Sabtu, 28 Januari 2012

Catatan Kelam Akhir Januari


Ternyata tak hanya cinta dan kekecewaan yang bisa meningkatkan nafsu menulis, ternyata musibah pun bisa. Setidaknya itulah yang kurasakan pada bulan ini, sebuah kisah kelam di akhir Januari. Mungkin cerita ini agak kurang pas jika saya tulis di blog ini, tapi saya merasa tidak ada tempat lain untuk menuliskan kekecewaan saya ini selain di tempat ini.


Gambar: phonank.blogspot.com

Kemarin (Jum’at/27 Januari 2012) mungkin merupakan hari dimana rekor yang paling saya banggakan akhirnya jatuh dan tak dapat saya pertahankan lagi. Supaya lebih sistematis dan alurnya tidak menjadi flashback maka saya akan menceritakan mulai dari awal. Pagi itu semua berjalan seperti biasa, bangun kesiangan, shalat subuh pukul 06.30, selesai sholat lansung tidur lagi hingga si pemilik blog Cermin Buram membangunkanku dari tidurku yang entah saat itu aku bermimpi atau tidak. Saya pun tersentak dari karpet biru yang sebenarnya tak layak untuk dijadikan tempat untuk membaringkan tubuh. Si cermin buram pun memanggil saya ke Ruang Kesekretariatan di tempat itu sudah duduk dua orang kakak saya yaitu pemilik blog SajakAntiGalau dan kembarannya namaku.



Kuletakan pantatku pada alas kursi yang dulunya berwarna cokelat tapi kini mulai berubah warna, tak sepata katapun terucap hingga beberapa menit ruangan dalam keadaan senyap. Akhirnya aku pun memulai pembicaraan dengan nada dan suara yang agak parau karena baru bangun saya bertanya “ada hal apa yang mau dibicarakan?” singkat cerita ternyata teman-teman saya bermaksud berkunjung ke rumah saya yang di Pangkep. Dengan senang hati saya pun menelepon keluarga (red: Mama) dengan maksud menyampaikan kalau saya mau ke rumah sekitar pukul 14.00.

Waktu pun berlalu begitu cepat, dan tak terasa jarum jam telah menunjukkan lebih dari seharusnya, yah mungkin sudah jadi tradisi tuk ngaret. Akhirnya saya pun berangkat bersama dengan yang lain pada pukul 16.30 (Lumayanlah ngaret 2 jam lebih). 

Perjalanan pada awalnya lumayan menyenangkan, meski diawali dengan kendala tak cukup helm. Tapi hal tersebut bukanlah masalah yang sebenarnya. Sekitar sejam perjalanan kami sudah sampai di Kabupaten Maros dan bertemu dengan rombongan anak-anak Fakultas Teknik yang katanya menuju ke tempat baksos. Kami pun mengikut di rombongan tersebut, tapi itu ak berlansung lama bagi saya. Selepas dari Maros saya terpisah dari rombongan karena terlalu lambat mengendarai si F1ZR.

Akhirnya tibalah di Pangkep, sekitar 5 kilometer dari perbatasan itulah tempat jatuhnya rekor saya. Di kejauhan terlihatlah sekitar lebih dari 10 orang barbaju hijau terang sambil menahan setiap kendaraan yang lewat. Rombongan anak Fakultas Teknik bersama dua orang temanku (Sajak Anti Galau dan Cermin Buram) ikut bersama rombongan tersebut. Mungkin karena mereka dianggap mahasiswa, sehingga mereka bebas jalan. Lain halnya dengan saya yang memang sedari awal mulai ragu dapat lolos namun bermodal kenekatan saya mencoba menerobos. Benar dugaan saya, kami ditahan. Kata pertama yang terlontar dari mulutnya Mana STNK? Mana SIM? Saya jawab saja seadanya “Hilang!” kalau begitu motor kamu saya tahan. Saya mencoba memelas, tapi gak ada respon. Hanya sebuah tawaran dari dia “kalau mau bayar 250 ribu? Wah Pak saya gak punya uang sebanyak itu, saya Mahasiswa ji kodong. Kalau mauki 50.000 tawar saya. Pake nawar lagi! Bentak orang itu, berapa paeng pak (kayak penjual dan pembeli di pasar saja hehehe). Kalau begitu 100 ribu mo tidak bisa mi kurang (betul kan kayak menjual). Pak tidak cukup uangku kodong. Yah sudah kalau begitu motormu saya tahan. Jangan dong pak, itu motor kesayangan saya (dengan wajah memelas). Terus kamu maunya bagaimana? Iya paeng pak saya bayar. Akhirnya saya pun membayar Rp 106.000 karena tak smpat waktu itu saya hitung jadi semua uang di saku saya semua saya berikan sama dia.
Dengan jantung masih berdebar saya akhirnya dapat melanjutkan perjalanan saya. satu pelajaran yang saya dapat petik dari sinibahwa ternyata pepatah “sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga” ternyata benar. Rekor pelanggar lalu lintas yang tak pernah ditilang pun akhirnya harus kurelakan. Satu pesan saya “Jika tak mau ditegur (red:ditilang) jangan melanggar.

Cerita ini mudah-mudahan bisa menyadarkan teman-teman pelanggar lalu lintas seperti saya dapat melengkapi semua srat-surat dan perlengkapan kendaraannya "itu kan demi kebaikan kita tonji"!

1 komentar:

ckckck kak, makanya kak taati peraturan lalu lintas, kenna deh... tapi semua ada hikmahnya koq kak. salam blogger, keep write :)

Reply Comment
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...