Rabu, 22 Mei 2013

Catatan tak Usai Tentangmu

Penat masih menyelimuti ubun-ubunku saat aku mencoba kelaur dari zona kejenuhanku. Sejumput rasa masih menggelatung pas di rongga tak berdasar di dalam seonggok daging. Kembali menyusuri perjalanan panjang yang masih tak berujung, perjalanan anatara kata "Aku", "Kamu" yang masih belum bisa untuk menjadi "Kita". Aku kadang iri dengan cerita-cerita Bolywood sama seperti film kesukaanmu yang selalu saja bahagia di akhir episodenya. Kenapa kita tak pernah mempertanyakan itu, padahal kita doyan sekali menyaksikan kemesraan dan konflik yang mereka nikmati. Ah, aku tak mungkin dapat membaca jalan pikirmu dn kau pun tak mungkin dapat membaca jalan pikirku.

Aku kembali membaca catatan-catatan yang tersimpan dengan manis dengan judul empat huruf nama yang sering sekali aku pakai untuk memanggilmu. membiarkanya abadi dalam sebuah sistem kode biner yang kemudian menajdikannya abjad-abjad yang dapat aku dan kamu mengerti. Selalu ada perpisahan yang seolah kita menyukainya, mungkin untuk membangkitkan rindu atau mungkin pula untuk menghilangkan jenuh yang lahir dari ketakalfaan. butuhkah hati kelafaan untuk mencinta? Maaf kini sudah menjadi langganan bibir kita, kata yang selalu hadir diantara abai yang menggelantung dibalik bentuk perhatian semu yang terlisankan. Kembalilah kita pada malam yang tak lagi ramai dengan bayangan-bayangan sesal yang akan tetap menjadi sesal.

Malam masih seperti kemarin, selalu saja menyajikan menu tanya dan tawa dari bintang-bintang. Tanya tentang pilihanku untuk meninggalkan atau mungkin dipaksa untuk meninggalkan. Tawa tentang kesabaranku atau mungkin kebodohanku yang selalu saja masih berharap pada garis semu pengikatn komitmen. Aku ingat beberapa kata atau mungkin bait yang kau tuliskan tentangku, sebuah perihal paling abadi yang akan terekam selamanya. Sederet judul-judul film, tempat makan, atau mungkin jalan-jalan yang pernah kita lalui bersama, membuang sifat lupa dan abaiku dan abaimu sejenak kemudian menyelami semua kenangan yang bangkit dari memori kealfaan yang dulunya selalu lupa.

Kemarin di sebuah senja yang teduh, aku menuliskan nama yang pernah kuberikan padamu denganbbatu-batu putih dan kerang yang kukumpul. Aku merangkainya dengan hati yang masih saja merindu atas kealfaan hadirmu dalam diriku. Kita pernah menjadi sepasang sejoli di sebuah lepas pantai dengan kursi plastik menghadap laut. Berdua menyelami senja diantara matahari yang hanya tinggal sepotong. Aku ingin terlahir kembali dan menjadi orang baru untukmu. Seorang yang memiliki memori masa lalu tentangmu dan kaupun tak memiliki memori masa lalu untukku. kau kembali menjadi asing bagiku dan akupun menjadi asing bagimu. Mungkin sepeerti sesutu yang impas, tapi apakah kita akan melupakan sakit di sebuah masa sebelum itub terjadi? Apakah itu masih terlihat adil ketika masa lalu telah ikut campur pada blue print yang kita rancang?

Aku selalu menemukan sejumput rasa saat aku bertemu denganmu. Aku tak pernah bisa membaca arti lengkungan di bibirmu, arti cubitan di lengan sebelah kananku, dan arti tatapan sinis yang selalu saja kau berikan. Aku adalah orang bebal dalam memahami tanda dan penanda. Aku hanya mampu memaknai lokusi dan ilokusi tanpa pernah mau tahu dengan pragmatis dan perlokusi yang seharusnya aku ambil. Tapi kau pun tak pernah mau mengerti akan kebebalanku pada sudut itu.





0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...