A. Konsep Dasar Stilistika
Secara etimologi stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai
ilmu tentang gaya. Stilistika diperoleh dari khalayak. Gaya semacam ini
merupakan asumsi pembaca atau audience yang mengarah ke faktor resepsi.
Ada dua pendekatan analisis
stilistika: (1) dimulai dengan analisis sistematis tentang cara sistem
linguistic karya sastra dan dilanjutkan ke interpretasi tentang ciri-ciri
sastra, interpretasi diarahkan ke makna secara total; (2) mempelajari sejumlah
ciri khas yang membedakan satu sistem dengan sistem lain. Maksudnya mencari
seberapa jauh penguasaan gaya bahasa pengarang dan seberapa jauh manipulasi
bahasa yang digunakan untuk menciptakan kesan estetis pada karya sastra.
Beberapa pokok persoalan yang harus
menjadi tekanan dalam penelitian stilistika, menurut Semi (1993: 82-83) ada
beberapa hal yakni:
- Analisis hendaknya juga menyentuh masalah unsure keseluruhan karya sastra, seperti tema, pemikiran dan aspek makna yang berkaitan lansung dengan gaya bahasa
- Analisis seyogyanya menggunakan analisis structural, namun kajian bahasa diperdalam, sampai pada pemilihan kata, symbol dan sebagainya
- Analisis samapai pada upaya membuka kekaburan pemanfaatan ragam karya sastra absurd, abstrak, dan eksperimental sehingga memudahkan pembaca memahaminya.
- Analisis difokuskan pada corak individual yang khas dari penulis, karena setiap penulis yang telah mapan tentu mempunyai gaya bahasa tersendiri
- Analisis gaya bahasa juga dapat difokuskan pada gaya kelompok pengarang, angkatan tertentu sesuai dengan falsafah hidup mereka masing-masing’
- Analisis gaya bahasa juga dapat diarahkan pada kalimat, paragraf, wacana kalau berbentuk prosa bahakan sampai pada bahasa dialek
- Analisis juga sebaiknya sampai tingkat perwatakan tokoh, karena gaya bahasa tertentu akan menjadi ciri tokoh juga
- Suatu saat perlu dikaitkan dengan kajian resepsi sastra, sehingga dapat dimengerti kemampuan membaca memahami gaya bahasa tersebut.
Langkah-langkah analisis yang perlu
dilakukan dalam kajian stilistuika sastra adalah sebagai berikut:
- Tetapkan unit analisis, misalkan berupa bunyi kata, frase, kalimat, bait dan sebagainya
- Dalam puisi memang analisis dapat berhubungan dengan pemakaian aliterasi, asonansi, rima dan variasi bunyi yang digunakan untuk mencapai efek estetika
- Analisis diksi memang sangat penting karena ini tergolong wilayah kesastraan yang sangat mendukung makna dan keindahan bahasa. Kata dalam pandangan simbolis tentu akan memuat lapis-lapis makna. Kata akan memberikan efek tertentu dan menggerakkan pembaca
- Analisis kalimat ditekankan pada variasi pemakaian kalimat dalam setiap kondisi
- Kajian makna gaya bahasa juga perlu mendapat tekanan tersendiri. Kajian makna hendaknya sammpai pada tingkat majas, yaitu sebuah figurative language yang memiliki makna bermacam-macam.
Konsep dasar dari stilistika sastra,
yaitu stilistika sastra hendaknya sampai pada dua hal, yaitu makna dan fungsi.
Makna dicari melalui penafsiran yang dikaitkan ke dalam totalitas karya,
sedangkan fungsi terbersit dari peranan stilistika dalam membangun karya.
B. Analisis Stilistika (Versifikasi) pada Elong Ugi (Elong Sagala)
Elong
Sagala
Elong Ugi merupakan sebuah karya
sastra kalsik yang memiliki susunan kata yang unik sehingga dapat dianalisis
dengan menggunakan stilistika sastra. Elong Ugi khususnya Elong Sagala bukan
hanya dapat dipandang dari nilai estetisnya tetapi juga dari nilai fungsinya
sebagai mantra penyembuh penyakit atau berupa resep obat. Nilai fungsi tersebut
diimplementasikan dalam bentuk elong. Contoh dari Elong sagala yaitu sebagai
berikut:
Analisis
- Unit Analisis yang menjadi unit analisis dalam analisis ini yaitu berupa kata, frase, bait serta secara structural berupa kohesi maupun koherensi jika ada dalam elong tersebut, yaitu dalam Elong Sagala.
- Versifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
- Rima pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengukangan bunyi itu puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi itu, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Dalam elong ugi sagala terdapat Rima
atau pengulangan bunyi yang terdapat pada bait pertama samapai bait keempat
dengan bertumpu pada pengulangan vocal /e/
yang memberikan kesan estetis yang berdampak pada kesan mitos bahwa elong
tersebut berupa mantra yang dapat menyembuhkan penyakit.
Semmeng-semmeng
Rimulanna
Lasa Ulu Remmeng-remmeng
Peddi mata eja-eja
Ore-ore mangkawani
Vocal /e/ mewarnai secara dominan keempat larik elong tersebut dengan
pengulangan vocal seperti pada kata Semmeng-semmeng,
Remmeng-remmeng, eja-eja, dan
Ore-ore. Apabila dianalisis lebih jauh penempatan kata yang berima tersebut
diatur sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan bunyi yaitu kata Semmeng-semmeng diletakkan pada larik
pertama dan dipasangkan dengan kata Remmeng-remmeng
pada larik ke dua yang apabila dianalisis memiliki kesamaan struktur
pembentukan kata yang terletak pada kesamaan vocal /e/ dan konsonan /m/ yang
jumlahnya sama. Kemudian pada larik ketiga terdapat kata eja-eja yang dipasangkan dengan kata ore-ore pada larik keempat kesamaan yang ada pada kata
tersebut yaitu jumlah vocal /e/ pada kata tersebut yang sama yaitu satu.
Selain itu pada akhir bait pertama
dan bait ketiga terdapat pengulangan bunyi vocal /a/ yang serupa dengan pantun
yang dalam ilmu stilistika disebut sebagai asonansi yaitu ulangan bunyi vocal
pada kata-kata tanpa selingan bunyi konsonan dalam elong tersebut. Bunyi
tersebut menimbulkan kesan estetis yang luar biasa dan hal tersebut terdapat
pula pada larik-larik selanjutnya khususnya pada larik-larik terakhir dalam
elong tersebut. Sedangkan aliterasi terdapat dalam kata-kata seperti Semmeng-semmeng, Remmeng-remmeng, eja-eja,
Ore-ore, Panreng pole Palipu, Pammana
pariang pole ri maiwa dan lain lain, yang terdapat persamaan bunyi
pada suku kata pertama.
- Ritma dan Metrum
Ritma sangat berhubungan dengan
bunyi dan juga berhuungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa dan kalimat..
Ritma merupakan pertentangan bunyi; tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah,
yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
Peddi /Babuwa mengellu
Maccamanikna/ Sagala
Mangidengngi/ camanik e
Tebbusurekna/ Tampangeng
Bait elong tersebut terdapat
pengulangan bunyi a,i,a,i pada awal kata setiap larik elong, tetapi kurang
sempurna karena tak diikuti oleh pengulangan bunyi pada penggalan kedua.Sedangkan
metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap terdapat pada larik pertama
elong tersebut, yaitu:
Semmeng-semmeng Rimulanna
Lasa Ulu Remmeng-remmeng
Peddi
mata eja-eja
Ore-ore mangkawani
Peddi Babuwa mengellu
Maccamanikna Sagala
Mangidengngi camanik e
Tebbu surekna Tampangeng
Metrum yang terdapat dalam elong
tersebut yaitu tekanan kata pada akhir larik pertama(Rimulanna)dan kedua (Remmeng-remmeng)
yang keras kemudian disusul oleh tekanan kata pada akhir larik ketiga (eja-eja) dan keempat (mangkawani) yang melemah, larik kelima (mengellu) yang menguat kemudian larik
keenam (Sagala) yang melemah dan
seterusnya sampai larik berikutnya
"Tulisan ini hanya untuk mengingatkan saya pada rutinitas di bangku perkuliahan dulu, saat harus bergelut dengan tugas kuliah yang menumpuk, makalah yang mesti jadi dalam semalam, mesti kerja tugas meski dalam kondisi yang tak stabil dan dibalik semua itu ada sebuah kenangan yang tak bisa dilupa yaitu kesetiaan seorang sahabat dalam memberikan bantuan untuk menopang saya dalam setiap kesulitan. Entah itu saat final, saat kerja kelompok, dan bahkan saat kerja tugas individu. Terima kasih kawan aku rindu ruangan DH tempat kita berbagi tawa dan duka"
0 komentar:
Posting Komentar