bintang, dan suka dengan gunung. Aku suka hujan karena pelangi tak akan hadir tanpa hujan, hanya dengan hujan sebuah irama rintik akan hadir, hanya dengan hujan kudapat menangis dengan puas tanpa seorang pun yang tahu bahwa air mata telah menetes. Aku suka pelangi karena pelangi hanya hadir setelah gelap menyelimuti langit, hanya karena pelangi bias putih mentari akan menjadi ranah tujuh warna, dan hanya dengan pelangi lengkungan ke bawah akan terlihat indah. Aku suka laut karena hanya di laut gemercik ombak tercipta dengan melodi indahnya, hanya laut yang mampu menenggelamkan angkuhnya mentari dan menggantinya dengan siluet jingga yang menawan, dan hanya laut yang mampu menampung segala resah yang kuingin tuangkan. Aku suka bintang karena bintang hanya akan hadir dalam gelapnya malam dan hanya bintang yang bisa menjadi penuntun bagi pelaut yang tak tahu arah dalam luasnya samudera. Aku suka gunung, tapi entah karena apa. Bagiku kau adalah lebih dari ke semuanya itu.

Kenapa aku mengatakan itu? Jangan tanyakan itu, tapi cobalah lihat apa yang telah kau ubah di diriku. Kau adalah hujanku karena kau telah lahirkan warna, melahirkan melodi dan tempatku untuk meneteskan air mata sepuasnya. Kau adalah pelangiku pengubah bias warna dasarku menjadi lebih beragam dan pengubah lengkungan sedih menjadi lengkungan senyum. Dan kau adalah kesemuanya dari situ dan semuanya dan semuanya. Kan semuanya tak perlu aku jelaskan.

Absurd

Mentari kan selalu indah di awal pagi. Sayap-sayap impian pun selalu mengepak jauh melampaui batas indrawi. Aku menikmati pagiku hari ini, menunggu mentari menjemput gelap. Ah, aku menemukan cahaya dalam gelap. Bukankah itu yang selalu kita cari? cahaya dalam gelap bukan cahaya dalam terang. Iya kan? Aku pun tak tahu kenapa aku rindu akan gelap saat aku mendapat terang, bahkan aku tak pernah merindukan terang. Apakah karena hanya saat gelap aku dapat melihat bintang? Apakah karena hujan tak kan indah jika turun di terangnya siang? Aku hanya mampu berhipotesis dengan semua itu. 

Mungkin, dalam gelap aku bisa melukis wajahmu dalam kanvas dunia khayalku dan dengan kuas imajiku. Kemarin di awal bulan aku telah melukismu dengan kerudung merah, T-Shirt merah dengan jeans putih tulang. Kau terlihat anggun dalam lukisan imajiku itu, senyum alamimu menghias wajahmu pagi itu. Tapi, aku tak mengerti kenapa ada air mata yang menetes? Aku tak tahu kenapa air mata itu bisa hadir. Semoga saja itu bukan karena kesedihan. 

Hari ini aku berharap kita masih bisa bersua entah itu dalam dunia khayal atau dalam dunia lain yang entah apa namanya. Aku tak mau melukismu hari ini sebab kutak ingin ada air mata yang jatuh. Ku ingin kau seperti Dora dan mungkin aku Doraemon. Aku sebenarnya tak begitu faham denagan semuanya, tapi itu terjadi begitu saja. Mungkin karena aliran syaraf dari tanganmu saat menuntunku menuju pintu saat itu yang sampai pada daging kecil dalam tubuhku, atau mungkin karena binar matamu yang penuh tanda tanya saat menatapku, ataukah mungkin caramu menautkan alis padaku? Ah entahlah, tapi yang pastinya bukan karena caramu tertawa seperti apa yang pernah engkau tulis. Ini gila menurutku!

Dora, kau mungkin tak menyadarinya namun sebenarnya ini adalah sebuah kenyataan. Aku tak mungkin menjadi Doraemon seperti apa yang Love Patric panggilkan padaku. Akupun tak ingin menjadi Patric yang memasang wajah lucu hanya untuk sebuah tawa renyah dan garis lengkung di bibir. Satu yang pasti bahwa aku tak ingin ada air lagi yang menetes di pinggir matamu.


#Hahaha,,,, Sebuah tulisan aneh di awal pagi!

Jumat, 30 November 2012

Catatannya

Telah lama sekali aku tak menulis tentang kisah-kisahku, mungkin karena telah berakhir untuk sebuah senyum. Yah, anda dapat berpikir seperti itu. Semuanya mungkin memang telah berakhir, tak ada lagi ikon senyum yang datang setiap mentari menjemput gelap. Aku pun beranjak dari semuanya. Aku menyerah untuk itu. Aku pun menemukan sebuah kalimat dalam sebuah tulisan seorang "Adik" yang bercerita tentang cinta. Katanya seperti ini:

Tahukah anda arti cinta sejati yang sesungguhnya? sebenarnya itu adalah kehampaan. Kalaupun itu hanyalah sebuah kumpulan kata-kata tanpa makna. Inilah sebuah kalimat bijak tentang seorang yang telah dikhianati olehnya.

Aku ingin mengatakan bahwa cinta sejati bukanlah sebuah kehampaan ataukah hanya sebuah tawaran mimpi-mimpi belaka. Aku tak mengerti dan faham secara jelas tentang "Cinta", namun yang kuketahui tentang cinta adalah kebahagiaan, kasih sayang, memberi-menerima dan berbagi. Dia mengatakan itu adalah sebuah kalimta bijak, bagiku bukan. Aku mengatakan bahwa itu adalah sebuah fallacy dalam sebuah pendefinisian yang lahir dari sebuah proses over generalisasi. Bagiku sperti itu.

Ia pun melanjutkannya dengan untaian kata yang sefaham denganku, mungkin dari sini aku mulai mencoba untuk memahaminya bahwa ada sisi terang dibalik sisi gelapnya. Katanya seperti ini:

Walau begitu cinta bersifat relatif, seperti halnya sebuah sungai yang mengalir. Mencari lautan sebagai pelabuhan terakhir.
Dan sesungguhnya…
Cara terbaik dalam memaknai arti cinta adalah dengan memberi. Cinta tidak datang karena manusia saling menerima. Itu ada karena manusia pertama-tama saling memberi, dan akhirnya terbentuklah kata cinta.
Selain memberi, cinta juga memiliki arti di sisi tergelapnya, yaitu memaafkan. Sesungguhnya ini adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia ketika harus memberi maaf. Walau itu harus dilakukan..walau itu harus dimaknai.

Sungai akan mengalir ke lautan. Aku faham tentang hal itu, namun aku tak menganggap bahwa wanita adalah sungai dan laki-laki adalah lautan begitupun sebaliknya. Bagiku itu bukanlah sebuah perbandingan yang layak. Aku pun mulai mengerti tentang arti memberi dan menerima yang kau maksud sebenarnya. Cinta tak hanya terbatas pada wilayah itu, namun ada sisi lain yang mesti difahami yang tak bisa saya jelaskan. Maaf adalah hal yang paling sulit menurutmu, Yah, seperti itulah. Akupun berpikir seperti itu. Aku pun berpikir bahwa maaf tak hanya milik seseorang dan bukan pula kewajiban salah satu pihak. Namun pengertian akan hal tersebut mungkin akan membuatnya terasa mudah untuk diucapkan, namun bukan dalam artian dimudah-mudahkan.

Aku yakin kaupun meragu dengan kalimatmu ini:


Entahlah, yang pasti. Sebagai seorang pria idaman wanita memaafkan setiap kesalahan wanita adalah sebuah tugas dan bukan sebuah hak . Yang perlu kita lakukan sebagai pria adalah cukup membuat cinta sejati terukir di hati paling dalam dan terdingin. Kemudian menunggu dan terus menunggu untuk ditemukan.

Aku katakan kau meragu karena aku yakin bahwa kaupun fahami bahwa rasa pengertian dan perhatian adalah hal yang sangat dibutuhkan, namun akankah hal tersebt hanya menjadi tugas dari sebelah pihak. Akankah jauh lebih indah jika hal tersebut saling difahami? Aku yakin tak akan ada pertengkaran jika itu ada diantara rasa ego yang seringkali hadir dalam hati.

Sebuah pertanyaan yang pernah timbul dibenakku pun kini dipertanyakan. Katanya seperti ini:

Anda tidak percaya cinta sejati?
Itu hal murni karena memang mungkin selama hidup anda tidak pernah menyadarinya. Sesungguhnya cinta semacam itu ada, ada pada setiap sisik di hati anda, ada disetiap mimpi anda dan ada di setiap imaginasi anda.

Aku ingin menjawab bahwa aku percaya dan aku ingin menjawab bukan dengan kata tapi sebuah kepastian, bukan sebuah mimpi dan bukan pula imajinasi.


Catatan pengantar kejenuhan di Sore ini 
 

Kamis, 15 November 2012

"Mooi" Sebuah Nama

Ah, sudahlah aku sudah lelah bermimpi untuk meraihmu kembali. Aku mengatakan bahwa itu hanya mimpi karena kau telah pergi. Kau memang telah pergi, mungkin karena aku dan pasti karena aku. Aku tak menyalahkanmu atas semua kesalahfahaman ini. It's Ok, aku yang salah. Tulisan-tulisan jika kau anggap adalah diriku, maka anggaplah seperti itu. Aku tak bisa menjelaskan semuanya dengan kondisi seperti sekarang ini. Jalani kesibukanmu dan kujalani pula kesibukanku. Aku yang tak pernah memberi ruang untuk kau beri penjelasan padaku atau aku yang tak pernah terbuka padamu. Yah, aku sadari itu. Sepekan lebih aku bergelut dengan sekelumit permasalahan dan kesibukan yang sangat menguras waktu dan pikiran. Aku tak melupakanmu saat itu hanya saja ada hal yang tak bisa saya bagi bersamamu.

Sudahlah, toh kita bersama pernah terbang dan akhirnya kita pun jatuh bersama kembali. Aku pun menulis ini dengan sebuah ketakjelasan entah kau baca nantinya atau tidak. Aku hanya ingin mengatakan "Good Luck for You and Thanks for All". Miss U "Mooi".

Senin, 15 Oktober 2012

Tentang Penalaran I

Hay sahabat blogger, sudah lama aku gak posting yah. Maklum, aku punya banyak kesibukan akhir-akhir ini. Mulai dari aktivitas akademik, organisasi, keluarga, jalan sama sahabat-sahabat dan lain sebagainya. Hmmm,,, kali ini aku ingin bercerita tentang lembagaku yang tinggal menghitung hari aku akan lengser dari jabatan Ketua Umum di lembaga tersebut. Aku akan bercerita tentang awal aku masuk dalam lembaga tersebut, dalam hal ini Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar, hingga akhirnya saat ini aku telah siap untuk melepas jabatan tertinggi dalam lembaga tersebut.

Aku mulai dari awalnya aku mengenal LPM Penalaran UNM. Pertama kali aku menginjakkan kaki di dunia kampus, aku sudah mulai ikut terlibat dalam kegiatan lembaga kemahasiswaan. Saat itu aku bergabung dalam organisasi daerah yaitu Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Pangkajene dan Kepulauan, beberapa pemimpin-pemimpin lembaga di lembaga tersebut sering kali menyebut LPM Penalaran UNM. Yah ternyata mereka tidak hanya memiliki satu lembaga tetapi juga berlembaga di luar. Mereka pun merekomendasikan saya untuk ikut bergabung di LPM Penalaran UNM. Tapi tahun pertama aku tak bisa ikut perekrutan anggota barunya karena keterbatasan informasi pada saat itu dan juga kesibukan saya waktu itu yang telah bergelut dan menjadi anggota di tiga organisasi berbeda.

Setahun pun berlalu dengan begitu cepat, aku masih ingat jelas waktu itu ketika aku duduk berbincang dengan mahasiswa baru angkatan 2009. Tiba-tiba salah seorang senior yang telah kuanggap sebagai model atau orang yang saya kagumi dalam hal retorika dan keilmuannya (Kanda Arham Rahman) muncul dan menyampaikan informasi yang sangat singkat. Berikut ujaran yang sempat aku ingat "Tabe dek, Kani dari LPM Penalaran UNM akan membuka perkrutan anggota baru, jadi yang berminat silahkan mendaftar secepatnya". kata-kata itu sangat simpel, tapi karena yang mengucapkan kalimat ajakan tersebut adalah orang yang saya kagumi, maka saya berpikir "Orang yang sehebat Kak Arham bergabung dalam lembaga tersebut, pasti orang-orang di dalam lembaga tersebut juga adalah orang yang hebat-hebat". Aku lansung tergugah untuk ikut mendaftar, padahal saat itu akan telah menjadi pengurus di tiga organisasi berbeda.

Sampai di asrama aku menanyakan kepada teman-teman serta seniorku dimana aku bisa mengambil formulir pendaftarannya. Kebetulan saat itu ada teman yang ingin mengambilkan formulir pendaftaran untuk aku. Aku bersyukur saja waktu itu, karena tak perlu lagi mencari sekretariat pandaftaran. Aku isi formulir tersebut dengan segera, ambil foto close up dengan rambut yang kuusahakan serapi mungkin dan untuk pertama kalinya pula aku memakai kemeja lengan panjang saat itu.semua kelengkapan berkas sudah selesai. Aku pun mengumpul formulir tersebut secepatnya. 

Sampai di posko pendaftaran, paitia bertanya "Cari siapa kak?". Aku sebenarnya kaget, kok aku dipanggil kakak? yah mungkin saja karena waktu itu aku masih gondrong. "Iye, mauka kasih kembali formulir". Aku bergegas pulang, meski sempat kudengar para panitia sempat berbincang tentang aku. 

Singkat cerita semua tahapan ku lalui dengan semangat, meski harus mengorbankan beberapa rapat di organisasiku yang lain.  Awal tahun 2010 pengumuman kelulusan peserta PMP OAB XIII sudah keluar dan alhamdulillah aku dinyatakan lulus dan akupun segera registrasi ulang. Hal yang paling aku salut terhadap lembaga ini adalah pelayanan dan profesionalisme kerja.Aku sangat kagum dengan para panitia pengarah. disini ternyata aku tidak hanya menemukan satu "Arham" tetapi banyak "Arham-arham yang lain". Ada beberapa kejadian di Technical Meeting (TM) I yang akan kuingat terus, di TM  itulah aku bertemu dengan sahabatku saat ini Dedi Hidayat yang satu hari sebelumnya adalah musuhku dalam tawuran. Maklum satu hari sebelum TM I ada tawuran mahasiswa antara FT dan FBS sedang aku dan Dedi ikut dalam tawuran tersebut. Aku memperkenalkan diri serta asal fakultas dan diapun begitu, tak ada perbincangan panjang. Aku sangat ingat waktu itu dia pake slayer batik khas teknik dan aku memakai jaket dengan pembungkus kepala untuk menutupi rambutku yang lumayan panjang saat itu. 
Suasana TM I

Sebuah kejadian lucu pun sempat terjadi saat pembacaan tata tertib TM II yaitu saat aturan tidak boleh merokok dalam lokasi PPTD, sontak saja aku tidak terima. Tapi aku takut untuk menyampaikan hal tersebut, takut aku digugurkan. Malah kemudian timbul saat Paper bertanya siapa yang merokok di sini? pastinya aku tak mau angkat tangan. Tapi, karena saya merokok bersama kak Arham yang notabenenya adalah salah satu Panitia pengarah dalam PMP OAB tersebut jadi tentunya ia tahu tentang hal tersebut. Dengan nada bercanda kak Arham menunjukiku dan mengatakan "Kenapa tidak angkat tanganko kau wahyu, biar merk rokokmu itu kutahu tong?". Aku akhirnya angkat tangan sendiri. Hehehe

Ntar kulanjut ceritanya yah....!!!!!

Jumat, 12 Oktober 2012

Bisakah Kita Bersatu?

Langit parang tambung kembali menghitam dengan kepulan asap yang membumbung tinggi menyesakkan pandangan. Akupun kembali menyaksikan sebuah keboborokan bersikap para kaum yang notabene calon pendidik. Aku sebenarnya sudah jenuh dengan pemandangan seperti itu,karena ada pemandangan lain yang jauh lebih indah di kampus ini. Ada kekeluargaan yang terbangun di lembaga-lembaga kemahasiswaan, ada cinta kasih yang terbangun di ruang-ruang kelas, ada diskusi-diskusi kecil yang terbangun dengan teman sejawat, ada senyum dan canda tawa yang tercipta di setiap momen, namun semuanya hilang dan berganti dengan duka ketika dentungan tiang listrik pertanda perang saudara kembali bergeming.

Aku hanya mampu duduk dan menyaksikan kejadian tersebut tanpa mampu berbuat lebih banyak. Aku ingat bebarapa waktu yang lalu, beberapa tawuran sebelumnya aku akan ikut meramaikan pentas kebobrokan tersebut. Bersama membangun solidaritas naif dan lebih tepatnya sikap "Talekang", bersama saling melempar batu, kadang pula aku melempari saudaraku yang notabenenya adalah sahabat karib saya, teman makan, teman jalan, bahkan bantal pun kita bagi untuk tidur. Bodoh! Kenapa mesti kita membangun sekat dinatara kita, kenapa mesti ada kluster diantara kita? Kita kan berada dalam satu almamater? Terus apa yang ingin kita perjuangkan sebenarnya? Mau berdalih itu adalah "Siri"? Tidak itu bukan Siri tapi sebuah kebobrokan berpikir.

Lelah juga rasanya mengumpat dalam hati dan tulisan ini, namu akupun tak mampu berbuat apa-apa saat gedung-gedung perkuliahanku dibakar, motor-motor saudaraku dibakar, darah-darah suadaraku tertumpah dan nyawa-nyawa saudaraku dengan mudahnya dicabut. Kenapa kita tak bisa berdamaikah? apa msalahanya kah kalau kita duduk bersama, ngopi bareng, merokok bersama, dan saling bercerita tentang cinta, masa depan, balapan, bola atau apalah. Kan asyk, iya kan? Semoga saja bisa berdamai nantinya dan semoga tak ada lagi air mata yang tertumpah.

Maaf tulisannya tak seperti biasanya, maklum tulisan yang dibuat dengan suasana hati yang tidak tenang.

Jumat, 05 Oktober 2012

Hanya Sekadar Menyapa

Hay, gadis lesung pipit penyuka warna hijau, kamu tahu tidak hari ini aku terbangun dari tidurku dan teringat tentang dirimu. Tentang rindumu yang mungkin menggunung, aku seakan ingin segera memetik rindu itu karena kutahu rindu itu seperti bunga sakura yang akan segera gugur. Kamu tahu tidak, di sini aku dapat menikmati rindu itu bersama nyanyian jangkrik, suara dengkur dan suara burung-burung malam. Mungkin terdengar aneh kan, tapi sungguh itu terasa nikmat, aku seakan ingin mengeja namamu, mendengar bisikmu, dan memandang sudut matamu. Yah, aku tak lupa mengirmkan pesan singkat dengan menuliskan namamu pada pesan itu, tak lupa pula dengan tanda titik tiga di ujungnya sebagai tanda semantik yang kuharap dapat kau maknai.

Hay gadis lesung pipit dengan sikap manja yang tesembunyi. Kamu tahu tidak, bahwa kadang akupun rindu dengan manjamu walau kau sering membungkusnya dengan sikap dinginmu. Ah, aku terlalu suka berpikir tentang dirimu, hingga aku lupa akupun terlalu dingin untukmu.  Ah, biarlah rindu itu bergelantung bagai daun kuning pohon maple, dan kutahu itu akan jatuh nantinya.:)

Kamis, 04 Oktober 2012

Sebenarnya Sakit

Senyum bukanlah pertanda kalau aku tak sakit. Kadang ku harus menutupi sakit dengan senyuman atau bahkan dengan gurauan agar kau tak menganggap aku manja dan lemah. Air mata bagiku hanyalah untuk sebuah kepergian bukan untuk sebuah kesakitan. Mungkin kau bisa mengalirkan air mata untukku jika aku kembali tak peduli akan sakitmu, namun sebenarnya kaupun kadang membuatku sakit namun tanpa air mata.

Aku berbeda dan kaupun berbeda, kita ini unik. Kita selalu mengatakan bahwa kita tegar. Padahal tidak kan? kita ini lemah, hati kita masih menguasai perasaan dan gerak kita. Hanya saja kita mencoba melawan hal tersebut dengan kepura-puraan. 

Ujung Akhir dari cerita kita? Akupun tak tahu seperti apa. Entahlah? Semoga indah. :)

Tanya dan Sapa

Sumber
Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku bertanya pagi ini? Kemarin aku merasa kau kembali meragu, mungkin tak sekadar meragu. Itu wajar bagimu dengan jawaban-jawaban singkat yang kuberikan dengan hiasan titik dua balas kurung di ujung setiap ujarku. "Menjengkelkan", mungkin. Aku mungkin menjengkelkan bagimu, bahkan lebih dari kata itu. Saya mahfum atas itu semua, toh aku memang seperti itu.

Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku bertanya pagi ini? masihkah kau marah padaku? aku tahu akan sulit untuk menyembuhkan luka itu, luka yang mungkin sangat dalam. Angkuh, cuek dan abai adalah diriku menurutmu, iya kan? Bahkan kau merasa aneh jika tiba-tiba ada pesanku yang sampai di pagi hari atau di ujung malam. Yah, bahkan hanya untuk menanyakan kabar saja aku jarang sekali.

Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku bertanya pagi ini? masihkah kau dengan persefsimu yang mungkin terdengar sangat tidak indah. Itulah kita, seolah mengerti semua tentang orang lain hanya atas dasar persefsi. Kita terlalu mudah untuk hal itu. Sedang kita pun kembali terisak karenanya, iya kan? Aku tahu kau kembali terisak kemarin, walau kau berusaha kau tutupi itu dengan beberapa ujaran ketegaran.

Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku menyapamu pagi ini? Aku hanya ingin menyapamu dengan singkat, hanya sekadar katakan hay. Mungkin aku akan rindu dengan celoteh panjangmu, jawaban judesmu, tertawa lepasmu, jutekmu, sensimu, perhatianmu, dan semua tentangmu, apakah kau juga begitu?

Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku katakan maaf pagi ini? "Maaf" kata yang sangat susah kukatakan dulu padamu, namun jarak membuatku ingin mengatakan kata itu. terlalu banyak air mata yang telah kita cipta hanya karena angkuhku tuk katakan "maaf". Hanya saja aku merasa kata maaf, sayang dan cinta adalah kata yang sakral dan sulit tuk diucap begitu saja. 

Hay gadis lesung pipit dengan gaun hijau membalut tubuh, bolehkah aku bertanya pagi ini? masihkah kau mau menjawab ketika aku bertanya? dan masih inginkah dirimu marah saat aku sakit dan tak memberi kabar padamu? masihkah dirimu ingin berceloteh panjang saat aku terjatuh karena sifat ugal-ugalanku? maaf telah banyak bertanya, tak usah kau jelaskan semuanya. "Kan semuanya tak perlu dijelaskan" Iya kan? :)

Senin, 01 Oktober 2012

Training of Trainer (ToT)

Masih teringat beberapa minggu yang lalu saat saya berbincang dengan dua orang senior saya yang telah saya anggap sebagai seorang kakak. Saat itu kita berbincang tentang beberapa program kerja yang belum terselesaikan. Padahal jika dilihat dari jarak waktu untuk akhir kepengurusan sudah tak bisa dikatakan lama lagi. Yah, aku memang kadang harus diingatkan saat aku mulai lupa dengan hal-hal yang sangat krusial. 

Aku pertamanya sangat optimis bahwa semua program kerja dapat terselesaiukan tepat pada waktunya, utamanya Training of Trainer (ToT) yang merupakan program kerja bidang Pendidikan dan Pelatihan. Namun, dengan seabrek kesibukan dan beberapa program kerja yang belum terselesaikan hingga menjelang September, optimisme tersebut mulai memudar.

"Sahabat selalu memberi keajaiban dan kekuatan magis", yah mungkin terdengar aneh, namun itulah yang terjadi, setelah pelaksanaan Karya Bakti Ilmiah dan Workshop PKM yang berjalan cukup lancar dan sukses, optimisme tersebut kembali hadir. Mulailah disusun kepanitiaan meskipun dengan range waktu yang sangat singkat. dan dengan berbagai permasalahan yang terjadi pra pelaksanaan acara. 

Setelah pembetukan panitia dan perubahan komposisi kepanitiaan, maka mulailah saya, pengurus, dan kepanitiaan secara umum(SC dan OC) disibukkan dengan tanggung jawab masing-masing, baik itu tanggung jawab yang tertulis di Pedoman organisasi maupun tanggung jawab yang memang melengket dalam hati. Bolak-balik rumah nalar-Rektorat merupakan kegiatan rutin yang saya tekuni, mendampingi panitia melakukan pengumpulan dana, serta mengontrol kesiapan pelaksanaan kegiatan menjadi aktivitas keseharianku selama beberapa minggu.

Aku pun kadang harus merasa tidak enak kepada kakak-kakak atau lebih tepatnya teman-teman SC karena kami seumuran, yang harus begadang dan pulang tengah malam ke kost mereka padahal beberapa dari mereka adalah cewek. Terima kasih, telah bersama menyukseskan kegiatan ini saudara. Saya pun kagum dengan kepanitiaan, meskipun masih ada banyak celah dari kepanitian di sana-sini, serta kekeliruan-kekeliruan yang harusnya tidak terjadi. Tapi saya yakin bahwa itu di luar kuasa kalian. 

"Lembaga ini adalah keluarga, bukan sekadar organisasi", itu adalah kalimat yang entah telah berapa kali saya ucapkan, dan kali ini saya kembali tersadar akan hal itu. Alumni LPM Penalaran yang saya yakin pasti punya banyak kesibukan masih menyempatkan waktunya untuk hadir membawakan materi hanya untuk kami. Terima kasih atas pengorbanan materi, waktu, dan ilmunya kakak. 

Terima kasih atas optimisme semua elemen yang kalian salurkan, kegiatan yang awalnya kita rencanakan diadakan dengan konsep sederhana dan hanya dilaksanakan di sekretariata atau paling tidak hanya di dalam kota akhirnya bisa kita laksanakan di luar dari pikiran awal kita. 

Akhirnya program kerja itu telah terlaksana, kamu pasti senang kan "Nisha". Saya sebut namamu dalam tulisanku ini karena kaulah yang paling sering mengingatkan saya tentang kewajiban kita ini. Akhirnya terima kasih untuk semuanya yang telah mendukung kesuksesan kegiatan ini, semoga kader yang dilahirkan di ToT ini sesuai dengan tujuan dilaksanakan ToT ini.

Tentang Nama

Sumber

Diammu kadang mempesona, namun kadang pula membuatku tak mampu menerjemahkan maumu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan, "Katamu". Kau begitu  keras untuk ingin dimengerti. Lalu kau terus berada dalam keterdiamanmu, tak  mau mengerti akan batas persefsi yang aku punya, Tuhan pun tak ingin aku mengerti akan dirimu. Katamu itu tugas pertama ku untuk dapat kau terima.

Inginku selalu terbatas pada waktuku dan waktumu, ini bukan persoalan jarak dan waktu, tapi ini persoalan ingin atau tak ingin. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Awalnya kita begitu mudah untuk bersua, menuai rasa lewat frase-frase yang kita susun, lewat tatap mata yang kadang harus tertunduk malu, dan lewat tingkah yang kadang harus palsu. Kini frase, tatap dan tingkah itu mulai harus kulupa dan mencari dirimu di sudut lain yang masih susah untuk kutrjemahkan.

Siluet tak pernah putih, karena jingga selalu menemaninya, aku tak faham dan tak bisa mahfum untuk itu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Aku dulu mengira dirimu adalah "Alif" yang hanya berdiri sendiri tanpa "Ba" ataupun "Ta", hingga aku "Sa" berani mentasdikkan diri untukmu. Kenapa mesti abjad lain harus ada sedang "Sa" telah cukup untukmu.

Hitam mampu menodai putih, putih pun mampu menodai hitam, kau adalah putih dan hitamku. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Katamu". Kesenanganku menjadi hitam telah kau rebut, dan menjadikanku putih. Sedang, saat aku  telah nikmat untuk mencumbui putih kau berubah menjadi hitam. Aku kini berada pada pseoudo diri, menikmati fatamorgana keindahan. 

Air tak pernah berubah dari kadarnya, dan itu inginku untukmu. Kan semuanya tak perlu dijelaskan "Kataku". Kita terlalu mudah untuk curiga, bertengkar, dan kemudian kembali ke pembaringan hanya untuk sekadar menikmati sakit. Ego kita berada di atas segalanya, dan kutahu itu bukan "Kau", dan aku yakin kau tahu bahwa itu bukan juga "Aku". Kita  terlalu lama dalam keberpura-puraan. Hanyasatu inginku "Kembalilah seperti yang dulu.

Nb. Catatan tak jelas untuk objek imajinatif yang hidup dalam labirin bersiklus.

Jumat, 28 September 2012

Training Of Trainer LPM Penalaran UNM

Peningkatan sumber daya anggota dalam sebuah organisasi adalah hal yang mutlak. Hal tersebut karena sebuah lembaga khususnya lembaga kemahasiswaan sangat bergantung dari kader yang dihasilkan. Kaderisasi dalam sebuah lembaga dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik itu secara alami dalam hal ini pendampingan secara lansung ataukah melalui kegiatan pelatihan atau sering disebut pengkaderan.

Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar sebagai salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat universitas dalam sejarahnya telah menelorkan kader-kader yang plural dalam hal orientasi keilmuan. Proses kaderisasinya pun sangat beragam, mulau dari pengkaderan secara alami, diskusi, hingga kegiatan pelatihan bagi anggota.

Pelatihan tingkat lanjut untuk pertama kalinya dilaksanakan pada periode ini yaitu salah satu program kerja bidang Diklat, Kegiatan Training of teriner ini diadakan di Malino Kabupaten Gowa. Aku mau sholat jadi sudah dulu yah. Hahahaha

untitled

Cuman mau bilang aku ngantuk, insomnia ini kapan sembuh.

Selasa, 25 September 2012

Koboy Kampus

Tiba-tiba saja tersadar ketika mendengar lagu The Panas Dalam "Koboi Kampus". 

Sumber



Koboi Kampus

The Panas Dalam

Lalu kapan saya akan di Wisuda
Adik kelas sudah lebih dulu
Rasa cemas merasa masih begini
Temen baik sudah di DO
Orang tua di desa menunggu
Calon istri gelisah menanti
Orang desa sudah banyak menganggap
Aku jaya di negeri orang
Tolonglah diriku …
Koboi kampus yang banyak kasus
Hatiku cemas …
Gelisah sepanjang waktu-waktuku
Kalau bisa bantulah aku
Luluskan apa adanya
Bagaimna? begitu saja
Nanti kaya bapak dibagi
Tolonglah diriku …
Koboi kampus yang banyak kasus
Hatiku cemas …
Gelisah sepanjang hari-hariku
Maafkan aku ayah …


Mudah-mudahan cepat sarjana wahyu. Semangat!

Rindu yang Terusik

Sumber
 
Hay, kemarin aku sempat menyapa sepi. Ia duduk berdua bersama rindu di sebuah tepian telaga yang airnya jernih, ia hanya duduk tertunduk menatap gelombang air yang tercipta dari dedaunan yang jatuh. Tenang, katanya. Aku sempat melihat mereka menikmati rasa yang seakan tak pernah habis. Sepi menyapa rindu, katanya cukup bersamamu aku sudah bahagia. Tak ada balasan kata dari rindu. Ia hanya duduk menatap sepi dengan mata yang berkaca-kaca. Aku melihat rindu seakan tak ingin brranjak tuk menemani sepi dari tepian telaga itu. Rindu bernyanyi rendah, mengalunkan melodi untuk sepi. Sepi terusik dan beranjak pergi meninggalkan rindu dengan nyanyiannya.

Rindupun kini sendiri, mencoba mengusik kata yang enggan terucap untuk sepi. Senja datang menyapa rindu. Senja bagai cermin bagi rindu, ia seolah menemukan bayangnya dalam senja. Hingga ia pun lupa dengan sepi kala senja datang, ia merasa senja adalah dirinya dan dirinya adalah senja. Senja pun menjadi rindu yang menguat. Rindu yang mampu menembus gelapnya Gua Jepang dan Tingginya Singgalang. Ah, aku terlalu hiperbola untuk hal itu.

Aku beranjak pergi meninggalkan mereka yang sedang menikmati syahdu. Hujan menyapaku di ujung jalan, Rintiknya tepat jatuh di spot memoriku. Mengurai semua kenangan tentangmu, "Bintang". Bintang masihkah kau bersembunyi di padang ilalang? Bintang aku ingin jujur padamu, "Bintang aku ingin bersama rindu tapi sungguh aku tak bisa melepas sepi". 

Aku bersama rindu untukmu Bintang dan biarkan sepi pergi meninggalkanku.


Minggu, 23 September 2012

Terisak Kembali

Sumber
Kau kembali terisak karenaku. Sedang aku masih dalam keangkuhan pikirku, terus berada dalam "abai" yang belum bisa kusibak saat ini. "Rumit" itu yang kita rasa saat ini. Kadang kita harus saling bersitegang, merajuk, dan kemudian kembali ke pembaringan hanya untuk sekadar menikmati isak tangis yang kita cipta sendiri. Mengapa? Tak usah kita jawab. Cukup hati yang tahu mengapa. Karena tak semua harus di jelaskan. Iya kan?

Maaf dan Sayang, mungkin kata itu sudah terdengar sangat membosankan, menjenuhkan, atau tak lagi berharga. Setidaknya aku ingin berterima kasih pada kata itu, karena dia yang mampu menyatukan kita kala kita telah jenuh ditemani bulir air mata. Kau mungkin kehilangan bintang namun tak akan kehilangan cahaya dari bintang itu yang terus bersinar di kau. 

Kemarin kita telah bercerita banyak, tentang demokrasi, tentang mereka yang pernah hidup di hati kita, tentang  kuliah, dan tentang masa depan atau ending dari cerita rumit ini. Kita memang unik, kita tak sadar telah memulai sesuatu yang menjadi rumit dan tak tahu pula akhir dari cerita rumit itu. Satu kata yang selalu "Kita" yakini bahwa cerita ini akan "Happy Ending"

Unik, yah seperti itulah. Pertemuan kita pun terkesan unik, terlebih lagi karakter kita yang seperti ingin menyatukan api dengan api. Keras hati, itulah kita. "Jaim" itu pula yang menjadi pembatas rasa ini. Aku ingat pertama kali kita bertemu, kita saling acuh namun saling berbagi tatap. Setelahnya entahlah entah, rasa itu telah tumbuh. Mulai memberi arti dalam benak tanya. apakah ini? 

Belum sempat tanya itu terjawab, Tuhan menciptakan jarak agar kita mengerti akan arti rindu. Saat rindu itu telah membuncah, kita pun mengerti bahwa ada rasa yang telah mengikat kita. Tuhan pun mempertemukan kita kembali dengan tatapan yang masih sama seperti dulu, tetap lembut dalam ketajaman dan kerasnya hati. Saat tatap itu telah bertemu aku pun tahu, inilah yang hilang dulu dari aku. 

Aku ingin katakan padamu. Maaf telah membawamu dalam cerita rumit ini, tapi yakinlah ketika labirin ini telah kita selesaikan, kita akan menemukan senyum yang terus merekah tanpa ada lagi bulir air mata yang jatuh. Gadisku, tersenyumlah dengan lesung pipitmu. 

"Simpan bulir air mata itu untuk tangis haru dan kebahagiaan nantinya, yakin akan hal itu"

Milad LPM penalaran ke-14

September, Aku selalu senang dengan bulan ini. Sama seperti senangnya aku melihat kutilang yang berpindah di ranting-ranting basah depan rumah. Sebuah analogi yang sangat bersebelahan dan sangat tidak ngonteks. Ketimpangan, mungkin. Satu yang jelas bahwa September selalu mampu membuatku menyunggingkan senyum dan menarik ke dua tepi bibirku untuk saling menjauh. 

Sebuah senyum kembali tersungging kemarin. Aku tak tahu mengapa aku sangat senang meskipun dengan kondisi tubuh yang kurang sehat. Aku terinngat dua tahun yang lalu, saat aku belum menjadi anggota dalam keluarga baruku ini.Andai waktu itu aku tak lulus mungkin aku tak akan kenal dengan mereka. Mereka yang sekarang menjadi saudaraku. 

Aku ingin katakan bahwa kemarin adalah hari ulang tahun semua anggota mulai dari angkatan pertama hingga angkatan terakhir LPM Penalaran UNM. Tanggal 22 September 2012 adalah hari ulang tahun ke 14 untuk lembagaku. Lembaga yang telah mampu merubah dan mendesainku hingga seperti sekarang ini. Aku katakan bahwa aku belum hebat, belum jago, belum cerdas tapi setidaknya ada hal lain yang saya rasa lebih penting dalam hidupku. Tak perlulah saya jelaskan, karena tak semua mesti dijelaskan. Iya kan?

Intinya  aku hanya ingin katakan "Selamat Ulang Tahun untuk LPM Penalaran UNM yang ke-14 semoga tetap jaya, kami akan tetap menjagamu dalam bingkai kekeluargaan kami"


Jumat, 21 September 2012

Rumah Peradaban, Kampung Peradaban

Sejak aku menjadi mahasiswa aku tak pernah merasa jauh dari keluarga. Sebab di sini, di kota yang wajahnya tiap hari dipenuhi dengan asap kendaraan aku menemukan kelaurga baru. Keluarga sekaligus teman berbagi, bercerita, berkelana, gila-gilaan dan teman berbagi bahak dan juga tangis. Dari sekian banyak keluargaku di Makassar, sekarang aku sangat betah untuk bercengkrama dengan "keluarga nalarku". 

Aku sebenarnya belum terlalu lama berada dalam keluarga tersebut. Aku mulai bergabung di keluarga tersebut tahun 2010 silam, namun aku merasa telah manjadi bagian dari keluarga tersebut. Aku dulunya menjadi anak termuda dalam keluarga tersebut. Dimanja dan selalu mendapat bimbingan dari kakak-kakaknya. Sekarang aku hampir menjadi orang yang paling tua dalam keluarga tersebut. Kenangan pun sudah banyak yang terukir di bawah atap yang kami sebut rumah peradaban. 

Rumah peradaban itu setiap paginya pasti lengang, sunyi, dan kadang hanya suara TV yang tak pernah berhenti mengoceh mulai dari terbenamnya matahari. "Bangun meki nak, ada roti bakar sama susu di meja" itu adalah kalimat sindiran yang sangat melekat dan seringkali terucap dari bibir sahabat kala matahari telah menerobos masuk ke dalam kamar. Pernah kami harus mencuci 83 piring, 32 mangkok, lusinan gelas dan sendok hingga kami harus meluruskan badan setelahnya. Pernah juga kami harus mengangkat sampah hingga beberapa kali ke mobil sampah. Namun, dibalik semua itu banyak kisah manis yang terukir di sana.

Mungkin nanti kita masih akan antri untuk mandi, ketuk-ketuk kamar untuk meminta menyegerakan mandi. Berbagi bantal dan kasur dan harus mengatur kipas angin sebagai pengusir nyamuk. Bantal kami di rumah tersebut adalah sandaran sofa, tapi satu yang agak susah yaitu masalah kipas angin. Aku gak suka pakai kipas angin kalau mau tidur sedangkan teman yang lain sangat suka sehingga aku harus cari tempat tidur yang jauh dari kipas. Satu hal yang tak boleh kita tinggalkan kawan, aku ingin kita masih bisa makan bersama dengan beralaskan daun pisang yang dibentangkan panjang. Sungguh itu sangat nikmat.

Mungkin kita tidak akan pernah lagi melihat si Sumriani, Musdalifah ataukah siswa-siswa SMP yang tiap hari lewat depan rumah. Atau mungkin pula kita akan senang karena tak akan lagi bertemu dengan Irwan. Hahahaha. Semoga tak ada Irwan varu saudara. Sekarang kita sudah pindah rumah. Sekarang kita tak lagi berada di rumah peradaban. Aku ingin menyebutnya kampung peradaban. Di sini kita akan mengukir cerita baru, kisah baru dan tentu prestasi baru. 

Selamat tinggal rumah peradaban dan selamat datang di Kampung Peradaban

Rabu, 19 September 2012

Workshop PKM LPM Penalarn UNM 2012

Peserta Workshop di Lantai Satu
Hari ini aku akan bercerita tentang kegiatan Workshop Program Kreativitas Mahasiswa yang kami laksanakan Minggu, 16 September 2012 lalu. Kegiatan ini merupakan Program Kerja Eksternal Terakhir di Masa jabatanku sebagai Ketua Umum Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar. Saya akan memulai bercerita mulai dari H-1 pelaksanaan kegiatan. Malam menyambut kegiatan yang biasanya kami anggap biasa kini berubah menjadi sebuah kegiatan akbar yang mesti mendapat perhatian lebih dari kami para laskar nalar. Bukan pada permasalahan finansial seperti yang biasanya dialami dalam setiap kepanitian, tetapi pada sebuah kondisi yang membuat kami harus bahagia sekaligus bingung. Jumlah peserta yang ingin mendaftar untuk mengikuti workshop yang dihadapkan dengan kapasitas ruangan yang tidak mumpuni. Target peserta 500 mahasiswa ternyata bukanlah sebuah hal yang mustahil bahkan panitia mampu melampaui target tersebut. Respon akan hal tersebut yaitu dengan persiapan yang harus ekstra keras. Taktis yang kami gunakan untuk merespon kondisi tersebut yaitu menyusun kursi hingga mau rapat dengan podium, tak ada celah yang terbuang, bahkan lantai dua pun harus terisi. Sekadar gambaran gedung ini belum pernah kami gunakan sebelumnya, karena biasanya kami melaksanakan workshop ini di Gedung Rektorat lantai 3 Universitas Negeri Makassar dengan kapasitas ruangan 250 mahasiswa. 

Malam semakin larut, sedang aku dan para laskar nalar masih bergelut dengan kursi, tangga, spanduk, meja, sofa, palu, paku bahkan selotip. Sadar bahwa besok pasti akan banyak agenda yang lebih krusial kami memutuskan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang bisa kami ketja malam itu. Setelah ruangan ditata sedemikian rupa kami pergi membeli air mineral gelas untuk peserta dan panitia besoknya. Jumlah kami sebenarnya telah berkurang karena sebagian dari kami harus mengikuti Lounching Buku Risalah Rindu yang sebenarnya saya pun punya tulisan (3 buah puisi) dalam buku tersebut. Tapi tak apalah, toh ini lebih penting menurutku. Akhirnya selesai juga  pekerjaan malam itu, kami pun beranjak pulang.

Sampai di Rumah Nalar (Sekretariat LPM Penalaran UNM), kami pun disuguhi pekerjaan administratif untuk kelancaran acara esok paginya. Hal-hal kecil namun urgen seperti daftar hadir peserta, sertifikat, lembar kerja untuk peserta dan lain sebagainya kami rampungkan. Sebenaranya aku tak terlalu bekerja keras untuk hal itu karena telah ada kepanitian yang kami bentuk dari pengurus, saya hanya mendampingi mereka, toh mereka sangat hebat dan profesional dalam mengerjakan tanggung jawab mereka. Aku tak tahu pukul berapa saya terlelap namun yang pastinya aku lebih cepat terlelap dari ketua panitian yang harus tidur menjelang adzan subuh berkumandang. 

Pagi pun menjemput harapan, tak seperti biasanya pagi ini aku begitu bersemangat. Aku tak tahu apakah karena semangat yang menggebu atau karena ketakutan yang menghampiriku, ketakutan kegiatan ini tidak berjalan dengan sukses dan lancar. Entahlah? Pagi itu aku hanya mengungkapkan perasaanku, marahku pagi itu untuk seseorang yang seolah tak peduli dengan perjuangan kami. Walau sebenarnya aku tahu ia mungkin terlalu lelah dengan aktivitasnya. Yah, kami harus saling memahami perasaan dalam setiap kepanitiaan. Karena solidaritas, kebersamaan dan kekeluargaan berada diatas segalanya dalam sebuah organisasi atau lebih tepatnya kami katakan sebagai keluarga nalar.

Pemberian Plakat kepada Pemateri
Aku sengaja berangkat lebih lambat dibanding anggota yang lain, aku ingin memastikan semua perlengkapan telah dibawa. Setelah semuanya berangkat aku pun berangkat ke Gedung Program Pasca Sarjana lantai 5 Universitas Negeri Makassar tempat Workshop tersebut digelar. Peserta telah lumayan banyak memenuhi tempat administrasi dan sebagian lainnya telah berada dalam ruangan yang lumayan megah. Saya mengambil tempat duduk di sofa paling depan sambil memperhatikan panitia yang masih sibuk untuk mengecek segala persiapan. Arlojiku kini menunjukkan pukul 08.30, peserta pun telah membludak, yah sekitar 400 orang lebih. Aku memutuskan untuk menghubungi pak Rektor (Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd). Jawabnya singkat "OK", setelah itu aku juga menghubungi Pembantu Rektor III (Prof. Dr. Heri Tahir, S.H, M.H), katanya beliau dalam perjalanan. Aku mulai tenang.
Setelah 15 menit berlalu saya putuskan untuk menunggu Pak Rektor di Loby lantai satu bersama dua orang pengurusku, pas mau masuk lift ternyata Pak Rektor ada dalam lift tersebut. Aku pun menjabat tangan beliau dan mengantar beliau masuk dan duduk di samping beliau di tempat yang telah kami sediakan sebelumnya. Acara pun kami mulai pada pukul 09.00. Permbukaan oleh MC, Pembacaan ayat suci Al-Quran, dan ketika laporan ketua panitia Pak Pembantu Rektor III pun tiba di lokasi, Sambutan Ketua Umum ( Aku Sendiri), Sambutan PR III dan Sambuatan serta dibukanya secara resmi kegiatan oleh Rektor Universitas Negeri Makassar.
Aku duduk diantara pimpinan Universitas Negeri Makassar tersebut sambil berbincang tentang kelembagaan dan dunia kemahasiswaan secara umum. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari sinergitas visi misi lembaga kemahasiswaan denga visi universitas, harapan mahasiswa dan harapan pimpinan, bahkan potensi yang belum termaksimalkan untuk bersaing dengan kampus-kampus lain di luar Sulawesi.

Foto Bareng Setelah Kegiatan
(Maaf yang lagi bersih-bersih gak kebagian foto) Hehehe
  

Kita bisa kawan, karena kita punya keinginan dan semangat.

Kamis, 13 September 2012

Merekam Senyum

Senyum
Jam di Arloji saya telah menunjukkan pukul 00.15, jemari saya masih menari di keyboard laptop saya. Aku sebenarnya tak sibuk dengan tugasku namun saya menanti sesuatu dari seseorang yang sebenarnya saya anggap spesial. Tak ada pertanda akan hal itu, inginku mananyakan apakah dia lupa? tapi aku tak ingin karena stimulus ia mengatakan itu. Kuingin itu lahir dari karena ia memang ingat dengan saya. Waktu pun berlalu dengan begitu cepat, akukini sendiri di sudut kamar ditemani dengkuran sahabat yang lelah karena kesibukan mereka siang harinya.Aku sudah melupakan semuanya, ah mungkin ia sudah tidur! pikirku saat itu.Tiba-tiba sepotong lilin datang dengan alunan lagu yang bagi saya sangat klasik "Happy Birth Day to You". Hadirmu dini hari itu memberi senyum yang akan terekam sekarang dan nanti, senyummu saat itu adalah senyuman yang ingin kulihat selalu sekarang dan nanti. Kita pun meniup lilin tersebut secara bersamaan dan aku harus bertanya mengapa mesti kau harus mengharu biru di malam ini? Kau tak menjawabnya, dan akupun tak mau memaksamu tuk mengatakan alasannya. Yah sudahlah, mungkin ada harap yang kau simpan untukku sekarang dan nanti.

Unik! itu hal terucap dariku saat kau berikan Pir dan Apel yang katamu itu adalah buah kesukaanmu. Kau kupas dengan dengan lembut yang kemudian kau berikan untukku kemudian untukmu lagi. Aku menyela pembicaraan? saya kira kamu lupa? tanyaku. Mana bisa aku lupa. jawabmu dengan cuekmu yang khas. Kenapa mesti buah pear dan apel? aku ingin aku beda dengan mereka. Kita pun kembali dalam suasana yang hening saling berbagi indah dan senyum. Ingin kurekam senyummu saat itu, tersungging dengan alami dengan lesung pipitmu. Setelah cukup lama kita bercengkrama kita pun harus berpisah.

Pagi hari aku kembali pada hariku seperti biasanya, kulihat garis waktuku di profil Facebook telah penuh dengan ucapan dan doa pengiring. Tak ada yang cukup spesial namun sangat membahagiakan mendapat ucapan dan doa dari para sahabat.

Malam pun tiba, setelah seharian disibukkan dengan beberapa aktivitas aku segera pergi ke temapt tidur. Seperti biasa saya menatap layar laptopku yang setiap malam menemaniku, sementara sauadaraku (sahabat nalar) masih berbincang tentang tema yang beraneka ragam di luar sana. Tiba-tiba sebuah surprise kaliian berikan, sebuah kue Ulang tahun dengan namaku tertulis diatasnya, "selamat ulang tahun Pak Ketua" kata kalian. Aku hanya bisa terdiam, terharu dan menahan sisi melan yang sebenarnya ingin membuncah. Aku tak tahu maksud dari tujuh buah lilin di atas kue itu, tapi kuanggap saja kalau kalian tahu aku suka dengan angka tujuh (Hehehe). Harapan pun terucap malam itu. Acara pun dilanjutkan dengan hal yang tak perlu saya ceritakan. Cukup aku dan kalian yang merekam semuanya. Terima kasih atas semua senyuman, doa dan surprise ini.

Tulisan untuk seorang yang spesial yang telah memberikan senyum di malam itu, sahabat dan lebih tepatnya saudaraku yang memberikan hal yang tak kuduga sebelumnya dan untuk pesan singkat yang dikirimkan oleh sahabat lamaku dari bumi Sawerigading dan adek saya di lokasi KKN nya, serta semua ucapan dan doa di time line Facebook saya. Thanks yah sob.

Sabtu, 08 September 2012

Koruptor juga Teroris

Sumber
Sebelas tahun yang lalu tepatnya 11 September 2011 semenjak aksi peledakan Menara Berkembar World Trade Center (Pusat Dagangan Dunia) di Bandar Raya New York yang diduga dilakukan oleh kelompok Al-Qaedah, namun gaung dari peristiwa tersebut masih terdengar sampai saat ini. Efek dari peristiwa tersebut tentunya tidak dirasakan hingga saat ini, berbeda halnya dengan korupsi yang efeknya memang tidak dirasakan secara lansung oleh masyarakat tetapi memberikan efek yang berkelanjutan. Sebuah peristilahan yang saya buat untuk kedua hal tersebut adalah teroris membunuh dengan bom sedangkan teroris membunuh dengan               dasi, kedua  teroris dengan sekejap sedangkan koruptor membunuh bagai menebar racun biologis, pelan, massif, dan pasti.

Abai dan Terabaikan

Sebuah hal yang sangat miris jika melihat penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia adalah penanganannya yang sangat lambang, bertele-tele dan tidak secara tuntas. Sebuah kasus korupsi bernilai miliaran rupiah dengan mudahnya akan hilang dan tertutupi oleh kasus-kasus kecil seperti misalnya isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau bahkan isu teroris yang kemungkinan saja hanya berupa by design oleh kelompok-kelompok tertentu. Rakyat seakan dimainkan untuk berpikir bahwa kasus tersebut telah selesai dan tidak perlu lagi dipikirkan. Jika dibandingkan dengan penanganan kasus terorisme, hal tersebut tentunya sangat jauh berbeda. Lihat saja berita tentang Osama bin Ladem yang hingga saat ini namanya masih bergema tak kala mendekati tanggal 11 September, Nurdin M Top yang kasusnya tetap diusut hingga ke akar-akarnya meskipun Nurdin M Top sendiri telah tewas dan kasus-kasus lainnya yang berujung pada keberhasilan penuntasan kasus terorisme. 

Pertanyaan yang paling mendasar dari perbandingan kedua kasus tersebut adalah apakah pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan  kasus tersebut serius untuk menuntaskan hingga ke akar-akarnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia seperti halnya penuntasan kasus-kasus terorisme? Jika dilihat dari sisi pemikiran kritis maka kita akan menyimpulkan bahwa pemerintah dan pihak-pihak terkait telah “abai” untuk hal tersebut. Sebagai contohnya kasus Gurita Cikeas atau Bank Century yang hingga saat ini belum ditemukan ujung pangkalnya, kasus korupsi Simulator SIM, bahkan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang terjadi pada September 1997 yang sampai saat ini masih terasa efeknya juga belum selesai bahkan kasusnya telah tenggelam oleh kasus-kasus lain yang juga belum mampu dituntaskan. 

Ancaman hukuman yang berat serta pencopotan jabatan secara struktural dan fungsional seakan tak memberikan efek jerah kepada para pelaku korupsi maupun calon generasi koruptor. Hal tersebut terjadi karena mereka melihat bukti secara empiris yang melihat para senior-seniornya masih melenggang dengan bebasnya di luar sel tahanan padahal mereka telah terbukti menjadi tersangka kasus korupsi. Ini tentunya akan memberikan efek buruk kepada orang-orang yang mungkin sebelumnya tak memiliki niat untuk melakukan korupsi, tapi melihat lemahnya penanganan kasus korupsi di negara ini sehingga ia pun berubah haluan. Toh, mereka berpikir bahwa ancaman hukuman hanya sekadar gertakan sambal belaka.

Perbandingan Efek

Pemikiran praktis dari masyarakat dan mungkin juga pemerintah sehingga sangat ambisius dalam menangani kasus-kasus terorisme, namun seakan mati kutu dalam menangani kasus-kasus korupsi adalah terorisme berkenaan lansung dengan keamanan negara dan juga berkenaan lansung dengan nyawa masyarakat. Sebuah pemikiran yang tepat menurut penulis, namun masih keliru jika menganggap bahwa kasus korupsi tidak berkenaan dengan keamanan negara, nyawa rakyat, kemisikinan serta kebobrokan moral.  Hal tersebut tentu saja dapat saling berkaitan, tengoklah kasus yang sering kali muncul dalam berita-berita nasional yang selalu membandingkan antara pencuri kelas teri dengan pencuri kelas kakap. Contohnya kasus seorang nenek yang mencuri singkong yang kemudian selau diperbandingkan dengan kasus korupsi oleh pencuri kelas kakap baik dari segi jumlah maupun dari segi beratnya hukuman. Padahal jika melihatnya secara cermat bisa saja sebuah hipotesa terlahir bahwa keboborokan moral masyarakat dipicu oleh keboborokan moral pemimpin yang menjadi modelnya. Hal tersebut tentunya tidak mustahil melihat sisi pemikiran manusia yang selalu cenderung untuk meniru sifat pemimpinnya atau yang menjadi model bagi dirinya. Efek lain yang ditimbulkan adalah efek sistemik berupa kemiskinan, kasus korupsi pada September 1997 yaitu kasus Likuiditas Bank Indonesia atau lebih dikenal dengan istilah BLBI yang efeknya masih terasa hingga sekarang berupa tingginya utang luar negeri Indonesia yang tentunya berakibat pada melemahnya perekonomian nasional. 

Sedangkan jika kita melihat efek dari isu terorisme seperti pada kasus bom bali, JW Marriot dan kasus terbaru yaitu kasus isu terorisme di Solo memang memberikan efek rasa takut serta was-was lansung kepada masyarakat tetapi tidak berdampak secara sistemik atau berkelanjutan. Ada efek secara tidak lansung yang diakibatkan seperti penurunan jumlah wisatawan karena alasan keamanan seperti yang terjadi pasca bom Bali, tetapi hal tersebut tidak berlansung lama. Penulis dalam hal ini tidak bermaksud mengatakan bahwa penanganan kasus terorisme tidaklah penting, tetapi justru berpikir bahwa “kasus terorisme yang pelik dan menggunakan senjata saja bisa diselasaikan mengapa kasus korupsi yang hanya mengandalakan dasi dan kursi jabatan kok tak bisa diselesaikan?”

Ketegasan Tindakan

Ancaman hukuman penjara seumur hidup tidak akan mampu memberikan efek jerah serta menhentikan aksi korupsi di Indonesia jika tidak dibarengi dengan aplikasi nyata dari ancaman hukuman tersebut. Sehingga tak perlu ada peninjaun kembali tentang hukum yang mengatur tentang hukuman bagi para pelaku korupsi, sebab sebenarnya jika ditinjau dari segi aturan tertulis sudah cukup jelas dan sudah cukup ideal hukum tersebut. Hanya saja dalam segi pelaksanaan dari hukum tersebut yang kadang menyimpang dari aturan.

Kedua, Pengusutan sebuah kasus korupsi haruslah sampai pada akar dari kasus tersebut, sehingga tak seperti memotong ranting sebuah kasus sedang batang dan akarnya masih dibiarkan untuk tumbuh. Hal tyersebut masih sangat terlihat dari penanganan kasus korupsi di Indonesia, seperti pada penanganan kasus Gayus Tambunan yang seharusnya menyeret nama lain yang merupakan batang dan akar dari segala kasus. 

Ketiga, Pengosentrasian penanganan sebuah kasus, sehingga tak akan ditenggelamkan oleh kasus-kasus lain yang mungkin saja merupakan penagalihan isu dari pihak-pihak tertentu.

Dari beberapa hal tersebut maka perlu dijalin sebuah kerja sama antara masyarakat, media massa, serta pihak-pihak yang bersangkutan agar kiranya tetap melakukan pengawasan serta menindaklanjuti kasus-kasus yang belum terselesaikan. Sehingga nantinya penanganan kasus korupsi dapat seintegratif penaganganan kasus isu terorisme.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...