Kemerdekaan
yang Pseudo
Membincang
tentang Indonesia, maka akan membincang tentang panggung drama yang bak sebuah
cerita sinetron yang tak ada putusnya. Sebuah drama kehidupan yang terjadi
bagai sebuah siklus panjang yang terus berulang. Korupsi, rasis, terorisme,
bahkan kejadian seperti banjir, pencurian, pemerkosaan maupun pelecehan seksual
menjadi perbincangan sehari-hari di media-media massa dan layaknya sudah
menjadi menu wajib yang harus dikonsumsi oleh masyarakat. Para pemimpin yang
dengan mudah mengeluarkan kebijakan tanpa pernah memikirkan efek dari kebijakan
tersebut, bawahan yang mengatasnamakan dirinya rakyat yang dengan mudah
memprotes setiap kebijakan dari pemerintah yang seolah tak ada kebijakan yang
benar, bahkan sangat miris rasanya melihat insan terdidik (red: Mahasiswa) yang
mengaku sebagi agent of change, social
control, and stock holder yang tahunya hanya memprotes tanpa pernah ada
solusi. Apakah memang sudah tak ada sinergitas? Aku lantas teringat pada sebuah
kalimat bijak dari Emha Ainun Najib “ Ketika negara sudah tak mampu lagi
mengakomodir kepentingan rakayatnya, maka sudah sepatutnya negara itu
dibubarkan”. Apakah ini yang mereka cari? Kalau itu yang mereka cari, maka aku
yang akan menjadi orang pertama yang kontra terhadap mereka. Karena memaknai
negara, memaknai bangsa dan memaknai Indonesia bukan dengan cara memaknai kata
I-N-D-O-N-E-S-I-A.