Empat musim telah kulalui bersama dirimu, kadang kau bersembunyi di dekap dadaku dan kadang pula kau bertengger di ujung jari manisku. Kau dengan relahnya menghabiskan separuh dari dirimu hanya untuk menciptakan sensasi untukku. Mencoba meluruskan benang kusut dalam kepalaku dan mengusir rasa dingin yang bergerogot dalam diri.
Entah kapan aku mengenalmu, mulai mengecupmu dan menghisap dalam-dalam setiap nafas dan aroma yang kau cipta dari setiap inci tubuhmu. Aku tak ingat kapan ku mulai akrab dan selalu menggenggammu di sela jemariku, menemaniku dalam dinginnya malam dan teriknya siang. Aku pun begitu lihai memainkan setiap nafas yang kau masukkan dalam tenggorokanku, menikmatinya kemudian melepaskannya dengan lembut.
Aku telah jatuh cinta padamu, bahkan mungkin lebih dari itu. Aku ingat dengan kecupan yang entah kesekian kalinya, kau membuatku hampir terjatuh dalam langkahku, mengurai benang kusut yang kian semakin kusut di kepalaku dan akupun tak peduli dengan itu. Aku semakin menggila dan mengecupmu kembali, menghirup dalam-dalam aroma tubuhmu, dan akhirnya aku pun harus tersedak oleh sedapnya sensasimu. Pernah pula kau hadir mencoba untuk mengusir rasa dingin yang bergelayut dalam diri. Menemaniku dalam waktu senggangku di malam yang hampir pagi, bercumbu di tepi laut dengan tiupan angin yang enggan untuk mengerti dengan dinginnya diri. Kala itu tubuhmu berwarna cokelat dan sedikit lebih gemuk dari biasanya, aku pikir kau akan membuatku lebih hangat. Pikirku ternyata salah kau ternyata hanya membuatku hangat untuk sesaat namun membuatku harus terbatuk dan mengginggil untuk beberapa waktu.
Ah, aku mau melupakanmu, meninggalkanmu dan tak ingin menjamahmu lagi. Kau hanya sebuah cinta yang memakan setiap inchi dari nikmat yang kau beri untukku. Tak apalah jika aku harus kedinginan di setiap malamku, tak apalah jika aku harus bosan dalam setiap waktu senggangku dan tak apalah jika rasa eneg ini harus hadir dalam setiap santapku. "Pikirku saat itu".
Aku pun berhasil melupakanmu entah beberapa saat lamanya, namun entah dengan sugesti apa engkau mampu menaklukkan kokohnya diri dan teguhnya hati. Kau hadir kembali meski dengan intensitas yang tak sama lagi seperti dulu. Aku ingin melepaskanmu dengan pelan, mencoba menggantimu dengan cinta yang tak akan menjadi candu bagi diriku.
Ilalang pun hadir mengusik dirimu, ia kudapati bercerita tentang rumpangnya yang tak lagi hijau karenanya. Ia berceloteh tentang jahatnya kau pada rumpangnya, kajamnya kau saat kau renggut mimpi sang tunas dari rumpang itu. Ilalang dengan mata sayu bercerita tentang harapnya untuk tak jatuh cinta pada rusuk yang akan tetap mengecupmu. Ia pun bercerita bahwa ia tak ingin tunas yang nanti tumbuh dari rumpangnya menjadi lemah dan idiot karena candu yang kau cipta sebelumnya.
Yah, aku mengerti akan sakit yang ia rasakan. Aku kembali bercermin pada diri yang tak hijau ini. Aku bertanya "apakah ini karenamu?" Mungkin. Ilalang pun kembali meyakinkanku untuk berhenti membiarkanmu bertengger di ujung jari manisku dan berhenti membiarkanmu bersembunyi dalam dekapan hangat dadaku. Yah, cukuplah aku telah mencintaimu selama empat musim!
"Semoga"
22 komentar:
wiih bahasanya tinggi, dan sastranya kental banget disini. :)
Reply Commentkeep writing ^^
@Ditsakus Paleojavanicus: Terima kasih, semoga pembaca dapat mengerti pa sebenarnya yang saya maksud. Sehingga tak salah faham dengan diriku. hehehe
Reply CommentDalem banget tulisannya... :o
Reply Comment@bastian saputra: Terima kasih,,, tidak juga sih sebenarnya. Hehehe
Reply CommentTerus berkarya nak *pukpuk pundak wahyu*
Reply Commentsumpah gue ga ngerti sama sekali tapi pemilihan diksinya tepat banget jadi estetisnya kena..
Reply Commentsekali-kali entar ciumannya di bulan jangan di pantai terus udah banyak di FTV :)
Yaampun anak sastra yah :|
Reply Comment@Muhammad Rudiansyah: Iya, terima kasih. Semoga bisa buat karya yang lebih baik. :)
Reply Comment@Bayu Putra Abuna: Hehehe,,, semoga kalau dibaca lebih detail bisa dimengerti nantinya.
Reply Commentgak bisa diubah tempatnya soalnya ini pengalaman pribadi. Hehehe
thanks yah sob dah berkunjung
@Yoga Shena: Hanya belajar mengurai kenangan dengan kata-kata sob.
Reply CommentTerima kasih yah dah berkunjung
aku sukaaaaaa!
Reply Commentaku suka sastra kek gini.....
menyentuh banget bahasanya. beneran aku suka, kak.
btw, aku follow blogmu ya, kak.
ditunggu follbacknya.
makasih.... :)
@Javas Kenzie Niscala: Terima kasih dek. Itu hanya ungkapan perasaan kejengkelan aja dek, mau berhenti tapi gak susah. hehehe
Reply CommentIya, aku folback
jiaaach , gue puyeng bacanya bang
Reply Commentbahasanya terlalu tinggi buat seorang gak mutu kayak gue :D
kereen gue pengen tapi gak bisa nulis begituan :D
@Edotz Herjunot: Terima kasih sob. Tapi ah, mas brow terlalu hiperbola kayaknya. Ini hanya ungkapan hati aja sob.
Reply CommentThanks yah dah berkunjung
mencoba untuk membaca dan memahami,,ya sedikit bisa dimengerti walau sebenarnya bingung -_-
Reply Commentaaahhh entah lah,,kunang-kunang berputar mengitari benakku :(
@Iva Mairisti: Sebenarnya ini sangat simpel. Sebuah candu yang ingin dilepas namun susah pula untuk melepasnya. Hehehehe.
Reply CommentThanks yah dah berkunjung di blog saya.
gilee bahasanya ._. ckckck keren keren (y) ^_^ (y)
Reply Comment@Ivone YinYin: Terima kasih sob,,, baru belajar nulis sob.
Reply CommentThanks dah berkunjung.
paling suka kalimat terakhir :))
Reply Commentaaa bagus kak :3
saya udah nyoba nulis yang kayak gini..
nanti saya share di blog juga..
HAHAHAHA
@Eva Dina Lathifah: Hmmm,,, empat musim yang membuatku terjerat dalam candunya.
Reply Commentditunggu loh postingannya. hehehe
Thanks yah dah berkunjung di blog saya
Keliatan banget sastranya sop.
Reply Commentpadahal gue pengen bget nulis kayak gituan tp sayang ilmunya belum nyampe
@Robianus Supardi: Terima kasih sob. Jadi penyemangat untuk nulis nih
Reply CommentThanks yah sob dah berkunjung
Posting Komentar