Unsur Demokratisasi Teks Puisi Sajak Anak Muda
Kenyataan
yang digambarkan dalam puisi Sajak Anak Muda adalah kenyataan yang
dialami oleh golongan masyarakat yang menderita, yakni kaum buruh dan tani.
Penggambarabn kenyataan tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan pertentangan
kelas, yakni bangkitnya kaum buruh dan tani untuk melawan kaum borjuis atau
kapitalis bahkan pemerintahan.
Teks
puisi Sajak Anak Muda adalah sebagai berikut:
Sajak Anak Muda
Kita
adalah angkatan gagap
yang
diperanakkan oleh angkatan takabur
Kita
kurang pendidikan resmi
di dalam
hal keadilan,
karena
tidak diajarkan berpolitik.
dan tidak
diajar dasr ilmu hukum
kita
melihat kabur pribadi orang
karwena
tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.
Kita tidak
mengerti uraian pikiran lurus,
karena
tidak diajar filsafat atau logika.
Apakah
kita tidak dimaksud
Untuk
mengerti itu semua?
Apakah
kita hanya dipersiapkan
Untuk
menjadi alat saja?
Inilah gambaran
rata-rata
Pemuda
tamatan S.L.A.,
Pemuda
menjelang dewasa
Dasar
pendidikan kita adal;ah kepatuahn
Bukan
pertukaran pikiran.
Ilmu
sekolah adalah ilmu hafalan,
Dan bukan
ilmu latihan menguraikan.
Dasar
keadilan di dalam pergaulan,
Serta
pengetahuan akan kelakuan manusia,
Sebagai
kelompok atau sebagai pribadi
Tidak
dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan
di dunia menjadi remang-remang
Gejala-gejala
yang muncul jadi lalu lalang
Tidak bisa
kita hubung-hubungkan.
Kita marah
pada diri sendiri.
Kita sebal
terhadap masa depan.
Lalu
akhirnya,
Menikmati
masa bodoh dan santai
Di dalam
kegagapan
Kita hanya
bisa membeli dan memakai,
Tanpa bisa
mencipta
Kita tak
bisa memimpin,
Tetapi
hanya bisa berkuasa
Persis
seperti bapa-bapa kita
Pendidikan
negeri ini berkiblat ke Barat
Di sana
anak-anak memang disiapkan
Untuk
menjadi alat dari industri
Dan
industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi
kita dipersiapkan untuk menjadi alat apa?
Kita hanya
menjadi alat birokrasi!
Dan
birokrasi menjadi berlebihan
Tanpa
kegunaan
Menjadi
benalu di dahan
Gelap
pandanganku gelap
Pendidikan
tidak memberikan pencerahan
Latihan-latihan
tidak memberikan pekerjaan
Gelap,
keluh kesahku gelap
Orang yang
hidup di dalam pengangguran
Apakah
yang terjadi di sekitarku ini?
Karena tak
bisa kita tafsirkan,
Lebih enak
kita lari dalam puisi ganja.
Apa
artinya tanda-tanda yang rumit ini?
Apakah
ini? Apakah ini?
Ah, di
dalam kemabukan
Wajah
berdarah
Aku
terlihat sebagai bulan.
Mengapa
kita harus terima hidup begini?
Seseorang
berhak diberi ijazah dokter,
Dianggap
sebagai orang terpelajar,
Tanpa
diuji pengetahuannya akan keadilan,
Dan bila
ada tirani yang merajalela
ia diam
tidak bicara
kerjanya
hanya menyuntik saja
Bagaimana?
Apakah kita akan terus diam saja
Mahasiswa-mahasiswa
ilmu hukum
Dianggap
sebagai bendera-bendera upacara,
Sementara
hukum dikhianati berulang kali
Mahasiswa-mahasiswa
ilmu ekonomi
Dianggap
bunga plastik,
Sementara
ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita
berada di pusaran tatawarna
Yang ajaib
dan tidak terbaca
Kita
berada di dalam penjara kabut yang memabukkan
Tangan
kita menggapai untuk mencari pegangan,
Dan bila
luput
Kita
memukul dan mencakar
Ke arah
udara
Kita
adalah angkatan gagap
Yang
diperanakkan oleh angkatan kurang ajar
Daya hidup
telah diganti oleh nafsu
Pencerahan
telah diganti oleh pembatasan
kita
adalah angkatan yang berbahaya
(Rendra, 1977)
Puisi diatas merupakan puisi modern,
bukan puisi lama dan bukan puisi baru. Hal ini terlihat dari struktur baris dan
baitnya. Puisi tersebut tediri dari tujuhbelas bait. Seluruh bait dan
baris mengungkapkan tema kedudukan .
Bait
pertama menceritakan tentang gambaran kehiduypan Indonesia. Di mana para pemuda
hanya dijadikan sebagai pemuda yang gagap akan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para pemuda tersebut berada di bawah kekuasaan para kaum kapitalis yang
berkuasa. Para pemuda tersebut tidak mengecap yang namanya pendidikan formal seperti
layaknya anak muda para kaum penguasa. Pemuda desa hanya diajarkan
membaca dan menulis di sekolah rakyata tanpa diajarkan ilmu politik dan dasr
ilmu hukum, sehingga membuat mereka gagap terhadap politik dan tak dapat
berpolitik. Hal ini sesuai dengan realita yang terjadi pada saat itu, ketika
penjajah berkuasa di negara Indonesia. Pendidikan sngat sulit dinikmati oleh
kaum miskin dan kalupun ada kualitas pendidikannya hanya sebatas untuk sdapat
tahu membaca dan menulis. Hal ini telah bertentangan dengan unsur demokrasi
yaitu adanya persamaan hak antar warga negara.
Pada bait kedua penyair melukiskan
sistem pendidikan Indonesia yang belum baik, dimana pelajar atau pemuda
tak diajarkan ilmu jiwa dan fillsafat serta logika sehingga hanya bisa menurut
saja dan patuh pada perintah atasan tanpa bisa berpikir lurus dan menyelesaikan
permasalahan.
Pada
bait ketiga dan keempat penyair mengungkapkan kegalauan hatinya melalui
pertanyaan-pertanyaan yang ia ungkapkan lewat puisinya. Penyair merasa apakah
pemuda hanya ingin dijadikan alat produksi oleh para kaum kapitalis, Alat
produksi yang dimaksud disini adalah tenaga kerja murah. Tenaga kerja murah ini
dibekali dengan pengetahuan membaca dan menulis di sekolah rakyat atau SLA dan
dijadikan sebagai pegawai rendahan di perusahaan milik kaum kapitalis. Disini
kekuasaan kaum kapitalis sangat dominan dan sewenang-wenang yang tentunya telah
menyimpang dari prinsip demokrasi, dimana kaum tersebut dapat mengontrol sistem
pendidikan yang ada, hal tersebut dimaksudakan agar tak ada pemuda Indonesia
yang dapat berpikir untuk melengserkan kekuasaan mereka.
Pada bait kelima dan keenam penyair
mengungkapkan realita yang terjadi pada saat itu yang menggambarkan ketidak
relevanan dasar pendidikan yuang diberikan terhadap kebutuhan bangsa. Yaitu
sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem kepatuhan , dikte atau hafalan,
dimana pelajar hanya diajarkan untuk patuh terhadap apa yang diajarkan tanpa
diajarkan untuk berpikir dan menguraikan gagasan serta ide. Hal ini sebenarnya
tak terjadi pada sekolah-sekolah anak para penguasa, borjuis dan para pejabat,
tetapi hanya pada sekolah orang-orang miskin dan orang-orang kalangan bawah.
Pada bait ketujuh dan kedelapan
mengungkapkan dasar-dasar ilmu pengetahuan yang seharusnya didapat di sekolah
justru tak di berikan, seperti ilmu keadilan atau ilmu hukum dan ilmu sosial.
Hal ini dimaksudkan agar rakyat Indonesia tak sadar bahwa ia sedang ditindas
dan diambil haknya. Para rakyat tak diikut sertakan dalam menentukan kebijakan,
karena dianggap tak memiliki keilmuan yang memadai dalam hal hukum dan ilmu
humaniora. Padahal latar belakng dari ketidaktahuan tersebut berasal dari
sistem penduidikan yang mereka buat sedemikian rupa. Setiap permasalahan yang
lahir rakyat Indonesia menanggapinya sebagai sesuatu yang wajar dan menumpahkan
segala kesalahan pada dirinya. Tanpa menyadari bahwa segala kekacauan yang
terjadi merupakan implikasi nyata dari sistem yang dibuat oleh kaum kapitalis.
Keapatisan tersebut akhirnya membawa rakyat Indonesia pada keputusasaan
dan sikap santai akan permasalahan yang terjadi pada bangsanya.
Pada bait kesembilan penyair
menjelaskan tentang implikasi dari enerapan sistem pendidikan yang anti rakyat,
yaitu masyarakat berada pada kegagapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masyarakat hanya bisa untuk mengonsumsi tanpa dapat berpikir untuk mencipta,
karena tak dibekali dengan pengetahua tentang itu.brakyat tak bisa menjadi
seorang pemimpin karena hanya dibekali dengan pengetahuan membaca dan menulis.
Pada bait kesepuluh penyair
menjelaskan aerah pendidikan di Indonesia yang seakan dibawa ke sistem
pendidikan di Barat, di mana pemuda dipersiapkan sebagi alat industri padahal
kenyataan di Indonesia pemuda hanya dijadikan sebagai alat birokrasi yang hanya
menyusahkan serta menyengsarakan rakyat. Negara yang seyogyanya memberikan
kesejahteraan terhadap rakyatnya justru hanya menjadi beban bagi rakyat.
Prinsip demokrasi yng seharusnya negara memberikan kesejahteraan terhadap
rakyat tak berlaku lagi, negara hany memberikan kemakmuran bagi kaum kapitalis
dan memberikan kesengsaraan bagi rakyat kecil. Kaum kapitalis mendapat
perlindungan hukum untuk melakukan penghisapan terhadap rakyat kecil , yang
seharusnya mendapat perlindumgan hukum tetapi justru luput dari perhatian
pemerintah.
Pada bait kesebelas sampai bait
ketigabelas penyair mengungkapkan kebingungan rakyat terhadap realita yang
terjadi di sekitarnya, diman para rakyat menjadi seorang pengangguran, karena
yang diterima bekerja hanya sebagian kecil. Rakyat merasa bingung karena tak
dibekali dengan ilmu pengetahuan yang memadai untuk mencari lapangan pekerjaan
yang lebih layak. Hal; tersebut membuat rakyat putus asa dan membawanya untuk
menikmati penderitaan tersebut dengan sikap apatis.
Pada baris keempatbelas penyair
mengungkapkan kebenciannya terhadap orang-orang yang tunduk pada sistem dan
mengabdi pada kaum kapitalis, dimana mereka telah mendapatkan penghidupan serta
pekerjaaan yang layak, tetapi bersikap apatis terhadap situasi yang terjadi di sekitarnya.
Penyair mengungkapkan keadilan yang seharusnya didapatkan oleh seluruh rakyat
justru hanya dinikmati oleh sebagian rakyat yang tunduk dan patuh pada kaum
kapitalis. Begitupun pada bait kelima belas, para kaum penjilat hanya
membiarkan ketidakadailan yang terjadi di negerinya padahal telah
memiliki keilmuan yang cukup untuk melawan ketidakadilan tersebut.
Pada bait keenambelas penyair
mengungkapkan akan sistem demokrasi yang tak terealisasi, yaitu rakyat merasa
dalam penjara yang membawa kesengsaraan. Di mana hal tersebut ditutupi dengan
sistem yang seakan-akan baik, tetapi sebenarnya membawa rakyat pada
kemelaratan. Rakyat tak memiliki pegangan serta pedoman dalam bertindak karena
tak memiliki dasar ilmu sosioal dan ilmu hukum untuk melakukan hal tersebut.
Pada bait ketujuhbelas penyair
mengungkapkan bahwa sebenarnya para pemuda Indonesia memilki kemampuan untuk
melakukan perubahan, tetapi hany dibatasi oleh sistem yang dibuat pemerintah
dan kaum kapitalis. Sehingga aspirasi mereka tak dapat mereka salurkan. Padahal
dalam demokrasi kekuasaan negara berada di tangan rakyat dan aspirasi rakyat
adalah kekuatan terbesar suatu negara.
"Hanya sekadar pengingat akan perjuangan"
0 komentar:
Posting Komentar