Selasa, 28 Agustus 2012

Sedetik Rindu

Sumber Gambar
Tak perlu waktu banyak untuk aku mencintaimu cukup sekali aku melihat binar matamu. Tak perlu waktu banyak untuk aku menyayangimu cukup mendengar celoteh panjangmu di sepotong malam. Ingatkah kau dengan pertemuan awal kita? aku saat itu masih merasa bahwa kau terlalu tinggi untuk kugapai. Saat itu aku berbisik dalam hati kalau sebenarnya aku ingin  bersamamu dalam perjalanan waktu yang sebanrnya tak panjang. Saat itu aku tak berani untuk melihat sorot matamu yang bagiku tajam meskipun dengan tatapan lembutmu. Aku pun pernah berpikir untuk bersamamu untuk melintasi ramainya jalanan kota, saling berbincang dengan bisikan lembut di telingaku dan kutahu itu adalah caramu untuk mendekapku dalam pelukan masa. Ah, sudahlah khayalku terlalu tinggi untukmu!

Aku kembali menatap langit senja bersama bayang yang tak pernah ingin lepas. Menyandarkan penat di pohon tua yang seakan merindu pada rintik yang tak kunjung datang. Aku terlalu egois untuk memilikimu dalam khayal dan mimpi mayaku. Kuharap nanti kau akan rebah di pundakku, bukan untuk mengistirahatkan lelahmu tapi untuk menengkan rinduku. Tersadar dari mimpi dan khayal yang tak kunjung usai, kudaratkan perahu kertas yang menyimpan sejuta harap di telagamu. Berharap ia tertiup angin dan menyampaikan rinduku padamu.

Telah kuselipkan rindu di lipatan waktu berharap kau membukanya sebelum senja  dan telah kutanam benih dalam tamanmu berharap kau semai sebelum subuh menjemput. Aku tak percaya bahwa bintang pun merindu akan laut yang tenang. Aku terlalu kompleks untuk memikirkanmu, terlalu jauh menyempurnakan sosokmu dalam pikirku. Hingga aku lupa bahwa senja pun akan berganti bias kala ia tenggelam dalam ombak. Aku akan mencintaimu dengan caraku dan cintai aku dengan caramu. Itu sudah cukup untuk merubah merah menjadi jingga.


"April, Agustus dan Mei" masih ingatkah kau dengan mereka?



Minggu, 26 Agustus 2012

Arti Lempuq na Mappaccing di Masyarakat Bugis

Badik adalah Lambang Ketegasan Bukan Kekasaran
Sebuah ikatan primordial kedaerahan tentunya memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap sikap dan karakter seorang manusia.  Falsafah hidup dalam sebuah masyarakat adalah salah satu pegangan yang membentuk karakter tersebut. Falsafah hidup tersebut tumbuh dan berkembang secara alami dan turun temurun dalam masyarakat adat/suku tersebut, sehingga sebuah suku atau masyarakat adat memiliki karakter tersendiri yang senantiasa terjaga kelestariannya. Namun pendeskreditan terhadap sebuah suku atau masyarakat adat adalah sebuah hal yang tak bisa dielakkan di masa digital seperti sekarang ini.

Berita tawuran, kekerasan, dan bahkan perang adat akan mendapat ruang yang sangat besar di media massa jika dibandingkan dengan upacara-upacara adat atau aksi amal yang telah menjadi budaya turun temurun dalam sebuah komunitas adat. Hal tersebut kalau dilihat secara kasat mata memang tak pernah menyentuh secara lansung sebuah komunitas adat, seperti suku Bugis, Makassar, Mandar atau Toraja, tetapi menyinggung sebuah daerah yaitu Sulawesi Selatan. Hal ini kan tentunya sebuah hal yang saling berkorelasi satu sama lain. 

Sebuah pengalaman empiris yang membuatku sadar bahawa paradigma masyarakat Indonesia terhadap masyarakat Bugis-Makassar pada khususnya telah melenceng dari hakikatnya. Mirisnya lagi, paradigma-paradigma tersebut lahir dari orang-orang yang tak pernah berinteraksi lansung dengan masyarakat Bugis-Makassar ataukah hanya berinteraksi dengan segelintir perantau Bugis-Makassar. Anggapan yang paling sering muncul yaitu pandangan terhadap karakter orang Bugis-Makassar yang dianggap kasar dan sangat suka dengan kekerasan. Hal tersebut sangat tidak dapat berterima bagi masyarakat Bugis-Makassar karena masyarakat Bugis-Makassar adalah masyarakat yang tegas dan bukannya keras atau kasar.

Khusus pada masyarakat Bugis ada sebuah falsafah hidup yang telah mengakar yaitu:

"Duala Kuala Sappo, Unganna Panasae na Belona Kanukue"
(Hanya dua yang kujadikan pagar, bunga nangka dan penghias kuku)

Bunga nangka dalam bahasa bugis disebut "Lempu" yang kemudian berasosiasi dengan kata "Lempuq" yang berarti jujur. Sedangkan penghias kuku yang dikenal oleh masyarakat bugis adalah tanaman pacar kuku yang dalam bahasa bugis disebut "Pacci" yang kemudian berasosiasi pula dengan kata "Paccing" yang berarti bersih atau suci. Sehingga secara terjemahan bebasnya yaitu "Hanya dua yang kujadikan pagar dalam diriku yaitu kejujuran dan hati/niat yang suci"

Kejujuran dalam masyarakat bugis adalah hal yang sangat diutamakan dan sangat ditekankan. Kejujuran layaknya sebuah permata dalam hidup seseorang, kal permata itu telah jatuh maka hilang pula hakikatnya sebagai seorang manusia. Setidaknya hal itulah yang tertuang dalam sebuah ungkapan bugis.

"Narekko olo kolo tulunna yakkatenni, iya tosi tau'e adanna tu yakkatenni"
(kalau hewan talinya yang dipegang, tapi kalau manusia kata-katanya yang dipegang)

Sedangkan hati yang suci dalam masyarakat bugis memiliki arti "Ati  mapaccing yanaritu nia' madeceng" (hati yang suci adalah niat yang baik). Niat yang baik atau itikad yang baik adalah hal yang menjadi dasar dalam melaksanakan atau melakukan sebuah tindakan. Sebuah kebajikan tidak akan hadir tanpa didasari niat baik. Secara maknawi niat baik kadang diasosiasikan dengan ikhlas, baik hati, berpikiran jernih. Sedangkan secara kontekstual niat baik memiliki makna yang sangat luas yaitu;

  1. Menyucikan Hati
    Pertama yang harus dilakukan manusia sehingga hakikatnya sebagi manusia dapat utuh yaitu menyucikan hatinya dengan menghilangkan segala perasaan-perasaan serta pikiran-pikiran negatif seperti berburuk sangka, iri hati, dengki, serta nafsu-nafsu yang senantiasa menjerumuskan manusia. Sebuah pegangan dalam masyarakat bugis bahwa Tuhan tidak akan pernah ridha kepada hamba-Nya yang tak memiliki hati yang suci menjadi sebuah landasan yang kokoh untuk terus menjaga kesucian hati bagi masyarakat bugis. Terlebih lagi sebuah keyakinan bahwa siapa yang berniat buruk maka keburukan pula yang akan ia dapat.
  2. Bermaksud lurus dan Istiqomah
    Hati yang suci adalah hati yang teguh terhadap pendiriannya. Hati yang suci adalah hati yang tak akan pernah bisa dibelokkan oleh sebuah permasalahan atau bahkan iming-iming duniawi. Hal inilah yang kemudian menjadi karakter tegas yang ada dalam jiwa orang Bugis. Karakter tegas tersebut adalah sebuah keharusan dalam menjaga kesucian hati dati pengaruh-pengaruh luar.
  3. Mengatur Emosi-emosi
    Hati yang suci tidak akan pernah digerakkan oleh emosi-emosi sesaat karena hati yang suci mampu mengontrol pikiran untuk dapat berpikir dengan jernih. Sehingga sikap tersebut membentuk sebuah karakter yang kuat pada jiwa orang Bugis yang pantang untuk terpengaruh oleh nafsu-nafsu serta dorongan-dorongan dari luar dan tentunya dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dengan bimbingan dari hatinya. Ada empat tanda orang yang memiliki hati yang suci menurut Arung Bila dalam  masyarakat bugis, yaitu,

    "Makkedatopi Arung Bila, Eppa tanrana tau madeceng kalawing ati, sewwani, mappassu ada na patuju. Makaduanna, na matuoi ada na sitinaja. Makatellunna, duppai ada na pasau. Makaeppanna, moloi ada napadapi"
    (Ada empat tanda orang yang baik bawaan hatinya, yang pertama, mengucapkan kata yang benar. Kedua, menyebutkan kata yang sewajarnya. Ketiga, menjawab dengan kata yang berwibawa. Keempat melaksanakan kata yang ia ucap.)


    Sumber bacaan: Ati Mapaccing







Sabtu, 25 Agustus 2012

Pemimpi di Ujung Mimpi

Sumber Gambar

Teringat beberapa kemarau kemarin saat aku berbincang sambil menatap kedua bola matamu yang memulai menguning termakan oleh rentanya senja. Kulitmu pun tak sekencang dulu lagi, tak lagi mengkilap bagai klem yang baru dipernis. Gerakmu pun  mulai melambat, bahkan primadona di atas kepalamu pun yang dulunya sangat enkau banggakan kini mulai memudar. Aku tahu itu bukan hanya karena senja, tetapi karena lelah untuk memanusiakan titisan yang dititip Tuhan padamu. Kala itu kita berbincang tentang harapan dan cita-cita. Aku yang masih terlihat lugu dan tak pernah berpikir "visioner" dengan sanatai menjawab "aku ingin  berlayar mengelilingi dunia". Yah, itu cita-citaku sejak dulu. Mungkin karena darah pelaut yang engkau titiskan padaku.

Engkau dengan tegasnya menjawab "Tidak" untuk asa yang kugantung setinggi langit itu. Kau tak ingin aku menjalani hari dan melewati malam dengan ayunan ombak laut. Mencari arah dengan pedoman bintang-bintang dan menggantungkan harapan pada selembar kayu. "Cukuplah aku yang merasakannya nak" katamu saat itu. Aku pun menurut katamu saat itu, dan mulai merintis mimpi yang lain yang akhirnya akupun senang dan menikmati mimpi itu.

Enam semester berlalu dengan indah dan tanpa halangan yang berarti. Aral seakan enggan untuk menghampiri, bahkan angka sempurna pun pernah ku cetak demi banggamu padaku. Kau terlihat sangat bahagia, peluh dan keringat yang senantiasa mengalir dari kening dan setiap pori di tubuhmu seakan kering dan kembali terganti oleh semangat. Kaupun menggantung harapan padaku, saat itu aku yakin untuk membuat harapanmu padaku menjadi nyata.

Asa dan harapan kadang tak selalu sejalan dengan realitas. Rasa malas mulai menghampiriku, skala prioritas tak pernah lagi tersusun dengan baik. Sekumpulan teori manajemen waktu, analisis SWOT, dan teori-teori asing lainnya kini hanya tinggal teori tanap sebuah aplikasi dariku. Padahal aku harusnya bisa untuk hal itu. Sesal kadang hadir di saat malam mulai mengintai hingga jingga memudar di barat, namun kembali hilang kala embun menyambut fajar. Mata kadang terbuka kala terik memanaskan kulit dan kala cahaya luar mengalahkan cahaya lampu. "Ini bukan aku yang dulu!"

Kini sesal hadirlah sudah, namun sesal tak ada guna jika tak ada kata berubah. Mimpi dan harapan masih terbentang dan tak terputus. Subuh masih menjemput hati yang haus akan mimpi. Cukup katakan "Aku bisa" dan kemudian "Buktikan kalau aku bisa". Karena aku adalah pemimpi di ujung mimpi.


"Janjiku adalah janjiku untuk saat itu, sekarang dan nanti"

Jumat, 24 Agustus 2012

Masa

Sumber
Semburat jingga menghantam asa
pekat berlalu tanpa menuai mimpi
pagi datang menjemput harap
siang berlalu tanpa hasil

Berharap pagi masih menjemput
namun masa takkan berulang
Perih!
Sesal!
Malu!

Aku akan tetap mengejar mimpi walau masa tak lagi berpihak!


"Ayah Terima kasih telah menyadarkanku akan kebodohanku"

Candu Cinta

Empat musim telah kulalui bersama dirimu, kadang kau bersembunyi di dekap dadaku dan kadang pula kau bertengger di ujung jari manisku. Kau dengan relahnya menghabiskan separuh dari dirimu hanya untuk menciptakan sensasi untukku. Mencoba meluruskan benang kusut dalam kepalaku dan mengusir rasa dingin yang bergerogot dalam diri.

Entah kapan aku mengenalmu, mulai mengecupmu dan menghisap dalam-dalam setiap nafas dan aroma yang kau cipta dari setiap inci tubuhmu. Aku tak ingat kapan ku mulai akrab dan selalu menggenggammu di sela jemariku, menemaniku dalam dinginnya malam dan teriknya siang. Aku pun begitu lihai memainkan setiap nafas yang kau masukkan dalam tenggorokanku, menikmatinya kemudian melepaskannya dengan lembut.

Aku telah jatuh cinta padamu, bahkan mungkin lebih dari itu. Aku ingat dengan kecupan yang entah kesekian kalinya, kau membuatku hampir terjatuh dalam langkahku, mengurai benang kusut yang kian semakin kusut di kepalaku dan akupun tak peduli dengan itu. Aku semakin menggila dan mengecupmu kembali, menghirup dalam-dalam aroma tubuhmu, dan akhirnya aku pun harus tersedak oleh sedapnya sensasimu. Pernah pula kau hadir mencoba untuk mengusir rasa dingin yang bergelayut dalam diri. Menemaniku dalam waktu senggangku di malam yang hampir pagi, bercumbu di tepi laut dengan tiupan angin yang enggan untuk mengerti dengan dinginnya diri. Kala itu tubuhmu berwarna cokelat dan sedikit lebih gemuk dari biasanya, aku pikir kau akan membuatku lebih hangat. Pikirku ternyata salah kau ternyata hanya membuatku hangat untuk sesaat namun membuatku harus terbatuk dan mengginggil untuk beberapa waktu.

Ah, aku mau melupakanmu, meninggalkanmu dan tak ingin menjamahmu lagi. Kau hanya sebuah cinta yang memakan setiap inchi dari nikmat yang kau beri untukku. Tak apalah jika aku harus kedinginan di setiap malamku, tak apalah jika aku harus bosan dalam setiap waktu senggangku dan tak apalah jika rasa eneg ini harus hadir dalam setiap santapku. "Pikirku saat itu". 

Aku pun berhasil melupakanmu entah beberapa saat lamanya, namun entah dengan sugesti apa engkau mampu menaklukkan kokohnya diri dan teguhnya hati. Kau hadir kembali meski dengan intensitas yang tak sama lagi seperti dulu. Aku ingin melepaskanmu dengan pelan, mencoba menggantimu dengan cinta yang tak akan menjadi candu bagi diriku. 

Ilalang pun hadir mengusik dirimu, ia kudapati bercerita tentang rumpangnya yang tak lagi hijau karenanya. Ia berceloteh tentang jahatnya kau pada rumpangnya, kajamnya kau saat kau renggut mimpi sang tunas dari rumpang itu. Ilalang dengan mata sayu bercerita tentang harapnya untuk tak jatuh cinta pada rusuk yang akan tetap mengecupmu. Ia pun bercerita bahwa ia tak ingin tunas yang nanti tumbuh dari rumpangnya menjadi lemah dan idiot karena candu yang kau cipta sebelumnya. 

Yah, aku mengerti akan sakit yang ia rasakan. Aku kembali bercermin pada diri yang tak hijau ini. Aku bertanya "apakah ini karenamu?" Mungkin. Ilalang pun kembali meyakinkanku untuk berhenti membiarkanmu bertengger di ujung jari manisku dan berhenti membiarkanmu bersembunyi dalam dekapan hangat dadaku. Yah, cukuplah aku telah mencintaimu selama empat musim! 

"Semoga"

Sabtu, 18 Agustus 2012

Award Pertama di Malam Takbiran

Ambil Gambarnya di sini

Seharian ini aku gak pernah buka blog saya, yah maklum saja sehari menyambut hari kemenangan (baca: Hari Idul Fitri) aku disibukkan oleh tugas-tugas dadakan yang diberikan Ummiku pada saya. Tugasnya sih tidak sebegitu berat, hanya sekadar menemani belanja ke pasar, ankat kantong belanjaannya dan antar ke sana ke mari.  Hmmm,,, dan tentu juga cari bahan untuk menyambut lebaran besok, apalagi kalau bukan berbagai jenis lauk yang sebenarnya tak terlalu istimewa. Yah, perbedaannya cuman pada Konronya aja makanan kesukaan saya. Makanan yang lain kayak ayam, udang dan ikan sih tak istemewa sekali menurutku. (Maklum anak daerah pesisir, hehehe)

Setelah seharian berkeliling dam tentunya juga istirahat (tidur siang) akhirnya aku punya waktu untuk membuka blog saya, niatnya sih hanya ingin lihat last comment di postingan terakhir saya atau sekadar chek jumlah followers bertambah atau tidak, hehehe. Eh pas mau check followers tentunya aku lihat C Box aku dulu. Hmm,,, disitu terlihat ada sapaan yang membuat aku tertarik untuk membacanya,. Gini nih bunyinya "halo kakak, kakak dapet award loh, kunjungi blogku ya check awardnya". Wah aku dapat award dari seorang teman yang biasanya sih aku panggil adek. Aku gak tahu kok dia bisa ingat aku yah? Hehehe. Terima kasih yah Adek Indana dah ingat dan kasih award ke aku. 

Okey,,, tidak usah berpanjang lebar. Sesuai dengan peraturannya aku bakalan sebutin 11 hal tentang diriku:
  1. Aku mahasiswa semester..... (baca: Sekian) dan mudah-mudahan bisa selesai tahun ini. Hehehe
  2. Aku  paling suka yang namanya touring dan mancing apalagi kalau ikannya besar-besar
  3. Aku sangat suka main hujan. lihat senja, memandang bintang dan tentunya dengar suara ombak. (Agak lebay yah, Hehehe)
  4. Aku paling senang dapat ucapan selamat ulang tahun dari orang lain tanpa lihat FB (makanya aku sembunyiin tanggal lahir saya di FB hehehe)
  5. Ini sebenarnya rahasia sih, aku Phobia sama ular dan ketinggian. Jadi jangan kasih lihat ular dan ngajakin aku ke gedung bertingkat yah, 
  6. Aku ingin sekali ke Gunung Singgalang, soalnya keren banget saya lihat viewnya di sana
  7. Ingin lanjut S2 sih gak jauh-jauh banget, pengennya di Jogja aja.
  8. Makanan favorit saya itu Sop Konro dan suka sekali makan Sayur Bayam
  9. Aku tidak suka makan nasi goreng, makan sih tapi kalau dah terpaksa
  10. Aku mau sekali berat badan saya nambah atau kalau gak bisa tinggi badanku saja yang dikurangi (hehehe)
  11. Aku suka banget dengar lagu rock dan paling gak suka dengar dan lihat boy band
Ternyata aku juga punya tugas untuk saya jawab nih, aku jawab deh....!!!!

  1. Lagi jomblo/pacaran/yang lain? Wah,,, ini sih privasi banget. Tapi aku jawab deh kalau ini saya sulit untuk definisikan soalnya aku gak suka dengan kata "Pacaran" apalagi "Jomblo" aku yang lain deh. Hehehe
  2. Aku paling benci yang namanya galau, walau orang bilang kalau aku kadang  terlihat galau padahal gak sama sekali.
  3. Udah bolong berapa puasanya? Gak ada lah,,, aku kan kuat puasa.
  4. Lagi mudik kemana? Aku mudiknya ke kampung saja di Pangkep
  5. Masih sekolah/kuliah/kerja? Masih kuliah, tapi ingin cepat keluar dari dunia perkuliahan (sarjana)
  6. Yang paling di suka apa? yang paling dibenci apa? Aku paling suka memancing dan paling gak suka sama ular
  7. Twitter atau facebook? Aku suka twitter sih karena lebih privasi
  8. Biasa ngenet sampai berapa jam? Wah, kalau urusan ngenet kayaknya aku harus ubah nih. Aku kadang ngenet sampai lebih dari 10 jam dalam sehari
  9. Biasa bangun pagi jam berapa? Ini sih fluktuatif sekalii, aku kadang bangun setengah enam tapi kebanyakan sih kesiangan. Tahun ini aku harus bisa bangun pagi supaya bisa dapat hadiah Pop Mie kayak di iklan. hehehe
  10. Menurutmu blog aku ini gimana? aku kan suka desain yang minimalis, terus blog Indana dah minimalis jadi aku suka.
  11. Bagaimana pendapatmu tentang perbedaan memulai puasa atau idul fitri tahun ini atau nanti? Peerbedaan menurutku itu hal yang wajar, tapi apapun itu aku ikut sama pemerintah. Hehehe

    Saatnya aku nih yang kasih pertanyaan untuk semua yang aku tag, baca pertanyaannya baik-baik yah!

    1. Kamu suka lihat senja gak? kalau suka kenapa dan kalau gak kenapa?
    2. Menurut kamu cewek/cowok jutek itu gimana? suka atau gak?
    3. Kamu pernah insomnia gak?
    4. Angka favorit kamu angka berapa?
    5. Menurut kamu cowok yang rambutnya gondrong itu gimana?
    6. Cowok/cewek perokok itu gimana menurutmu?
    7. Kamu suka boy band gak?
    8. Kamu begadangnya sampai jam berapa?
    9. Suka nonton film korea gak?
    10. Suka baca novel, cerpen, atau puisi?
    11. Menurut kamu blog aku gimana? Klo ada sarannya komen yah.


    Terus yang saya kasih award dan dipersilahkan untuk menjawab pertanyaannya, yaitu:

    1. Ainun Najib Alfatih
    2. Mushdiqah El Drida
    3. Uswatun Hasanah Musa
    4. Cahaya Penyayang (Nur Rahma S)
    5.  Pipi Fitriani
    6. Ifa Dalifah Tasbir
    7. Laini Laitu
    8. 8ball
    9. Erny
    10. Han Chaniago
    11. Rima Aulia

      Thanks yah Indana dah ngasih award yang pertama. Hehehe

Pendeskreditan kata ABG SMA

Apa yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata ABG SMA? Tentu akan lahir dua persefsi yang salling kontradiktif dengan  kata itu. Pertama bagi kelompok yang selalu memiliki pikiran positif akan menganggap bahwa ABG SMA adalah harapan penerus tongkat estafet kebangsaan, dan ini memang realitanya. Sejarah membuktikan bahwa revolusi selalu dihadirkan oleh pemuda dalam hal ini tak jauh dari usia ABG. Tak hanya revolusi-revolusi kemerdekaan tetapi juga revolusi dalam ilmu pengetahuan. Hampir semua penemuan yang berhasil merubah wajah dunia dihasilakan oleh para ilmuan dalam masa mudanya. Pandangan kedua adalah pandangan apriori yang seakan tak percaya lagi akan masa depan bangsa jika berharap pada ABG SMA. Hal ini terjadi karena proses pendeskreditan yang terjadi secara laten dan berada di batas sadar manusia. Sebagian masyarakat melakukan pengambilan konklusi dari premis-premis dan sampel-sampel minoritas yang tentunya tidak valid untuk dijadikan sebuah konklusi. 

ABG SMA seakan menjadi objek komersialisasi media, sebut saja sinetron-sinetron yang kebanyakan memperlihatkan keliaran dari ABG SMA ini. Begitupun dengan berita-berita di media massa yang seakan mendeskreditkan ABG SMA ini. Padahal jika dilihat dengan kacamata universal, banyak prestasi yang dicipta ooleh ABG SMA ini yang tak menjadi perbincangan di khalayak. Prestasi-pestasi tersebut tak hanya dalam bidang akademiknya tetapi juga pada bidang-bidang lain seperti seni dan olahraga.

Beberapa waktu kemarin khalayak dikejutkan dengan berhasilnay siswa-siswa SMK merakit sebuah mobil yang diberi nama mobil ESEMKA. Karya tersebut hanyalah sebagian kecil dari prestasi-prestasi yang diraih oleh ABG SMA, sebut saja berulang kali memenangkan olimpiade Matematika, Fisika dan mata pelajaran lainnya yang bertaraf internasional. Tak jarang pula diantara para ABG SMA itu menjadi seorang kritikus dengan tulisan-tulisannya yang menghiasi dinding-dinding media massa di tanah air.

Saya pun sangat mengapresiasi atas usaha-usaha yang dilakukan pleh sekolah untuk merubah paradigma negatif masyarakat terhadap ABG SMA dengan menggencarkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler baik itu berupa study club maupun organisasi kesiswaan yang tentunya menigkatkan soft skill siswa. Hal yang sekarang perlu dubah hanyalah padapermasalahan pandangan masyarakat, yaitu memandang sesuatu hanya dari satu sisi saja tanpa melihat sisi yang lain.

Kamis, 16 Agustus 2012

Tentang Hujan dan Rindu

Sumber Gambar
Sore yang menggenggam sejuta harap dalam pelukan jingga, membawaku pada memori masa lalu. Mencoba abai akan penat yang sedari tadi mengernyitkan keningku dalam ruang tak berarah. Segaris warna mulai kudalami dari tujuh rona yang tercipta dari semburat jingga yang menyisip masuk lewat celah kecil di jendela kamar. Ada yang berbeda dari cahaya yang menyusup itu, ia seakan membentuk sebuah lengkungan indah hasil bias dari gemercik hujan yang turun dan mentes perlahan di jendela. Aku teringat pada mitos yang tak pernah kuyakini benarnya, hujan di siang terik adalah pertanda kematian. Yah, mungkin hal itu benar jika kali ini aku berada pada masa kematian rasa.

Kembali kuamati pelangi kecil itu, ia membawaku pada masa tanpa beban, tanpa kecewa dan masa yang penuh mimpi. Menikmati setiap rintik yang jatuh dari atap daun rumbia di rumah-rumah tetangga. Kadang bertelanjang dada dan kadang pula tanpa sehelai benang di tubuh. Berlari di lapangan berlumpur belakang rumah, bermain bola sepak tanpa pernah berpikir sesak di sekitar. Kadang pula menyelam di tambak-tambak warga di tengah badai sambil menunggu buah mangga yang jatuh bersama riuhnya hujan. Tak pernah peduli akan marah ibu yang selalu saja mengkhawatirkanku. Aku kadang berpikir ingin kembali ke masa itu. Masa yang seakan jarak antara dunia dan surga tak dapat kulihat.

Terenyuh ku dalam lamunanku, kembali menelusuri ruang waktu yang seakan tak hentinya melahirkan beribu fantasi. Aku pernah mencoba kembali ke masa itu, yah meski tak mungkin sesempurna dulu. Gerimis hujan malam itu membawaku pada sebuah rindu, rindu yang kadang membuatku tertawa dan terisak dalam bahagia. Aku kembali berlari di tengah rintik hujan, melepas sebuah penat dan mencoba mengurai kenangan yang telah sekusut kain yang terurai lepas. Tertawa lepas di bawah tarian latar sang hujan, berteman dengan angin yang membawa kabar tak sempurna dan berfantasi dengan angan yang tak pernah putus.

Akupun pernah mencoba bermimpi untuk sekadar mewarnai indahnya hujan dan pelangi yang dicipta olehnya. Aku melukis sebuah cerita dengan fantasiku bersama hujan, berjalan dengan menggenggam tanganmu di bawah rintiknya. Aku mencoba membuatnya berbeda dengan cerita sinetron, aku tak membuka jaketku untuk memberimu naungan. Aku hanya menggenggam setiap jemarimu dan menulusuri jalanan berlumpur menuju puncak tanpa batas pandang. Di sana kita duduk, menimati dingin dan dekapan hangat dari rasa yang saling menyatu. Kita tak saling menatap tetapi memandang pada sebuah tujuan rasa yang sama. Kita tak saling berucap namun saling mengirim rasa yang sama. Hanya senyuman yang tersungging di bibir kita yang menandakan bahwa pesan rasaku telah sampai padamu.

Ah,,,aku kembali meronai wajahku dengan berkas cahaya yang masih tersisa dan dengan segar air yang masih menetes. Aku hanya ingin bersamamu menikmati senja di bibir pantai, menikmati rintik hujan bersama genggamanmu, memaksa bintang untuk berkedip, dan menikmati tarian latar ilalang di pagi buta. Entah itu sebuah lamunan atau mimpi, tapi itulah harapku untukmu. Karena telah kutitip pada waktu untuk mengungkap tiga kata yang sulit terucap saat ini. 

Mencoba berfantasi dengan hujan dan rindu yang selalu hadir silih berganti dan tak pernah mengenal musim. Hehehe

Sebuah Harap di Kursi Tua

Sumber Gambar
Ada seorang lelaki dengan mata sayu dan langkah yang tertatih berjalan menyusuri pinggiran Losari. Sesekali suara gemercik ombak dan riuh orang yang berjalan beradu-padu dengan suara yang sesekali ia keluarkan dari bibirnya yang sudah tak muda lagi. Ada asa yang memancar dari sayup matanya yang sesekali menatap kosong jauh ke lembayung di ufuk barat. Ada kekuatan yang terselip di kepalan tangannya yang senantiasa menggenggam secarik kertas putih pudar yang mulai robek. Cahaya kunang-kunang yang tak biasanya hadir membimbing ia untuk duduk pada sebuah kursi tua, disapunya kursi tua itu dengan penuh belas kasih seakan ia pernah memiliki kenangan di kursi tua itu. 

Tatapannya kembali kosong, berbicang sendiri menghadap kursi kosong di hadapannya. Harapannya telah meluncur dan kemudian jatuh menembus inti bumi. Tidak, ia tidak gila. Ia hanya mencoba menarik kembali memori masa lalunya. Saat kupu-kupu kenangan melesat masuk ke dalam alam pikirnya ia tertunduk dan menarik sebuah cincin perak bermatakan mutiara dan kembali berbincang dengan kursi kosong di depannya. "Aku telah merampas semua warna pelangi dalam hidupku, Aku telah merampas segarnya kuncup di mudaku, aku telah merampas ranumku dalam siangku,  dan akupun telah merampas rentahnya senja dalam tuaku. Haruskah kurampas kelamnya malam dalam matiku untukmu". Tiba-tiba kata-kata penuh harap keluar dengan suara yang seakan putus oleh rentahnya usia.

Ia masih dengan setia mengenggeam kertas putih pudar yang muali lusuh, meringkuh dalam pelukannya. Ia membuka kertas putih itu dengan sangat hati-hati layaknya membelai seorang wanita yang sangat ia sayangi. Mata senjanya mencoba memaknai kembali goresan tinta yang tertulis di kertas itu, ia kembali bertanya pada bangku kosong yang berada di hadapnya "Bukankah ini malam akhir bulan? Apakah kau lupa akan janji kita?"

Tangannya memeluk tubuhnya yang kering hingga kedua tangannya betemu di punggungnya. Lambaian daun kelapa masih setia menemaninya, seakan itu adalah pertanda panggilan akan seorang kekasih yang jauh di sana. Ia hanyalah seorang lelaki rentah yang ingin menikmati bintang jatuh dengan sebuah harap. Dalam pikirnya hanya bergelayut sebuah frase tak sempurna, kala fajar menyinsing kutemui kau dalam transit venus.

Kokok ayam menemani dia melewati seperdua malamnya. Tubuh rentahnya mencoba menahan setiap hembusan angin malam yang mencoba merasuki tubuhnya. Suara riuh pun kini berganti hening. Ia kini meringkuk bersama gesekan-gesekan ombak yang seakan tak jenuh untuk berjumpa dengan pantai.Seang ia masih berkutat dengan asa pada secarik kertas putih pudar itu. Tubuhnya telah sangat biasa untuk menikmati mimpi bersama gerimis hujan, semilir angin atau mungkin bintang jatuh. 

Tubuhnya kini bersandar pada kursi tua yang sedari tadi ia duduki, matanya menarawang jauh ke langit malam. Bibirnya mengucapa sebuah kata yang seakan tak mampu ia selesaikan "Malam ini adalah malam terakhir di akhir bulan aku menunggumu". Tersungkurlah ia di bangku kosong itu dengan tetap menggenggam kertas putih pudar yang berisi selarik rasa lewat tulisan dari kekasihnya "Zahra".

Makassar, 31 Juli 1967
Aku akan menemuimu dan menerima cincin yang dulu kau tawarkan padaku, tapi bukan hari ini. Aku akan datang padamu bersama sejuta mimpi yang pernah kita coba rajut bersama. Kita akan melewati malam yang indah. Bersama menatap indahnya bintang yang kita paksa untuk pergi dari asterimanya, memaksa pelangi untuk hadir meski tanpa bias mentari dan memaksa bulan untuk sabit meski ia telah purnama.  Aku akan hadir untukmu di surutnya air laut di kursi tua awal kita merajut mimpi. 
Your Dear Zahra

Minggu, 12 Agustus 2012

Setahun yang Lalu

Sesuai dengan janjiku tadi siang, kali ini aku akan menuliskan pengalamanku setahun yang lalu. Tepatnya pertengahan ramdhan dan juga sekaligus pertengahan bulan Agustus 2011. Minggu tersebut begitu berkesan di hatiku, ada banyak cerita yang terangkai dan banyak celoteh tak bermakna yang akhirnya menjadi sebuah cerita tersendiri di diary kehidupan para pencari kata.Tak usahlah aku berceloteh panjang lebar tentang hal yang tak menjadi inti dari topik nantinya.

Keberangkatan

Aku saat itu sudah tak menjadi adek lagi yang harus dituntun oleh kakaknya untuk naik mobil, bus, atau bahakan pesawat. Aku telah menjadi seorang kakak yang harus menjaga dan mendapingi kedua adeknya. Hari itu aku memang berangkat menuju Surabaya bersama dengan ke dua adek saya di Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar. Tak ada yang terlalu istimewa dalam keberangkatan kami, Check in-menunggu- take off-landing yah hanya sebatas itu. Kami sampai di Surabaya waktu itu pada sore hari dan lansung ambil Damri menuju terminal Bungurasih, tak begitu lama perjalanan akhirnya kami sampai di terminla tersebut. Kami kemudian ambil bus menuju Terminal Arjosari, Malang. Perjalanan Surabaya-Malang katanya tak memakan waktu begitu lama, tapi ternyata hal tersebut hanya berlaku ketika bus yang kita gunakan berada pada kondisi prima. Yah, betul saja di tengah perjalanan bus yang kami tumpangi mogok padahal saya sudah menghubungi panitia di Malang kalau kami akan sampai sekitar 1 jam lagi. Mau tak mau kami harus pindah bus jadilah kami seperti orang yang mau pindah rumah (angkat koper menuju mobil travel yang bentuknya seperti angkot butut). Perjalanan yang harusnya ditempuh dengan 1 jam perjalanan kini harus kami tempuh hampir dua jam. Akhirnya kami sampai di Pom bensin dekat terminal Arjosari tempat kami janjian dengan panitia.


Terlihatlah mobil warna silver dan dua orang laki-laki dengan baju batik, aku yakin pasti mereka telah menunggu lama. Kami kemudian bersalaman sambil menyebutkan nama, dan tanpa panjang lebar kami pun segera diantar ke lokasi kegiatan. Yah, maklum saja kami sudah sangat capek setelah seharian di mobil butut. Sampai di kamar, aku dikasih kunci no. 2.12, aku lihat nama-nama yang tercantum di kamar itu, wah gak ada yang saya kenal. Gak lama kemudian muncullah orang yang sekamar dengan aku, aku satu kamar dengan 3 orang lainnya dari Universitas yang berbeda. Sampai saat ini hanya satu yang masih melekat namanya di ingatanku, Deki Firmansyah mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Aku tak begitu betah di kamar tersebut, maklumlah orangnya lumayan kalem kecuali si Deki itu yang lumayan SKSD. Cek percek di sebelah kamar saya tepatnya kamar 2.11 ternyata teman-teman lama saya berkumpul. Yah, teman-teman lama yang saya temani waktu di Universitas Gajah Mada Yogyakarta beberapa bulan sebelumnya. Aku a memutuskan pindah dan saya pun disusul oleh si Deki. Jadilah kami berkumpul ada Feky dari Universitas Negeri Padang, Gilanag dari Brawijaya, Deki dari UPI Bandung,  Aan dari Universitas Indonesia, Dian dkk dari Unismuh Makassar dan aku dari UNM. Tak ayal, kamar yang sebelumnya sangat bersih berubah layaknya kereta api kelas ekonomi, penuh dengan asap rokok. Pengumuman yang terpampan di Rususnawa Ummuh kini tak terpajang lagi dan disembunyi sama seseorang yang tek perlu saya sebutkan namanya.


Agenda Inti

Sama seperti agenda-agenda sebelumnya, agenda pert ama yaitu seminar nasional. Tak usahlah saya terlalu bercerita tentang agenda tersebut, karena saya yakin itupun sangat membosankan untuk kalian baca. Aku mulai berkenlan dengan beberapa orang baru dari berbagai universitas yang ada di Indonesia. Banyak di antara mereka yang telah saya kenal sebelumnya, baik itu di dunia maya maupun di dunia nyata.

Upacara pengibaran bendera merupakan agenda pada hari berikutnya, yah maklum hari itu bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus. Setelah upacara, seperti biasa pastinya Foto-foto. Tapi sayangnya karena waktu itu aku gak bawa Almamater jadi aku pake almamater UNP. Yah, tak apalah daripada gak ikut upacara kemerdekaan Indonesia. Foto-foto pun berujung dengan kenalan sana-sini yah lumyanlah hari itu aku punya banyak kenlan baru. Aku juga akhirnya bisa tambah dekat dengan orang yang sebelumnya dah saya kenal. Supaya lebih tahi saya kasih lihat foto-fotonya deh,,,,!!!!

Makan Bakso Habis Jalan-jalan


Regional V ILP2MI

Sahur Bareng

Coba Tebak Lagi Ngapain

Setelah Upacara


Ngopi Bareng


Bersama Adek

Suasana nyanyi Bareng setelah makan Bakso

Foto-foto Lagi
Kekacauan Kamar

Ada beberapa kejadian lucu dan berkesan di waktu senggang kami. Pernah satu malam aku, Feky sama Rocy dari ISI Yogyakarta nyanyi-nyanyi di depan kamar sambil teriakin nama seorang mahasiswi UB, katanya sih menyet secara tak lansung. Ceweknya sih ngambek sebentar tapi kayaknya ia juga senang disanjung Hehehe. Subuhnya aku sakit demam, aku menggigil, untung ada seoarang cewek yang sangat perhatian ma aku. Aku sih sebenarnya dah kenal sebelumnya dengan dia, sering bertegur sapa di FB tapi kami masih saling minder. Ia menawarkan obat penurun panas pada saya waktu itu dan alhamdulillah besoknya dah bisa beraktivita kembali. Kami juga sempatin jalan-jalan, singgah di minimarket membeli beberapa bungkus rokok dan beberapa bungkus cemilan. Sampai di rusunawa kami nyanyi-nnyi bareng sambil main gitar dan cewek-ceweknya makan bakso Malang.

Aku lanjutin lagi nanti ceritanya karena mau kerja sesuatu. Hehehe

Harap Pupus

Tak di awal kau hadir memberi kabar akan janji
janji hilang tanpa dekap
Sejuta harap gugur di kau
Memberi harap menghapus harap

Kita kembali ke hilir
Kudapat kau dalam maya
Saling termangu dalam diam kata
Kemudian terusik dengan satu kata
"Cinta"?

Lara panjang melenguh antara sungging
Bahak hilang berganti tetes
Kita pun bertemu di sudut makna

Enggan kita tak congkak
Harap kita bertemu malu
Tergilas kita dalam angkuh


Jumat, 10 Agustus 2012

Ramadhan Tahun Kemarin

Edisi Ramadhan tiap tahunnya memberikan warna tersendiri dalam diriku. Ada nuansa berbeda di setiap edisinya, ada cerita yang senantiasa terekam dalam setiap pergulirannya dan ada tempat berbeda bagiku di setiap tahunnya dalam ramadhan. Entah karena apa aku sangat merindukan suasana bersahur dan suasana berbuka sama seperti ramadhan-ramadhan sebelumnya, aku sangat merindukan sahabat-sahabat saya di asrama, di Himpunan Mahasiswa dan juga di Organisasi Kesenian Kampusku dulu, walaupun sebenarnya aku merasa sangat bahagia di "keluarga nalarku" sekarang. Namun tentunya aku tak bisa melupakan sekian banyak cerita yang terjalin dengan mereka. Sekadar untuk mengabadikan sepenggal kisah tersebut aku mencoba untuk mengbadikannya dalam tulisan ini.

Ramadhan Tahun 2008

Ramadhan waktu itu adalah untuk pertama kalinya saya menikmati ramadhan terpisah dari orang tua. Aku melewati Ramadhan waktu itu di rumah ke dua saya (Asrama Putra IPPM Pangkep Koordinator UNM). Aku menemukan nuansa berbeda saat itu, aku yang dulunya hanya tinggal bangun untuk sahur kini harus mulai belajar untuk memasak sendiri, begitupun saat waktu berbuka tiba. Setiap sorenya setelah adzan Ashar berkomandang tim penyedia buka puasa (penghuni asrama) mengumpulkan uang yang akan digunkan untuk hidangan berbuka puasa dan bersahur. Aku sangat suka belanja di pasar jika hari itu adalah tugas piket saya. Teman-teman pastinya sudah tahu kalau saya yang pergi belanja pasti hidangannya tak lepas dari es buah, timun suri (kami menyebutnya haddis), sayur bening (bayam campur jagung manis), tempe goreng crispy dan tentunya cobek-cobek kacang. Aku waktu itu selalu pergi belanja bersama dengan salah satu senior saya di asrama karena waktu itu aku belum tahu jalan-jalan di Makassar (maklum masih mahasiswa baru).

Ada banyak hal yang menarik yang saya dapat, tahun itu aku mulai belajar bangun cepat untuk memasak, memanajemen uang belanjaan agar cukup untuk berbuka dan sahur, belajar memasak dan menyadari bahwa makanan sederhana pun akan terasa nikmat jika disantap bersama. Aku sangat ingat ketika pertama kalinya saya mendapat giliran memasak untuk hidangan sahur, hari itu di tim saya mendapat tugas untuk membuat cobek-cobek (sambal). Sesuai dengan kebiasaan di rumah, saya hanya membuat sambal dengan 7 buah cabe. Hasilnya menurut saya sudah enak dan pedas, tapi ternyata beluim cukup 1/4 dari penghuni asrama yang mengambil sambal tersebut telah habis. Mereka makan sambal layaknya makan sayur, katanya sambalnya mirip sayur (kurang pedas). Akhirnya aku tahu kalau kebiasaan mahasiswa kalau buat sambal harus pedas. Pernah juga kami harus rela minum di kram air, kami dulu menyebutnya Air Anugrah singkatan dari anu gratis, maklum saat itu kami lupa membeli galon.

Pemandangan piring-piring tergeletak, rebutan bantal dan sembunyikan kasur saat pulang teraweh, membagikan piring yang berisi cobek dan potongan tempe merupakan pemandangan yang tiap hari menghias rumah mungil kami. Aku juga ingat ketika sanatapan buka puasa kita belum selesai saat adzan magrib telah berkumandang dan kita berpencar ke mesjid-mesjid dekat rumah. Aku juga ingat ketika seorang kakak yang hendak menggoreng telur dan ternyata telurnya bukan lagi sebuah telur tetapi anak ayam, dan lucunya lagi karena ia baru menagatakan hal tersebut saat kita telah kenyang memakan telur goreng tersebut dengan lahapnya. Satu hal yang tak pernah lepas setelah sahur adalah "Ngeteh", ini adalah agenda wajib bagi "kakak kacamata" yang akhirnya menular bagi kami. Di saat itulah kami (mahasiwa baru) mengakrabkan diri dengan mereka, bertanya ini itu meskipun sebenarnya gak penting. Intinya aku senang berada di linkungan itu.

"Keromantisan kadang lahir di meja makan"


Ramadhan 2009-2010


Bukber di Tonasa
Tak ada perbedaan yang terlalu mencolok anatara ramadhan sebelumnya dan ramadhan pada saat itu, hanya saja aku telah memiliki satu dan akhirnya dua adek yang berarti saya sudah tak menjadi adek bungsu lagi di keluarga besar itu. Kami kadang keluar buka puasa bersama untuk memenuhi undangan dari instansi pemerintah daerah, pengusaha lokal pangkep, atau undangan senior-senior yang telah sukses. Suasana makan bersama dan jugfa naik pete-pete secara berdesak-desakan kadang mewarnai ramadhan kami. Kadang pula kami harus berangkat mulai dari pukul 15.30 karena perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh.


Satu yang berubah pada Ramadhan tahun itu adalah pindahnya Asrama Putri menjadi lebih dekat dengan asrama putra. Hal tersebut mempermudah kami dalam membuat hidangan berbuka puasa dan juga hidangan bersahur karena akan dibantu oleh kaum hawanya, itu sih harapnya kami. Tapi toh nyatanya kami merasa kami lebih jago memasak dari kaum hawanya, selera kami mungkin yang berbeda. Hampir setiap harinya hidangan sahur kami jauh lebih lengkapa dengan mereka kecuali hidangan berbuka puasa karena kami buka puasa bersama mereka.

Bukber sekaligus peresmian rumah baru
Selain berinteraksi dengan keluarga pertama saya di Makassar (IPPM), saya juga mulai berinteraksi dengan organisasi internal kampus. Keluarga pertama saya di kampus adalah Himaprodi kemudian Bemgkel Sastra. Di dua organisasi tersebut aku kadang berbuka puasa bersama, untuk di Himpunan dua tahun berturut-turut pengkaderan diadakan tepat di bulan Ramadhan. Pengkaderan tersebut tentunya menjadi agak berbeda, pengkaderan tersebut penuh dengan nuansa religi. Satu hal yang tak bisa saya lupakan adalah momen pertandingan pembuatan hidangan buka puasa. Tak ada kata yang bisa kuucap selain kata seru dan keren.

Aku merasakan suasana yang sangat berbeda di Bengkel Sastra, aku merasakan keakraban seorang sahabat di sana. Tak ada pembagian piket dan tak ada yang bekerja sedang yang lainnya tidur, kami saling membantu. Mungkin jumlah kami disitu yang kurang banyak. Setiap berbuka puasa tak ada yang terlalu berbeda, kami kadang berbuka puasa bersama para aktivis organisasi kampus pada saat itu. Atau kadang pula bersama para Mahasiswa baru yang dibuatkan jadwal membuat hidangan berbuka puasa. Namun, hal yang sangat berbeda ketika sahur, setiap jam 2 pagi kami keluar membeli ikan kering di pasar yang selalu terbuka 24 jam. Pasar tersebut bukanlah pasar yang jaraknya dekat dengan kampus. Dengan lauk ikan kering dan nasi panas serta cobek-cobek seadanya terasa nikmat, mungkin karena kami menikmatinya bersama dengan alas daun pisang. Kami pun kadang buka puasa bersama dengan Pekerja Seni Kampus dari universitas lain, yah sekadar menjalin hubungan silaturahmi.

Hari-hari tersebut kini menjadi sebuah kenangan dan sangat sulit untuk saya nikmati kembali. Ingin ku merasakan kebersamaan itu lagi.


" Sahabat, Aku tak pergi. Aku hanya punya tanggung jawab yang lebih besar di tempat lain. Semua kenangan itu tak akan kulupa dan di sini pun aku menemukan keluarga seperti kalian". Aku akan datang esok atau lusa tuk mengulang kisah itu, meskipun kutahu tak mungkin sesempurna dulu"


Ramadhan 2011

Ramadhan tahun kemarin adalah Ramadhan pertama saya di keluarga besar LPM Penalaran UNM. Saat itu saya menjabat sebagai Staf bidang Humas di lembaga tersebut. Perbedaaanya tak terlalu jauh dengan ramdahan sebelumnya, masih dengan asas kekeluargaannya. Kali itu aku menikmati Ramadhan setelah mempunyai satu adek. Adek yang baru saja dikukuhkan di lembaga tersebut. Setiap sorenya dibuatlah jadwal buka puasa yang diisi baik oleh pengurus, anggota, dan juga alumni. Disinilah saya melihat bahwa lembaga kami melihat unsur kesenioran sebagai unsur hubungan kakak adek, karena tak hanya adek yang bekerja tetapi juga kakak yang bekerja bersama-sama.

Setiap berbuka puasa, kami berkumpul bersama di ruang tengah dan menikmati hidangan tersebut. Kadang terselip canda dengan memberikan penilaian layaknya sebuah penjurian dalam kontes masak. Hal tersebut tentunya bukan untuk saling menjatuhkan tetapi tak lebih sebagai sebuah candaan uintuk mengakrabkan.

Ada yang sangat istimewa pada Ramadhan tahun itu, aku menikmati puasa pertama di luar Sulawesi. Aku menikmati bulan Ramadhan di kota Malang dalam rangka mengikuti Rapat Kerja Nasional Ikatan Lembaga Penalaran dan Penelitian Mahasiswa Indonesia. Aku bertemu dengan sahabat-sahabat baru di sana. Satu yang istimewa adalah saya bertemu dengan seorang yang sempat mebuatku kagum pada saat itu, tapi rasa minder masih berselimut di dadaku pada saat itu. Aku akan menceritakan secara lebih detail tentang Ramadhan di kota Malang pada tulisanku berikutnya #buru-buru untuk bersiap-siap shalat Jum'at

Minggu, 05 Agustus 2012

Memaknai 17

"Aku", maaf jika dalam setiap tulisanku teori keberakuanku terlalu tinggi, namun itu bukanlah esensi dan substansi dari apa yang ingin kutuliskan. Pagi yang ranum ini aku akan sedikit menuliskan persefsi dan alasan mengapa saya sangat suka dengan beberapa angka-angka khususnya angka 17. Aku sebenarnya bukanlah orang yang terlalu percaya dengan mitos akan hoki dari sebuah angka, namun ini bukanlah keyakinan atas hal tersebut. Aku suka angka itu mungkin sama seperti aku mencintai seorang wanita, dimana aku tak bisa mendefinisikan dan memberi batasan akan hal tersebut. Kali ini aku akan menuliskan akan sejarah yang tertoreh di setiap angka 17 dan memaknai angka 17 dari berbagai aspek dan sudut pandang.
Berikut ini akan saya tuliskan keistimewaan angka 17 yang saya rangkum dari berbagai sumber dan saya kembangkan dari pergulatan nalar saya, mari memaknai angka 17:
  1. Angka 17 terdiri dari dua angka, yaitu angka 1 dan angka 7. Aku sangat suka dengan angka 1, mungkin karena angka itu melambangkan kekuasaan, prestasi, kualitas dan tingkatan tertinggi apabila kita berbicara tentang strata. Aspek kekuasaan, prestasi, kualitas dan starata tertingggi sering dilambangkan dengan kata "Nomor 1". Tak hanya itu dalam islam angka 1 melambangkan akan ke-Esaan, Maha Satu, Maha Agung atau Al-wahid Tuhan. Angka satu pun melambangkan akan kebaruan atau pertama. Sedikit mengutip kalimat dalam film 3 Idiots bahwa "yang pertama akan selalu diingat dan setelahnya entahlah" maka manusia senantiasa menjadi orang yang pertama dan mengukir sejarah. (begitupun mungkin dengan ciuman pertama #hehehe). Sedangkan angka 7 sangat banyak yang menemukan keunikan dengan menulikan angka ini, misalnya:

    > Keajaiban dunia meskipun selalu mengalami perubahan tetapi selalu berjumlah 7 dan disebut dengan  7 keajaiban dunia.
    >7  Lapis langit dengan dasar Surah Al-Baqorah ayat 29 sebagian ulama menyebutkan ( Lapisan Troposfer, Stratosfer, Ozonosfer, Mesosfer, Termosfer, Ionesfer dan Eksosfer)
    >7  Samudera (Pasifik Utara, Pasifik Selatan, Atlantik Utara, Atlantik Selatan, Hindia, Antartika,& Artik)
    >7 Benua (Asia, Australia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Eropa, dan Antartika)
    >7 Lapis bumi
    >dan 7 hari dalam seminggu
  2. Sebuah keistimewaan angka 17 pun terlihat pada jumlah rakaat Shalat Fardhu dalam sehari semalam yaitu 17 rakaat.
  3. Hari turunnya Al-Quran menuliskan keistimewaan angka 17, Al-Quran turun pertama pada tanggal 17 Ramadhan di Gua Hira.
  4. Akupun sebagai manusia yang dilahirkan di Indonesia bangga dengan tanggal kemerdekaan Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
  5. Hal yang agak aneh pun sering aku dengar bahwa 17 tahun adalah pembatas antara kanak-kanak dengan remaja. Umur 17 tahun dianggap sebagai masa transisi dari segi pemikiran dan mungkin juga secara fisiologis dari anak-anak menuju sebuah kedewasaan.


    Entah, karena keistimewaan tersebut atau  karena alasan lain sehingga aku suka pada angka 17, akupun tak dapat mendeskripsikannya secara jelas.

    Sumber Pustaka: Makna di Balik Angka 17 dan Keistimewaan Angka 17


Sabtu, 04 Agustus 2012

Belajar dari +1

Sumber Gambar
Optimis adalah kata yang mudah sekali saya lisankan, saya tak perlu belajar pronounsecion untuk mengucapkan kata tersebut. Saya pun berpersefsi bahwa bocah sekolah dasar pun akan sangat mudah mengucapkan kata tersebut. Apa yang istimewa dari kata tersebut? Banyak kisah-kisah heroik, legenda, maupun mitos yang seakan mengungkapkan bahwa keyakinan dan rasa optimis jauh lebih kuat dari kekuatan fisik itu sendiri. Hal tersebut bukanlah sebuah hoaks atau common sense belaka bagi saya. Saya menganggap bahwa ada hubungan kausalitas antara mimpi, keyakinan dalam hal ini optimisme, usaha dengan sebuah pencapaian. Sebuah kesadaran yang kadang naik turun masih ada dalam diriku, rasa pesimis kadang hinggap, untungnya Tuhan menciptakan orang-orang yang selalu percaya pada mimpinya di sekelilingku dan harus kuakui merekalah inspiratorku.


Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” - Arai”

Andrea Hirata mencoba menggambarkan kekuatan mimpi dan optimisme lewat tulisan dan filmnya. Hal tersebut sangat menggugah bagiku, tapi aku masih ingat sebuah kalimat bahwa "Memancing jauh lebih berkesan daripada mendengar cerita tentang memancing". Aku mencoba meyakini mimpi-mimpiku sejalan dengan pengalaman empiris yang saya lalui dan pengalaman hidup "para sang pemimpi" di sekelilingku. Aku sangat ingat akan seorang sahabat sebut saja namanya +1, ia sangat suka memakai identitas tersebut. Entah karena apa, tetapi saya yakin itu adalah sebuah simbol positif dalam membangun kepercayaan diri dan menebar rasa optimis bagi sahabat-sahabatnya. Aku ingat kala pertama melihat hasil tulisan pertamanya, aku dapat mengatakan bahwa tulisan tersebut sangat jauh dari tulisan seorang mahasiswa. 


Aku saat itu dapat berpikir seperti itu karena aku merasa bahwa saya dapat menulis lebih baik dari itu. Aku sadar sekarang bahwa ternyata itu bukanlah rasa percaya diri atau optimisme melainkan sebuah keangkuhan. Saya kembali bercerita tentangnya, ia tak berhenti di situ. +1 belajar akan banyak hal, mulai mencoba hal-hal yang orang lain jarang pikirkan seperti mengirim tulisan di koran, menulis di blog, mengirim puisi di sayembara penulisan dan lain sebagainya. Saya harus akui bahwa aku belajar menulis di blog karena +1, seorang sahabat yang sebenarnya "adik" bagi saya. 

Sesuai Quote Arai diatas akhirnya Tuhan memeluk mimpi-mimpinya, meskipun aku hanya berpersefsi tentang mimpinya. Meskipun ia pernah berada pada titik nadir (hanya persefsiku) dalam perjalanan hidupnya dan sempat vakun dalam dunia literasinya, akhirnya ia pun mampu bangkit kembali dan berkarya jauh lebih baik dari sebelumnya. "Dek, sungguh ini bukanlah batu sandungan bagimu untuk berkarya tetapi sebuah garis pembatas dan sekaligus batu loncatan untuk memeluk mimpimu" kata yang ingin kuucap padanya saat itu. Semoga ia mendengar kata yang tak sempat terlisankan itu. 

Aku Bermimpi karena Aku Percaya Tuhan (Mr. F)

Seorang yang berjalan tanpa mimpi bagai seorang paeaut yang berjalan tanpa kompas dan rasi bintang. Mimpi adalah blueprint yang menggambarkan sistematika penggapaian asa. Satu sisi yang saya senangi dari +1 adalah rasa optimisme dan mimpi yang ia bawa tak hanya ia nikmati sendiri. Ia seolah menerapkan kalimat genggamlah tangan sahabatmu ketika ia mencoba bangkit.

Virus-viris mimpi dan rasa optimisme senantiasa menghias setiap tulisan-tulisannya dan semoga virus tersebut dapat menjadi wabah bagi seluruh yang kenal dan pernah kenal dengannya. Aku mulai belajar menulis di blogpun karena terinspirasi dengan tulisan-tulisannya di blognya. Terus tebarkan virus optimisme mu dek!

Thanks God

Aku memiliki banyak sahabat yang punya mimpi besar dan merintis jalan menuju mimpi itu. Aku bahagia dapat bertemu dengan orang-orang seperti +1, Penyuka Bintang, Penemu Kata, Penanda Diam, dan sahabatku yang lain . Akhirnya kau hanya mampu berkata "Syukur aku berada di tengah-tengah sang pemimpi dan pewujud mimpi", aku banyak belajar akan pentingnya rasa optimisme dan tentunya disertai dengan usaha dan doa dari mereka. 




Jumat, 03 Agustus 2012

Mari Bersedekah Bersama Penggalangan Dana On Line dengan Marimembantu.Org

Mengawali tulisanku pagi ini, saya ingin mengutip sebuah kalimat bijak yang sering didengungkan oleh guru saya ketika sekolah dasar dulu "Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah". Sebuah kalimat yang dulunya saya anggap hanya sebagai "kalimat rayuan" agar kami dapat saling berbagi, beliaupun sering menambahkan bahwa memberi tidak akan mengurangi apa yang engkau miliki tetapi justru Allah akan menambahnya 10 kali lipat dari apa yang kita berikan. Kalimat yang sangat tidak masuk akal bagi saya yang saat itu masih bocah sekolah dasar dan lebih mengedepankan pikiran matematis. Hal tersebut tentunya berubah seiring dengan perkembangan nalar dan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang saya dapat. Saya akan bercerita tentang beberapa pengalaman hidup saya yang membongkar paradigma berpikir saya tentang arti penting untuk saling berbagi.

Memberi adalah Tali Pengikat Kebersamaan

"Kuat kali-kalinya tapi lemah bagi-baginya" kalimat tersebut mungkin merupakan kalimat yang sangat tepat bagi orang yang selalu mengutamakan keuntungan tapi tak pernah berpikir untuk berbagi terhadap sesamanya. Pemikiran tersebut pernah berkuasa atas sebagian besar isi otakku, "pokoknya semua milikku" dalam benakku saat itu. Aku tidak pernah merasakan sebuah kepuasan dan tak pernah pula bersyukur akan apa yang saya miliki. Tak ada ketenangan yang saya rasakan saat itu, hal tersebut sangat berbeda dengan karakter salah seorang temanku, namanya Muhammad Eka Prachandra, aku sering memanggilnya Dechan.

Aku kenal dengan dia karena kami satu angkatan dalam  perekrutan anggota baru sebuah organisasi internal kampus yaitu LPM Penalaran UNM. Setelah satu tahun menjadi anggota baru, ia diangkat menjadi ketua bidang Hubungan masyarakat dan saya menjadi stafnya saat itu. Ia adalah orang yang lumayan amburadul atau mungkin dalam istilah jawanya Slangean, tapi ia mampu menjadi pemimpin yang kami (staf bidang) segani saat itu. Hal yang paling menarik adalah ketika rapat bidang, kami tak pernah rapat bidang di sekretariat tetapi di warung karena katanya "keromantisan kadang hanya bisa terlahir di meja makan".

Aku pernah berpikir kalau sebenarnya ia orang yang sangat boros atau mungkin pula bodoh, hampir setiap ia mendapat rezeki dari hasil "manggung" bandnya ia selalu mentraktir kami. Acara traktiran tersebut tentunya dirangkaikan dengan acara rapat bidang. Sifat tersebut ternyata memunculkan rasa segan, hormat dan akrab dengan dia, hal tersebut akhirnya berefek pada ikatan rasa saling memiliki dan saling menjaga kami yang akhirnya terjaga hingga kahir kepengurusan. Ia pernah berkata di sela-sela rapat kami "saya tak pernah gelisah kalau uang saya habis, tetapi saya akan sangat gelisah ketika saya ingin menyumbang tapi tak ada yang bisa saya berikan". Kalimat sederhana yang mampu menggambarkan kebesaran jiwanya untuk dapat terus berbagi.

Hal tersebut ia buktikan dengan sikap dan sifat yang ia miliki, tak hanya kepada kami, teman bandnya tetapi juga kepada setiap orang yang ia lihat sedang mebutuhkan pertolongan. Ia tak pernah segan untuk memberikan sejumlah uang yang ia miliki kepada pengemis di jalanan, pengamen cilik atau orang yang memiliki cacat fisik. Jadilah ia orang yang memiliki banyak relasi dan sahabat dari berbagai golongan. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah kebahagian tersendiri dapat menjalin tali silaturahmi dengan banyak orang dari berbagai tingkatan, golongan dan profesi.

Memberi adalah Persiapan untuk Menerima

"Jangan berpikir untuk selalu menjadi penerima tapi berpikirlah untuk memberi, karena orang yang memberi tak mungkin adalah orang yang berkekurangan".

Kalimat tersebut adalah kalimat yang sering dilontarkan ayah saya. Hal tersebut mulai dapat aku buktikan dengan kisah-kisah yang bergulir di sekitarku. beberapa kisah tersebut terangkum ketika saya menjadi pengurus di lembaga kemahasiswaan dan sebagian lagi bersama para sahabat saya.

Banyak kisah yang saya nikmati salah satunya ketika harus mengamen di lampu merah bersama anak band untuk mengumpulkan sumbangan untuk anak panti asuhan. Malam itu aku sangat disibukkan dengan agenda-agenda kegiatan yang sangat padat, aku mulia merasa penat dan bermaksud untuk menangkan diri. Aku memilih untuk jalan-jalan keluar, di sebuah cafe aku bertemu dengan sahabat karibku sekaligus ketua bidangku di Lembaga dulu (Dechan). Aku sempat mengobrol dengan dia, ia ternyata bermaksud untuk melakukan penggalangan dana untuk sebuah panti asuhan di daerah Gowa dengan cara mengamen di lampu merah. Aku pun tertarik untuk itu, hal yang lumayan lucu sebenarnya bagi kami yang notabenenya sebagai seorang mahasiswa harus mengamen di jalanan. Penampilan kami malam itu sangat berbeda dengan pengamen jalanan lainnya, kami memakai pakaian seperti mau ke pesta pernikahan. Dengan kemeja lengan panjang, celana kain hitam dan juga sepatu pantofel. Hasil malam itu lumayan banyak dan semuanya kami akan sumbang ke panti asuhan yang sudah ditetapkan sebelumnya, bahkan untuk uang makan dan minum kami gunakan uang pribadi kami. Satu hal yang dapat kami petik malam itu bahwa memberi tak harus orang kaya tetapi yang penting ada niat pasti akan ada jalan.

Tuhan membuka pintu-pintu rezekinya jika kita berbagi. Kalimat tersebut mungkin kalimat yang tepat untuk menggmbarkan perasaan bahagia sebagian dari kami setelah mendapat salah satu program DIKTI dalam hal ini pengumuman PKM. Pengumuman pertama mungkin saya adalah orang yang cukup bernahagia karena salah satu karyaku lolos dan mendapat dana hibah penulisan. Beberapa bulan kemudian tibalah giliran Dechan ungtuk menerima balasan dari Tuhan, empat karyanya lolos dan berhak mendapat dana hibah dari DIKTI. Tak hanya sampai disitu, tak beberapa lama kemudian ia akhirnya mampu mewujudkan mimpinya untuk mendirikan sebuah lembaga kursus bahasa inggris. Lembaga kursus tersebut kini makin berkembang dan telah membuka cabang. Alhamdulillah

Terobosan Penyaluran Bantuan

Banyak hal yang telah memberikan pengalaman bagi kami, kami pun pernah melakukan bakti sosial di sebuah daerah yang sangat terpencil "Dusun Kahaya", begitulah nama daerah tersebut. Pada pelaksanaan bakti sosial tersebut kami mulai sadar bahwa di negara ini ternyata masih banyak sudut-sudut daerah yang sangat butuh uluran tangan dari para dermawan. Bentuk-bentuk pengabdian kecil yang kami lakukan tentunya tak akan cukup untuk mengatasi sekelumit permasalahan kemiskinan tersebut. Hal tersebut ternyata seia dengan adanya lemabaga penyalur bantuan yaitu Lembaga Zakat Dompet Dhuafa dengan program “Mudah sedekah secara online dengan Marimembantu.org”. Program tersebut tentunya akan mempermudah bagi para dermawan dalam menyalurkan bantuannya sebagai wujud kepedulian terhadap sesamanya. Ingat memberi sedekah bukan hanya akan memberi manfaat kepada orang yang menerima sedekah tetapi juga kepada yang memberi sedekah dan bersedekah tak akan membuat kita miskin. Jadi, mari membantu bersama Lembaga Zakat Dompet Dhuafa.


Marimembantu


Sesungguhnya kebernilaian seorang manusia bukanlah pada seberapa banyak dan seberapa besar materi yang ia miliki tetapi sebarapa besar yang ia berikan.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...