Senin, 04 Juni 2012

Berharap Bintang di Sini

Pernahkah anda merasakan dua perasaan yang sangat kontradiktif sekaligus dalam satu waktu? perasaan senang yang bercampur dengan sakit, yah seperti itulah yang kurasa di Sabtu malam 2 Juni 2012. Sore itu tepat pukul 17.00 aku bersama sahabat lama yang sebelumnya kujemput di rumahnya sedang menikmati indahnya senja di Losari. Sahabat lama yang dulunya pernah sangat akrab denganku dan pernah pula menghilang tanpa jejak. Entah angin apa beberapa hari yang lalu ia mengajakku untuk "ketemuan" lewat chat facebooknya, aku setuju untuk hal itu. Yah, sekalian mengikat kembali tali silaturahmi yang sempat terputus. Kami duduk berdua di tepian pantai sambil melihat lalu lalang para penjual minuman, cemilan dan juga para pengamen yang sibuk mencari nafkah yang kadang pula diselingi dengan pemerasan-pemerasan kecil. Matahari sore itu tak begitu menampakkan keelokaanya, wajahnya terhalangi oleh awan tipis di ufuk barat. Hanya jingganya yang menyembul di celah-celah kumpulan awan itu. 

Kami menikmati senja itu, menikmati setiap hembusan angin pantai, menikmati irama dari ombak yang pecah di pemecah ombak Losari dan menikmati lagu-lagu yang kadang fals dari para pengamen. Kami seakan dua sejoli yang lama tak dipertemukan, padahal "BUKAN", kami hanya dua orang sahabat akrab yang kembali lagi menyulam dan mengikat sulaman yang pernah kusut. Kami seakan kembali ke masa kanak-kanak, menikmati jingga dengan jajanan "gulali", jajanan yang sangat saya sukai waktu kecil dulu. Saat mentari seakan ingin tenggelam di ufuk barat, kami mencari suasana lain. Suasana yang lebih enak untuk berdiskusi, suasana yang lebih tenang dari para pengamen jalanan dan suasana yang lebih leluasa menikmati desir ombak.

Kami berjalan ke utara menuju  deretan gerobak-gerobak jajanan khas Makassar. Pisang Epe, sebelum aku memesan jajanan itu ia meminta aku untuk memesan yang original gak pakai cokelat, susu, atau keju. Dalam hati aku bertanya "kenapa?" tapi tak usahlah aku pertanyakan. Aku duduk di sampingnya menghadap matahari yang makin tenggelam dalam palung samudera, jingga yang kian berubah menjadi hitam dan Venus yang mulai terlihat di barat laut. Jasadku memang ada di Losari saat itu, ada bersama sahabatku tapi jiwaku terbang menerawang menembus pulau khayangan yang terlihat jelas di ujung mataku. Andai kau ada disini, pasti kau akan senang sekali menikmati pantai dengan jingganya dan menimati Venus kala jingga itu telah berganti pekat. Ah, sudahlah mungkin ada waktu untuk kami menikmati itu, yakin saja pada impian.

Kami bercerita banyak sore itu, bernostalgia dengan masa-masa dua tahun lalu, masa-masa belajar membuat karya tulis, dan masa-masa jahilnya kami para kelompok minoritas yang mengklaim diri sebagai kelompok "Berbeda dan Pembeda", walaupun pembeda itu hanya pada sebatas sifat kami dan sepotong tembakau. Ia mulai bercerita tentang laki-laki yang sekarang ia temani, ia bercerita seakan ia sangat percaya pada saya. Kami memang layaknya seorang saudara, tak ada rahasia diantara kami. Bahkan ia sempat bercerita tentang penyakitnya yang seharusnya orang lain tak mengetahui hal itu. Sambil menikmati Pisang Epe yang terasa gurih dan manis ia kemudian menyuruhku untuk bercerita tentang "Bintangku/cahayaku". Aku bercerita bahwa aku adalah laut yang selalu merindukan bintang, bintang yang bersinar terang walau dalam pekat dan bintang yang akan terus memebri asterima dalam lemabr-lembar diaryku. Ia bertanya tempat bintang itu, aku hanya bisa berkata "kamu hanya dapat melihatnya dari jauh dan mendengar setiap bisikannnya". Biarlah waktu yang akan menjawab semua pertanyaanmu. Ia hanya berkata semoga bintangmu tetap bercahaya dalam hatimu. Semoga, harapku!

Kembali menyusuri tepian pantai sambil menunggu adek-adek saya yang hari itu mau melakukan pengumpulan dana untuk Baksos kami, tak lama menunggu kami pun bertemu di hurup "R" dari tulisan besar "LOSARI". Menemani mereka menjajakan pisang cokelat buatan sendiri, meskipun kadang muka memerah karena menahan rasa gengsi sebagai seorang mahasiswa. Yah, ini merupakan pembelajaran mental, softskill dan kemandirian bagi kami. Tiba-tiba HP saya berdering "New Message", sebuah "SMS redup" terkirim darinya. Aku tak konsen melihat pengirimnya dan lantas membalas dengan seadanya ia pun kembali membalasnya dengan kata yang singkat "maksudnya?". Saya baru tersadar kalau SMS itu datangnya dari dia, kubalas lagi dengan deskripsi apa yang sedang saya kerjakan. Tak beberapa lama sahabat saya meminta untuk diantar pulang, yah saya harus mengantarnya pulang secepatnya. Aku pamit kepada adek-adek saya dan segera mengantar sahabatku itu, rumahnya tak begitu jauh hanya sekitar 20 Km dari Losari. 

Sekitar satu jam berselang saya sudah tiba di Losari, sejauh mata memandang tak kutemukan mereka. Tak mau berlama-lama, dengan bantuan HP aku tahu kalau mereka sekarang di Benteng Fort Rotterdam, aku menuju ke sana sesegera mungkin. Tak kusangka aku bertemu dengan rombongan lain yang ternyata tiba 30 menit setelah kepergianku. Aku berjalan bersama mereka, sesampainya disana dan setelah bertemu dengan rombongan sebelumnya kami mebagi diri agar lebih efektif dalam berjualan. Sialnya malam itu aku kehilangan mereka setelah aku menemani rombongan pertama yang kemudian memutuskan untuk ke Monumen Mandala. Aku tak bisa bersama mereka karena motor hanya ada satu dan motor saya jauh di parkiran Losari.

Aku berkeliling mencari rombongan pertama, lama berkeliling dan kaki pun sudah letih melangkah aku putuskan untuk beristirahat sejenak sambil mencoba menghubungi mereka. Sialnya tak ada jawaban yang memuaskan dua nomor tak aktif dan satu lagi gak diangkat-angkat. Yah, sudahlah aku putuskan untuk menlepon "bintang", tapi sayang ia lagi punya masalah dan tak dapatdiganggu dulu. Yah, aku maklum akan hal itu. Semoga aja masalahnya cepat selesai dan dapat kembali seperti dulu lagi.

Akhirnya saya memutuskan untuk pulang, saya berjalan kembali dari Benteng Fort Rotterdam ke Losari untuk mengambil motor saya. Singkat cerita saya menyusuri jalan-jalan yang sudah biasa saya susuri, pikiranku mengawang-ngawang "bagaimana kabarnya bintang di sana?". Tak tahu karena apa sampai di Jalan Veteran Selatan say lupa arah dan saya menuju Veteran Utara hingga tembus Jalan Bandang sialnya lagi saya harus tabrakan dengan dua oarang wanita yang mengendarai motor Mio malam itu. Aku tertindih setir motor di bagian dada dan tangan saya lecet sedikit. Aku tak terlalu memperdulikan luka itu, tapi tiba-tiba sekumpulan pemuda dan laki-laki paruh baya berkumpul dan seakan mengepung kami. Ada apa? tanya mereka. Tidak apa-apa, jawab kami kompak. Kami sudah berdamai sebenarnya tapi seorang laki-laki paruh baya dengan bau alkohol menyeruak dari mulutnya tak mau berterima, untung saja seorang laki-laki bertampan seram dengan tatto di sekujur tubuhnya datang dengan angkuhnya "Apa masalahmu kau kah?" sambil menunjuk laki-laki itu. Tidak ji, mereka ji tabrakan bukan saya, Kalau begitu jangan mako ikut campur. Kami akhirnya tinggal bertiga menyelesaikan masalah yang sebenarnya sudah selesai dari tadi. 

Setelah lolos dari masalah itu dengan sakit di tangan dan dada saya mencari jalan untuk pulang, saya mungkin dapat mengatakan saat itu aku tersesat. Tersesat di jalan yang sudah sangat biasa saya jalani, setelah bertanya dengan beberapa orang akhirnya aku dapat kembali pada pikiran jernih saya dan menemukan kembali arah utara dan selatan dan timur dan barat. Sampai di rumah aku membersihkan lukaku dan mengobatinya. Setelah tak terasa sakit lagi aku mencoba menghubungi "Bintang" lagi, jawabnya sama "ia masih sibuk".  Rasa bahagia karena dapat bertemu sahabat lama dan rasa sakit pada fisik dan kerinduan akan bintang.

_Elegi di Sabtu malam 2 Juni 2012_

"Coretan untuk mengungkap apa yang kurasa di Sabtu malam itu, semoga engkau dapat cepat bersinar lagi bintang"


0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...