Rabu, 29 Mei 2013

Penenun Harap

Siang masih setia pada jarak yang ia buat, serta malam masih setia pada setiap lembaran-lembaran mimpi yang masih terus melayang. kita pernah bersama di tempat ini, mengembalakan imaji pada siluet-siluet jingga di ufuk barat. Dan, hari ini aku tak menemukan itu pada lembaran-lembaran imaji yang dulunya pernah kutenun untukmu di penghujung malam saat bulan tak lagi betah dengan kelam. Usahlah aku berpikir tentang mengapa bulan selalu berubah bentuk tiap malamnya, mengapa kupu-kupu mesti terlahir dari seekor ulat dan kembali melahirkan ulat, atau tentang mengapa hati masih saja merindu saat tak ada lagi asterima rasa yang terbentuk dari nalar dan bibir. Karena kuyakin, cinta masih sama seperti pertama ia lahir, masih saja belum bisa dijelaskan dengan otak tapi dengan hati. 

Aku ingin mengajakmu keluar malam ini, membebaskanmu dari kastil yang masih saja mengurungmu dalam kecemasan rasa. Lalu aku akan mengajakmu mencari jejak-jejak basah diantara rimbun pinus. Mungkin kau akan merasa sesak karena kekurangan oksigen, tapi aku ingin agar kau tetap ada karena di ujung jalan sana ada taman yang ingin kutunjukkan padamu saat mentari telah menyonsong cerah. Akan kuajak kau mendengarkan melodi alam pembentuk rasa, lalu akan aku sandarkan kau pada sebuah penopang yang akan selalu mampu memberimu kuat saat kau rapuh pada yakinmu padaku. Di sini, kita akan bersama menenun khayal, imaji dan cerita menjadi sebuah harap yang akan kita tanam di taman harapan saat sore telah memberi bias jingga.

Kita pun  kembali pada pembaringan kita, menikmati tenunan harap yang telah kita tanam di taman harapan. Entah kapan, rindu akan memanggil kita lewat isyarat denyut nadi, degup jantung, atau bahkan lewat lintasan imaji yang masih saja setia pada namamu di imajiku dan namaku di imajimu.Lembaran-lembaran kata yang tela kita pungut dan tenun sebelumnya akan turut andil tuk menagih janji yang telah kita layangkan pada lembaran-lembaran harap di taman harapan. Lalu mestikah kau masih bertanya padaku tentang keseriusan lewat tatapan ragu dari sudut matamu? Apakah kau masih saja bertanya apakah ini cinta? lalu kita pun akan mengurai kembali semua cerita panjang yang telah kita bingkai, mencoba menghubungkannya dengan rasa yang masih saja berkecamuk dalam jiwa.

Saat malam telah bosan dengan gelap, aku pun telah menuntaskan yakin diantara sekian banyak arah yang dulunya ada untukku. Aku masih ingin disini bersamamu menuntaskan rasa, harap, serta cerita yang y=tak kunjung selesai tentang kita. 

#Aku masih di sini berharap kau datang menuntaskan cerita-cerita yang pernah kita tenun.

Jumat, 24 Mei 2013

Pertemuan Terakhir? #maybe

Pagi masih saja selalu menyajikan kicau burung yang tak pernah alfa untuk singgah di ranting-ranting pohon jambu air yang buahnya telah kemerahan. Aku pun hanya sekilas memandang mereka, ada semacam kebahagiaan dibalik siul merdu yang mereka cipta. Langit pun sudah tak seperti beberapa tahun terakhir, aku masih saja menemukan rintik di pertengahan tahun. Adakah seseorang yang gundah hingga Tuhan menurunkan hujannya di pertengahan tahun, memberinya waktu untuk menangis sejadi-jadinya di tengah derasnya hujan? "Entahlah", kau adalah perempuan pembenci hujan, aku tahu itu dari almanak yang telah kususun sangat rapi tentangmu pada sebuah catatan kecil di dunia tak nyata. Aku akan membiarkan kita berada pada sebuah dimensi dimana kau dan aku akan menerjemahkan rasa, menulusuri denyut nadi dan jantung masing -masing dan bersama mebuka tudung rahasia yang selama ini aku dan kamu simpan dengan baik-baik.

Aku tak bermaksud mengajakmu untuk menelusuri kenangan yang pernah kita rangkai, aku  hanya ingin mengajakmu bermain di alam khayal yang masih saja terlalu indah untuk sebuah alam nyata. Aku ingin mengajakmu menulusuri sepoi angin pantai, semburat jingga matahari terbenam, atau hanya sekdar menimkmati sepotong bulan sabit.Membiarkan mereka bermain dengan inginnya dan kita pun seakan acuh dengan tatapan kita pada mereka, bukankah mereka memang diciptakan untuk dinikmati. Sikap apatisku bangkit menerobos tubuhku yang lemah dan berubah menjadi sebuah pragmatisme semu. Pragmatisme yang lahir karena obsesi tinggi akan hadirmu pada sebuah rekaman senja di sebuah bangku tua menghadap laut.

Pernah pula kita menikmati sebuah drama yang kau sebut "Studio 31", filmnya pun bisa kita hendaki sesuai dengan keinginan kita. Saat itu kita menonton sebuah film Bolywood. Dinding rumah dalam sekejap kita sulap menjadi layar pemantul cahaya dari proyektor. Kita pun menikmati setiap dialog, adegan dan konflik yang mengalir begitu saja, sesekali pula aku menikmati wajahmu yang dengan sangat serius menikmati dinding tembok yang kini sudah berubah menjadi layar. Kita juga tak lupa menikmati cemilan berat yang beda antara kau da aku, aku menikmati cemilan dengan cokelat di tengahnya dan kau lebih memilih martabak. Aku jadi ingat gara-gara cemilan cokelat itu, akupun kau anggap belum sepenuhnya menegrti tentang dirimu. yah aku faham kalau kamu tak suka dengan cokelat, tapi sungguh waktu itu aku betul-betul lupa kalau makanan itu isinya adalah cokelat. Sesaat setelah itu saat aku sebenarnya telah ingin beranjak untuk kembali, hujan seakan memberi isyarat untukku agar masih tetap tinggal bersamamu. malam pun semakin larut, Drama yang kita putarpun telah selesai. kita mengganti filmnya dengan sebuah film komedi tempo dulu, sebuah komedi favoritmu dan favoritku. kita pun kembali seperti aktivitas dua jam sebelumnya, dan entah sejak kapan kau telah melayang dalam alam mimpimu. Aku membereskan semuanya dan memabngunkanmu setelahnya. 

Hatiku sebenarnya bergemuruh tentang kalimat yang terucap dari bibirku di saat kau sedang menikmati sepiring nasi goreng merah. Aku ingin kembali mengucapkan kalimat itu, namun aku berpikir aku telah membuatmu tidak mood untuk menghabiskan nasi goreng yang biasanya kau sangat doyan, apakah aku harus mengulang kata yang membuatmu sesak itu? Aku menerka sendiri dalam pikirku dan memberikan sebuah konklusi dari semua kata balasan yang kau berikan atas semua permintaan yang telah kuberi. "Mungkin ini adalah terakhir kalinya kita bertemu". Sebuah kata yang terlontar dari bibirku yang merupakan hasil konklusi dari semua jawaban yang kau beri. Aku tak mau berada dalam kepura-puraan dan akupun tak mau selamanya berada pada sebuah kepalsuan dan ketakpastian.  Setelah itu aku pun berada pada sebuah hentakan gelombang besar yang akhirnya aku pun tak tahu dan aku tak pernah tahu tentangmu.


#Adakah kesempatan keempat jika kesempatan ketiga telah kau tutup?



Rabu, 22 Mei 2013

Catatan tak Usai Tentangmu

Penat masih menyelimuti ubun-ubunku saat aku mencoba kelaur dari zona kejenuhanku. Sejumput rasa masih menggelatung pas di rongga tak berdasar di dalam seonggok daging. Kembali menyusuri perjalanan panjang yang masih tak berujung, perjalanan anatara kata "Aku", "Kamu" yang masih belum bisa untuk menjadi "Kita". Aku kadang iri dengan cerita-cerita Bolywood sama seperti film kesukaanmu yang selalu saja bahagia di akhir episodenya. Kenapa kita tak pernah mempertanyakan itu, padahal kita doyan sekali menyaksikan kemesraan dan konflik yang mereka nikmati. Ah, aku tak mungkin dapat membaca jalan pikirmu dn kau pun tak mungkin dapat membaca jalan pikirku.

Aku kembali membaca catatan-catatan yang tersimpan dengan manis dengan judul empat huruf nama yang sering sekali aku pakai untuk memanggilmu. membiarkanya abadi dalam sebuah sistem kode biner yang kemudian menajdikannya abjad-abjad yang dapat aku dan kamu mengerti. Selalu ada perpisahan yang seolah kita menyukainya, mungkin untuk membangkitkan rindu atau mungkin pula untuk menghilangkan jenuh yang lahir dari ketakalfaan. butuhkah hati kelafaan untuk mencinta? Maaf kini sudah menjadi langganan bibir kita, kata yang selalu hadir diantara abai yang menggelantung dibalik bentuk perhatian semu yang terlisankan. Kembalilah kita pada malam yang tak lagi ramai dengan bayangan-bayangan sesal yang akan tetap menjadi sesal.

Malam masih seperti kemarin, selalu saja menyajikan menu tanya dan tawa dari bintang-bintang. Tanya tentang pilihanku untuk meninggalkan atau mungkin dipaksa untuk meninggalkan. Tawa tentang kesabaranku atau mungkin kebodohanku yang selalu saja masih berharap pada garis semu pengikatn komitmen. Aku ingat beberapa kata atau mungkin bait yang kau tuliskan tentangku, sebuah perihal paling abadi yang akan terekam selamanya. Sederet judul-judul film, tempat makan, atau mungkin jalan-jalan yang pernah kita lalui bersama, membuang sifat lupa dan abaiku dan abaimu sejenak kemudian menyelami semua kenangan yang bangkit dari memori kealfaan yang dulunya selalu lupa.

Kemarin di sebuah senja yang teduh, aku menuliskan nama yang pernah kuberikan padamu denganbbatu-batu putih dan kerang yang kukumpul. Aku merangkainya dengan hati yang masih saja merindu atas kealfaan hadirmu dalam diriku. Kita pernah menjadi sepasang sejoli di sebuah lepas pantai dengan kursi plastik menghadap laut. Berdua menyelami senja diantara matahari yang hanya tinggal sepotong. Aku ingin terlahir kembali dan menjadi orang baru untukmu. Seorang yang memiliki memori masa lalu tentangmu dan kaupun tak memiliki memori masa lalu untukku. kau kembali menjadi asing bagiku dan akupun menjadi asing bagimu. Mungkin sepeerti sesutu yang impas, tapi apakah kita akan melupakan sakit di sebuah masa sebelum itub terjadi? Apakah itu masih terlihat adil ketika masa lalu telah ikut campur pada blue print yang kita rancang?

Aku selalu menemukan sejumput rasa saat aku bertemu denganmu. Aku tak pernah bisa membaca arti lengkungan di bibirmu, arti cubitan di lengan sebelah kananku, dan arti tatapan sinis yang selalu saja kau berikan. Aku adalah orang bebal dalam memahami tanda dan penanda. Aku hanya mampu memaknai lokusi dan ilokusi tanpa pernah mau tahu dengan pragmatis dan perlokusi yang seharusnya aku ambil. Tapi kau pun tak pernah mau mengerti akan kebebalanku pada sudut itu.





Trust Me

Matahari masih melayang saat semburat jingga menelan keangkuhan rindu yang tak berdasar. Aku seperti pecinta langit yang kehilangan bintang, membentur angan menerobos ruang waktu. Dirimu ada di sana bersama sosok yang kukenal, mungkin tak hanya sekadarar saya kenal. Ada sejumput rasa yang berbeda padanya, tapi "trust me" dia bukanlah bintang yang mampu memberi cahaya. 

Kita adalah dunia yang saling berbeda yang bertemu dalam dunia yang kita bentuk sendiri. Dunia yang hanya kau dan aku mengerti, dunia tanpa mereka. Apakah kita benar? Entahlah. Yang kutahu kau adalah sosok yang tak mungkin bisa gantikan dengan sosok-sosok lainnya. Duniamu dan duniaku adalah dua dunia yang berada pada dua dimensi yang berbeda. Kau dengan egomu dan aku pada egoku. Kita mungkin akan bertemu pada sebuah episode daeri bab pertengahan sebuah adaptasi kisah.

Aku hanya takut dunia kita yang sangat berbeda ini namun kita mencoba untuk menyamakannya akan menjadi sebuah tekanan dahsyat bagi hati yang menamoung segalanya dan nantinya akan meledak dan menjadikannya kenangan-kenangan yang hanya bisa kita pungut. Aku kadang menahan rasa rinduku padamu, tak mengungkapkannya. Aku tak mau engkau jenuh dengan semuanya, bukankah kita memang terlahir dengan sebuah perbedaan.

Ada kealfaan dalam ketakpastian, ada ketakpastian dalam keraguan tutur dan ada pengabaian dari kealfaan rasa. Jingga hanyalah menjadi pewarna senja saat ini, tak ada kesan romance di antara laut dan metahari di jingga. Aku masih merasa merah di antara ungu dan kemuning yang telah kau beri. tak usahlah membangkit rasa yang telah terkubur. Kita sudah terlalu lama bermain rasa dalam kealfaan rasa, mencoba mahfum meski tak pernah mengerti arti almanak yang dilalui.

Aku tak tahu apakah aku telah memberimu rasa ragu ataukah engkau yang telah membangkitkan rasa ragu itu? Akhirnya aku pun pergi dan kutahu engkau masih akan merindukan kehadiranku di sana, aku hanya ingin kamu percaya bahwa hati ini masih terbuka kala kaun kembali dengan hati yang sudah berubah.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...