Selasa, 25 September 2012

Rindu yang Terusik

Sumber
 
Hay, kemarin aku sempat menyapa sepi. Ia duduk berdua bersama rindu di sebuah tepian telaga yang airnya jernih, ia hanya duduk tertunduk menatap gelombang air yang tercipta dari dedaunan yang jatuh. Tenang, katanya. Aku sempat melihat mereka menikmati rasa yang seakan tak pernah habis. Sepi menyapa rindu, katanya cukup bersamamu aku sudah bahagia. Tak ada balasan kata dari rindu. Ia hanya duduk menatap sepi dengan mata yang berkaca-kaca. Aku melihat rindu seakan tak ingin brranjak tuk menemani sepi dari tepian telaga itu. Rindu bernyanyi rendah, mengalunkan melodi untuk sepi. Sepi terusik dan beranjak pergi meninggalkan rindu dengan nyanyiannya.

Rindupun kini sendiri, mencoba mengusik kata yang enggan terucap untuk sepi. Senja datang menyapa rindu. Senja bagai cermin bagi rindu, ia seolah menemukan bayangnya dalam senja. Hingga ia pun lupa dengan sepi kala senja datang, ia merasa senja adalah dirinya dan dirinya adalah senja. Senja pun menjadi rindu yang menguat. Rindu yang mampu menembus gelapnya Gua Jepang dan Tingginya Singgalang. Ah, aku terlalu hiperbola untuk hal itu.

Aku beranjak pergi meninggalkan mereka yang sedang menikmati syahdu. Hujan menyapaku di ujung jalan, Rintiknya tepat jatuh di spot memoriku. Mengurai semua kenangan tentangmu, "Bintang". Bintang masihkah kau bersembunyi di padang ilalang? Bintang aku ingin jujur padamu, "Bintang aku ingin bersama rindu tapi sungguh aku tak bisa melepas sepi". 

Aku bersama rindu untukmu Bintang dan biarkan sepi pergi meninggalkanku.


6 komentar:

Tiba-tiba aku merasakan rindu yg sangat setelah membaca ini. entah pada siapa, tapi rinduku nyata.

Reply Comment

merindukan seseorang itu kaya disuruh nelen upil sekarung :(
tapi gue suka gaya lu nulis fiksinya :)

Reply Comment

sungguh rindu ini membuatku tak mampu menggerakkan sedikitpun jemari ini tuk menuliskan sebait komentar buruk tentang kisah ini.

Reply Comment
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...