Sabtu, 15 Desember 2012

Hingga yang Ada Hanyalah Ketiadaan

Aku telah merasakan sebuah kesepian yang menggila, saat Tuhan menawarkan segala keindahan yang kuanggap utopis, saat rintik hujan berbicara pada serat bumi hanyalah ilusi di ekuilibrumku dan saat ketakpastian rasa menjadi sebuah hal yang menjadi konsumsi rutin jiwaku. Aku berfantasi dengan kehidupan yang kurasa  hanyalah sebuah permainan kosmologi pikiran. Skeptis akan adanya rindu, sayang, cinta dan bahkan skeptis akan adanya diriku. Sementara rintik hujan, lembayung senja, dan goresan pelangi dan bahkan dirimu seakan menawarkan sebuah gambaran Gestalt yang menampilkan dua buah nuansa berbeda dan bahkan sangat berbeda. Sebuah gambaran yang tak bisa dipisahkan dan hanya bisa dipilah dari dua persfektif berbeda, bukan dengan paradigma berbeda. Aku terlalu lama terdiam dalam keangkuhan onani berpikirku, tak ada gunanya semua reason mu, penjelasanmu, tau mungkin juga alibi dan apologimu saat kebenaran dalam pikirku hanyalah aku sendiri (aku adalah kebenaran). Ego menjadi pembatas antara kewajaran nalar, perasaan dan kebenaran absolut. Tapi apakah ada sebuah kebenaran yang absolut selain dari katakbenaran itu sendiri? Aku tak tahu. Sama tak tahunya diriku dengan kesejatian dan keberterimaan sebuah cinta.

Aku dulunya meyakini bahwa kesejatian sebuah cinta ketika ada keberterimaan dua insan. Keberterimaan itupun kuanggap sebagai pernyataan rindu, sayang dan cinta yang terucap tanpa tedeng aling-aling dan tanpa intervensi dari segala ruang. Haruskah keberterimaan tersebut menjadi prasyarat untuk saling mencinta, bukankah kata hanya menjadi jembatan penyampai rasa. Kenapa mesti yang esensi harus terlupkan hanya karena metode? Gila!!!! Aku mungkin telah beranjak gila. Kegilaan yang hanya kunikmati sendiri dalam lumpur badai ketakwarasan syarafku. 

Pengakuan tanpa tendensi dan mencintai tanpa alasan itukah cinta? jangan kau tanyakan itu padaku. Aku hanyalah pengelana rasa yang mencoba menyelami setiap desir darah, setiap denyut nadi, dan setiap keringat dari pori-pori kulitmu saat aku mendekap erat tubuhmu dengan rasa yang akupun tak tahu itu. Pengakuan bagiku dulu pernah menjadi penting, sangat penting dan bahkan menjadi yang utama dari sebuah hubungan. Namun, saat itu kumiliki aku merasa tidak mencintai engkau yang dulu. Sosok yang dulunya menjadi oase di tengah kehausan cintaku, gelap dalam silau dan jenuhnya mataku terhadap sinar, atau bahkan tongkat yang menopangku saat ku akan terjatuh. Aku mendapatimu dalam sosok yang lain, aku seakan bermain dengan boneka tanah liat yang kubentuk sendiri, bonek yang dapat kujamah sesukaku dan kuciumi setiap lekuk yang kuinginkan. Ah, ini bukan yang kuinginkan, aku tak ingin mencintai  boneka atau bahkan mencintai wanita bebal tak bernyawa.

Ah, aku berada dalam kebimbangan!!! Jangan bertanya lagi dan akupun tak akan meminta lagi!!!

4 komentar:

apakah disini sedang memaknai cinta? jika katanya ikatan=keberterimaan 2 insan dalam talinya yang kokoh bukan hal yang mendasar dari prasyarat untuk saling mencinta, apakah tidak sejenak saja engkau melihat jejak langkahmu yang mencoba menawarkan jalan skeptis kepada mereka yang konstan dengan jalur lurusnya?
hujan bagi sang pencari cinta adalah rahmat, dan bagi sang pengelana rasa hanyalah segelas anggur yang membuatnya terus merasa haus untuk membuang cinta.

*maaf hanya mencoba memahami.

Reply Comment

menjadi wanitamu harus cerdas yaaa.. punya pendirian dan tidak plin plan...

Reply Comment

@Zeal*Liyanfury:keberterimaan perasaan tanpa tendensi sering menjadi landasan bahwa itulah sebauh ikatan cinta yang sejati. Mencintai sosok yang hanya menjadi boneka yang kubentuk sendiri bukanlah inginku. Aku tak akan menemukan makna cinta itu sendiri kala aku belum bisa mencintai diriku yang mencinta. Bukan sosoknya yang semestinya kucinta karena itu hanyalah eksistensinya sedang esensinya hilanglah sudah. Kita tak hanya berdialog tentang substansi dan eksistensi tetapi kita telah berdialog pada tataran esensi. Kala kurelakan semuanya, kupasrahkan semuanya hingga tak ada ikatan dan hingga tak ada hijab pembatas antara aku dan dia dalam tanda kutip bukan jasmani, maka disitulah aku puas untuk mencinta. Ku ingin menemukan itu di sosoknya.

Reply Comment

@Niken Kusumowardhani: Bukan sebuah kecerdasan yang diteorikan oleh para pakar yang mereka sebut sebagai multiple intelegence, tapi lebih dari itu. Sebab aku yakin bahwa pengkategorian yang dikemukakan oleh mereka hanyalah memberikan batasan. Padahal lipatan-lipatan equilibrum manusia jauh lebih canggih dari komputersuper canggih untuk saat ini, melesat lebih cepat dari kecepatan cahaya dan bahkan saya dapat menobatkannya sebagai yang paling tercepat dalam kosmos ini. Tapi yang kucari bukanlah itu, aku ingin menintai dirinya bukan orang lain dan bukan orang yang mencoba membentuk dirinya sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Meski kutahu bahwa ungkapan "be your self" hanyalah bualan belaka sebab sejak lahir "aku" sudah tidak ada dan menjadi aku yang terbelah.

Reply Comment
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...