Jumat, 20 Januari 2012

“Emansipasi Wanita: Politik Eksploitasi Tenaga Kerja”


Bangsa Eropa dan Amerika memang telah maju dalam hal pendidikan dan teknologi, tak hanya itu bangsa tersebut pun termasuk negosiator ulung. Tak hanya dalam hal bisnis, bahkan dalam hal politik dan humaniora pun mereka adalah negosiator yang sangat ahli. Dengan tipu muslihatnya, negara-negara ke tiga seakan bertekuk lutut di hadapan negara dari dua benua tersebut. Meraka bagai seorang negosiator dengan tipe Kucing Manis, membuai setiap bangsa dengan janji-janji manis, ekspektasi tinggi yang berakhir pada harapan-harapan kosong.

Kembali pada permasalahan politik dan humaniora, ada sebuah istilah yang mengusik sisi lain dari hati saya yaitu “Emansipasi Wanita”. Istilah yang beberapa tahun terakhir sering didengung-dengungkan oleh orang-orang yang menganggap memiliki faham feminisme. Feminisme sendiri merupakan istilah yang dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869). Gerakan ini lahir karena menganggap wanita dijajah secara gender dan dijajah secara pemikiran. Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama.


Feminisme dalam pandangan dunia barat menganggap bahwa gerakan ini bertujuan untuk menghilangkan sekat-sekat pemisah antara laki-laki dan perempuan. Sekat-sekat yang mereka maksud adalah sekat-sekat yang terjadi antara perempuan dan laki-laki dalam bidang pendidikan, pekerjaan, sosial, maupun politik. Meraka menganggap bahwa perbedaan dan ketaksetaraan tersebut merupakn sebuah bentuk intervensi dan pengungkungan hak wanita.

Disisi lain kelompok patriarki menentang hal tersebut dengan berbagi pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menjelaskan kodrat dasar dari seorang perempuan dan laki-laki. Sehingga lahirlah istilah “Sama atau Setara”. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh kelompok patriarki adalah “Apakah perempuan dan laki-laki itu sama?” ini merupakan pertanyaan biologis yang menjelaskan bahwa wanita dan laki-laki berbeda secara biologis, yaitu wanita punya Va**na dan laki-laki punya P**is, wanita hamil sedang laki-laki tidak dan lain-lain. Sedangkan pertanyaan “apakah wanita dan laki-laki setara?”Kesetaraan tersebut mengarah pada kodrat sosial, yaitu pekerjaan dan posisi laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam hal pekerjaan dalam rumah tangga wanita memasak dan laki-laki menebang pohon. 

Jika dilihat dari segi sejarah Feminisme lahir pada masa revolusi Francis, yang akhirnya melahirkan revolusi Industri di Inggris. Jika dilihat dari sisi tersebut, saya memiliki pandangan lain dari tujuan dicetuskannya feminisme, bukan dari pandangan patriarki tetapi pandangan secara pribadi dengan menrelasikan kejadian pada saat itu. Saya memiliki anggapan bahwa Revolusi industry yang terjadi di eropa dan Amerika pada saat itu memberikan efek yang sangat bagus bagi perekonomian negara-negara Eropa pada saat itu. Hal tersebut didukung oleh: Tersedianya bahan dasar untuk industri yang cukup, Kepemilikan modal yang cukup besar., adanya perkembangan IPTEK, adanya kemajuan yang pesat di bidang pelayaran membawa kemajuan bagi perdagangan, Terjadinya revolusi agrarian, dan adanya tanah jajahan atau koloni Asia, Afrika, dan Amerika, tetapi hal tersebut tentunya tak dapat berfungsi dengan baik ketika tak ada yang mengelolah bahan baku dan potensi tersebut. Sehingga lahirlah ide untuk mempekerjakan wanita pada saat itu. 

Hal tersebut ternyata disambut baik oleh para kaum feminis pada saat itu, karena menganggap bahwa itu adalah jalan untuk lepas dari keterkunkungan dan dominasi laki-laki pada saat itu. Padahal secara tak sadar mereka sebenarnya telah masuk dalam praktek pengeksploitasian. Posisi yang dulunya mulia yaitu sebagi ibu rumah tangga berubah menjadi seorang pekerja/pencari nafkah dengan embel-embel “wanita karir”

Sumber Bacaan:

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...